Disampaikan dalam Mudzakarah Ilmiah di Masjid Fathullah Syarif Hidayatullah UIN Jakarta, 19-Desember-2010
Oleh:  Dr.H. AMIR MAHMUD, S.Sos., M.Ag.(Pengamat Pergerakan  Islam,  Dosen  Pasca Sarjana UNU, UMS dan beberapa Perguruan Tinggi Swasta)
I. PENDAHULUAN
Between  Napolleons’s Egyptian Expedition of 1798 and the death of Lord Cromer  in 1907, The core regions of the household of Islam came under either  direct European control or indirect mandatory super vision.   (Semenjak ekspedisi Napoleon ke Mesir tahun 1778 sampai kematian Lord  Cromer tahun 1907, wilayah yang menjadi inti Darul Islam secara langsung  berada di bawah kontrol kekuasaan Eropa, dan di bawah supervisi global  secara langsung)
Kita sedang menghasilkan dan sekaligus terlibat  dalam revolusi global umat manusia, keadaan yang mencolok adalah tatkala  gaung globalisasi itu hadir di negara-negara muslim seperti Afghanistan  tak dapat merubah kultur ataupun perubahan-perubahan di aspek lain.  Maka dengan mudah negara hegemoni yang dipimpin oleh Amerika membuat isu  teroris untuk kepentingan berkampanye ke negara sekutunya untuk  memerangi teroris yang menghasilkan peralihan kekuasaan dari Taliban  kepada kekuasaan boneka Amerika. Hingga kini isu tersebut berlanjut  kepada umat Islam di Asia Tenggara khususnya Indonesia.
Dari  keterangan di atas sesungguhnya ada hal yang harus direnungkan sebagai  evaluasi, sebab peristiwa-peristiwa yang terjadi terhadap umat Islam   merupakan rencana (makar) yang telah direncanakan oleh musuh-musuh Islam  internasional sejak beberapa tahun yang silam, sehingga Islam tidak  dapat hadir menjadi kekuatan internasional (international forces) yang  dapat menghantui dan menghancurkan negara adikuasa seperti Amerika.
 II. DUNIA ISLAM  DEWASA INI
Tidak  diragukan lagi tersebarnya Islam merupakan ancaman bagi pengaruh dunia  Kristen dan Yahudi. Bahkan orang-orang Islam sempat mendongkel  penguasa-penguasanya di beberapa tempat dan wilayah satu per satu.
Daerah  mereka jatuh ke tangan Islam, hingga ibu kotanya Konstantinopel yang  merupakan benteng terkuat di dunia saat ini jatuh pula ke tangan  penakluk muslim dari kerajaan Bani Utsmaniyah.
Dapat dicatat di  sini diantaranya dunia Islam antara lain Maroko, Tunisia, Libya, Mesir,  Afghanistan, Saudi Arabia, Malaysia, Filipina, Indonesia, dan lain-lain.  Oleh karena potensi kekayaan yang ada dalamnya, maka dunia Islam  semenjak berabad-abad dijajah oleh bangsa asing, yang berideologi dan  beragama lain. setelah Perang Dunia II, satu demi satu negeri-negeri  Islam melepaskan diri dari belenggu penjajahan menjadi negeri yang  merdeka dan mempunyai pemerintahan sendiri.
Istilah dunia Islam  muncul baru seabad yang lalu dan dikategorikan sebagai kelompok  kekuatan Dunia ke-3 atau negara terbelakang. Mereka sejak mendapatkan  kemerdekaannya dari para penjajah dipenuhi dengan tarik-menarik oleh  berbagai ideologi untuk membentuk pemerintahan masing-masing.
Sejumlah  besar umat Islam menderita akibat dominasi musuh Islam, Palestina  diduduki Israel sedang penduduk asli muslim diusir mereka dari tanah  airnya, muslim Turki di Cyprus tidak diberi tempat hidup oleh umat  Kristen Orthodoxm dan di Jerman ditindas. Umat Islam di Filipina bagian  selatan sejak lama mendapat tekanan dan penindasan dari penguasa yagn  beragama Katholik, umat Islam di Arabia Selatan berkorban selama perang  saudara. Barat telah melakukan segalanya untuk menyatukan kekuatan yang  berawal dengan British Commonwealth, NATO, USA dan terakhir kesatuan  Eropa Barat.
 III. ISLAM INDONESIA DALAM SOROTAN SOSISO-SEJARAH
Sejalan  dengan proses penyebaran Islam di Indonesia, pendidikan Islam sudah  mulai tumbuh meskipun masih bersifat individual. Pengembangan dakwah  Islam yang dipelopori oleh pemuka-pemuka, tokoh-tokoh di masyarakat  secara persuasif tersebut dengan memanfaatkan lembaga-lembaga masjid,  langgar, surau. Maka terbentuklah lembaga khusus untuk pelaksanaan  pendidikan bagi umat  Islam di Indonesia bernaam pesantren, yang  diperkirakan pada abad ke-13 dan mencapai perkembangan yang optimal pada  abad ke-18.
Walaupun didasarkan pada versi yang sangat  disederhanakan atas suatu proses sejarah yang sebenarnya sangat  kompleks, namun cukup alasan untuk menyimpulkan bahwa sejak akhir abad  ke-15, Islam telah menggantikan Hinduisme dengan senjata utama bagi  langkah-langkah dan kegiatan politik di Jawa, dan tak ayal lagi,  munculnya dakwah sebagai kerajaan yang paling kuat pada waktu itu,  menjadi panah yang ampuh bagi penyebaran Islam di Jawa
Selanjutnya  sesuai dengan posisi elite santri dalam proses sosialisasi ajaran Islam  melauli khutbah, ceramah agama dan pengajian-pengajian telah  menempatkan mereka sebagai referensi sosial umat. Posisi tersebut  memberikan peluang mereka untuk memobilisasi umat baik secara sosial dan  politik. Proses ini pemerintah kolonial mengatur dan melakukan  pengamatan yang ketat terhadap berbagai gerakan sosial Islam dimana  elite santri bertindak sebagai pemimpin. Poses perubahan dalam  masyarakat tsb kadang bisa ditandai oleh pertentangan yang terus menerus  diantara unsur-unsur. Sejalan dengan itu tidak bisa dipungkiri bahwa  anggota masyarakat itu kadang bisa terikat secara informal oleh  norma-norma, nilai-nilai, dan moralitas umum, dan kadang bisa juga  karena adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan  yang berkuasa.
Secara historio-Kultural, Islam di Indonesia  memiliki citra yang sangat positif, Islam datang dengan citra damai dan  telah memberikan andil yang sangat besar dalam meningkatkan  peradaban  nusantara, organisasi Islam (pergerakan sosial, seperti: politik,  ekonomi, pendidikan) telah memainkan peranan penting dalam perlawanan  terhadap kolonial sejak masa awal gerakan nasionalisme, namun akhirnya  mereka harus menerima kenyataan atas peranannya kurang sentral dalam  institusi pemerintahan dikemudian.
- Di abad ke-19 telah tercatat 4 perlawanan santri (santri insurection) melawan imperalis Belanda :
Pertama  : Di Sumatera Barat (1821 – 1828) – tidak dinamakan pemberontakan  santri sebagai Perang Padri. Hanya disebutkan munculnya sejumlah  pemberontakan santri di Sumatera Barat sebagai akibat Haji-haji yang  menentang golongan adat Pemberontakan ini diakhiri setelah adanya invasi  militer Belanda.
Kedua : Di Jawa  Tengah (1826 – 1830) – tidak menyebut-nyebut nama Pangeran Diponegoro.  Seorang pangeran yang merasa berhak atas tahta kerajaan Jawa tetapi  dikarenakan dalam harapannya itu mempermaklumkan perang jihad secara  besar-besaran melawan pemerintah kolonial dan orang-orang pribumi yagn  menjadi kaki tangannya.
Ketiga: Di Jawa  Barat Laut (1940 – 1880) Pemberontakan-pemberontakan rakyat yang di  pelopori oleh ulama-ulama setempat telah memusnahkan hampir seluruh  komunitas orang-orang Eropa dan bagian terbesar dari tokoh-tokoh pribumi  yang bekerja sebagai pamong raja. sebagai response dari umat Islam  Banten yang berusaha melepaskan dirinya dari tindasan tanam paksa dan  pemberontakan santri ini terjadi pada tahun 1834, 1836, 1842 dan 1849.
Keempat  : Di Sumatera Utara (1873 – 1903) tokoh ulama Aceh yang masih terkenang  akan kejayaan mereka di masa lampau, yang pada umumnya menganggap  rendah semua orang asing berhasil memerangi Belanda selama 30 tahun.
Di  tahun 1900 – 1952 bahkan jauh sebelum tahun tersebut telah berjalan  gerakan sosial, da’wah, politik dan pendidikan dalam bentuk surau  (pengajian) yang dari bibit inilah muncul berbagai ormas seperti :
-  Terbentuknya Pengajian Surau Jembatan Besi Padang Panjang dibawah  Asuhan Syaikh Abdullah, kemudian tumbuhlah Sumatera Thawalib Padang  Panjang yang kemudian menjadi pusat pertumbuhan ulama dan zuama Islam di  Indonesia.
- SDI (Serikan Dagang Islam) tanggal 16 Oktober 1905  oleh Haji Samanhudi, yang diubah namanya menjadi SI (Serikat Islam) pada  tahun 1911,
- Muhammadiyah, tanggal 18 Nopember 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan.
- Al-Irsyad tahun 1914 oleh Syaikh Ahmad Surkasi al-Anshari,
- Mathla’ul Anwar tahun 1916 di Banten,
- Persis (Persatuan Islam) tahun 1923 oleh A. Hassan,
- NU tahun 1926 oleh Syaikh Hasyim Asy’arie
Dalam gerakan politik sebagai berikut :
-  PSI (Partai Sarikat Islam) tahun 1923, - PEMI (Persatuan Muslimin  Indonesia) di Sumatera, - MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) tahun 1937  sebagai wadah Federasi   Kumpulan Islam, - Masyumi (Majelis Syura  Muslimin Indonesia) tanggal 7 Nopember 1945 sebagai partai politik Islam  di Indonesia, - PPP (Partai Persatuan Pembangunan) sebagai wadah fusi  partai-partai: NU,  Parmusi, PSII tahun 1973, dll.
Pada masa awal  kemerdekaan tahun 1945, para pemimpin Islam sendiri terpecah belah  dalam perdebatan negara Islam. Sebagian menginginkannya, sebagian yang  lain hanya menuntut pemerintah mendukung pelaksanaan syariat Islam atas  pemeluk-pemeluknya saja, sedangkan yang lain lagi menyuarakan sebuah  demokrasi plural dan liberal.
Perkembangan nasionalisme di  negara-negara Islam atau yang berpenduduk mayoritas muslim berjalan  bersamaan dengan gerakan modernisme Islam. Salah satu pembaruan dengan  gerakan modernisme itu adalah  dibidang politik yang  di pelopori oleh  Jamaludin Al-Afghani, yang terkenal dengan gerakan pan Islamisme.  Semangat perlawanan berbasiskan kesadaran Islam yang dilakukan  oleh  Afghani segera  mendapat sambutan di banyak negeri muslim. Afghani dan  dua murid utamanya Rasyid ridha, dan muhammad Abduh, dengan segera  menjadi icon bagi bagi semangat persatuan dan Pergerakan Islam. Meskipun  tidak banyak perannya dalam kehidupan politik umat Islam di Indonesia,  namun minimal khilafah masih merupakan kebutuhan. Wacana ke Islaman  sebagai kekuatan penentang kolonialisme telah lama digunakan di wilayah  nusantara. Resistensi dengan ideologi Jihad juga sangat berkembang di  Indonesia sebagai cri khas gerakan sosial abad ke 19 dan ke 20, yang  mendasarkan diri pada basis magis-keagamaan, yakni perang jihad.  Beberapa contoh resistensi dalam skala yang terbatas antara lain,  pemberontakan ciomas (1886), pemebrontakan Banten (1888).
IV. Ideologi Islam sebagai Perlawanan
Adapun  faktor penyebab perubahan masyarakat itu bermacam-macam antara lain :  ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi serta penggunaannya oleh  masyarakat, Agama, juga perubahan harapan dan tuntutan manusia.  Dalam  perwujudan perubahan sosial itu bisa berupa kemajuan ( progress )  ataupun kemunduran ( regress).
Pada Dunia ketiga yang umumnya  memiliki pandangan keagamaan yang kuat, agama bukan semata ritual dan  seremonial yang sakral, lebih dari itu menjadi kekuatan besar sekaligus  spirit, sumber inspirasi dalam melawan penindasan. Dan ketika penindasan  itu berlaku kepada kaum muslimin, segenap kaum muslimin seluruh dunia  melihat dirinya telah berada di bawah telapak kaki Barat terhentak untuk  membangun kesadaran akan ketertinggalan Islam berhadapan dengan Barat  dan antek-anteknya., sebab itu tidaklah mengherankan  justeru Islamlah  yang paling reaktif menentang dominasi Barat bahakan munculnya berbagai  konsepsi peradaban, ideologis, sistem politik dan sebagainya. sebagai  tandingan dan penentangan terhadap Barat yang membawa ideologi  sekulerisme.
Dengan munculnya berbagai kekuatan Islam yang  dimulai gerakan pemurnian ajaran Islam dengan gerakan wahabi sampai  kepada gerakan penyatuan kesadaran politik kaum muslimin dengan Pan  Islamismenya, Ikhwanul Muslimin, Jama’at Islam, Hizb Tahrir,  JAT (  dalam riset penulis) dan  masih ada sejumlah beberapa
Gerakan  yang menjadi  kajian dan riset penulis di Indonesia, yang membuktikan  bahwa masih adanya Gerakan Islam sebagai terobosan ijtihad telah mampu  membakar kembali api semangat pembaruan para pemikir Islam  untuk  merebut kebali harga diri umat ditengah percaturan dan konflik peradaban  Timur dengan Barat.
a. Tuduhan Fundamentalisme
Fenomena  agama sebagai kenyataan sosial sesungguhnya tidak pernah dapat  dipisahkan dari kehidupan manusia. Wilayah kerja agama secara  sosiologis, adalah kehidupan manusia konkrit-Historis dari sejak lahir  sampai matinya. Dalam realitas agama mengandung wajah ganda ( double  face ), disatu sisi agama memberi dorongan atas terwujudnya etos saling  menghormati dan menghargai sesama manusia. Agama juga dicirikan sebagai  pemersatu aspirasi manusia yang paling sublim .
Fundamentalisme  Islam sering  dianggap sebagai ancaman besar bagi kehidupan seluruh umat  manusia karena selalu dikaitkan kepada ‘radikalisme’, ‘ekstremisme’,  dan lain sebagainya sehingga merupakan  wujud perlawanan bagi setiap  yang berbeda Ideologi khususnya bagi negara Barat. Sedangkan menurut  Sayyed Hussein Nasr, setidaknya ada empat tipe pemikiran Islam dimuka  bumi ini, yaitu Muslim modern, Messianis, Fundamental ( revival ), dan  tradisional, yang kesemuanya dalam panggung sejarah kemanusiaan Dapat  dipastikan bahwa Ideologi sekuler seperti, Marxisme, Sosialisme, dan  Kapitalisme, maupun ideologi lainnya yang tidak memiliki basis teologis  mereka saling bersatu untuk melawan  gerakan-gerakan yang berlabelkan  Islam untuk menegakan Syari’at Islam dimana saja berada.
Senada  dengan itu  Ustadz Abu Bakar Ba’syir menolak dan mengkritisi klaim  fundamentalis yang dituduhkan kepada umat Islam karena hal tersebut  merupakan istilah dari Amerika yang memiliki ma’na mengkotori umat  Islam, lanjut beliau jika saja fundamentalis itu diartikan kembali  kepada ‘dasar’, ‘fundamen’ dengan pengertian adalah  seorang muslim yang  menjalankan Al-Qur’an dan Hadist, maka hal tersebut bisa dimaklumi   namun demikian tentunya berbeda dengan pemahaman yang ada pada tradisi  Protestan khususnya di Amerika  yang disertai menegakkan perlawanan  tehadap Ilmu pengetahuan.   Para politisi dan praktisi Barat, Khususnya  Amerika Serikat, suka meracunkan istilah Islam dengan menggenaralisasi  sebagai kekuatan politik secara sempit. Islam  dipandang sebagai  ideologi yang berbasis pada kekuatan agama. Wujud gerakan Islam  fundamentalis yang kaku sering diartikan sebagai perwujudan masyarakat  Islam secara keseluruhan, sehingga mendorong lahirnya banyak gagasan  dari kalangan Barat yang berhaluan pragmatis untuk merekayasa  penghancuran Islam sebagai kekuatan politik dan ideologi.
b. Gerakan Islam
Para  pimpinan dan pemikir gerakan islam senantiasa “menengok” ke pusat dunia  Islam, baik langsung maupun melalui Barat dan usaha mengalihbahasaan  atau penyaduran karya ulama dan sarjana muslim dari luar guna memperkaya  bahan rujukan yang dapat dibaca langsung dalam bahasa Indonesia,  sehingga menghasilkan karya pemikirannya sendiri, seperti Munawar Khalil  dengan bukunya Kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, Kelengkapan  Tarikh Muhamamd saw; Hasby Ash-Shiddiqy dengan bukunya Pedoman Shalat,  Puasa, Zakat; Hamka dengan bukunya Tafsir Al-Azhar, Tasauf Modern.
Tahun  1980-an, usaha perkenalan buah pikiran para ulama dan sarjana muslim  dari luar, khususnya dari Mesir seperti Sayid Quthb dengan karya Tafsir  al-Qur’an Fii Dzilalil Qur’an; Abul hasan al-Hasany an-Nadwy dengan  karyanya Mua dza khasiral ‘al alamu bin Nhithathil Muslimin. Hingga kini  telah ribuan kitab dari luar telah diterjemahkan.
Gejala  tersebut di atas memberi petunjuk kepada kita bahwa gerakan Islam  Indonesia bukan saja ingin tetap menjaga dan menneruskan  kesinambungannya dengan sejarah tapi juga ingin tetap melestarikan  syariat Islam serta Islam yang dipadukan dengan analisis-analisis  tentang perkembangan sosio-kultural masyarakat dan bahkan kritisme yang  tajam terhadap barat berdasarkan madzhab empat yaitu Hambali, Maliki,  Syafi’i dan Hanafi.
Secara keseluruhan sejarah umat Islam  Indonesia mesti melacak gerakan mendasar atas lahirnya suatu peristiwa,  terutama yang berkenaan dengan gerakan Islam kontemporer. Tahun-tahun  pembentukan apa yang disebut sebagai Islam politik juga dengan kuat  diletakkan pada konteks geografis Timur Tengah.
Untuk itu  kedudukan agama dalam persfektif kehidupan manusia, secara perseorangan  dan sosial memberikan pengaruh yang sangat besar dalam berbagai aspek.  Secara sosiologis sekurang-kurangnya agama memiliki 3 fungsi sosial,  yakni ;
a. Fungsi pemeliharaan ketertiban masyarakat
b. Fungsi pengintegrasian nilai
c. Fungsi pengukuhan.
Dalam  kaitannya dengan Islam sebagai pemeliharaan ketertiban masyarakat,  pengintegrasian nilai, dan pengukuhan nilai, sejalan dengan pernyataan  Gellner, “ Islam tidak lahir ditubuh 2 kerajaan…., Islam muncul sebagai  semen bagi kerajaan, bukan sebagai karat yang menggrogoti  kerajaan-kerajaan itu. “.
Hal ini jelas sekali Islam sebagai  perekat dan pandangan hidup bagi pemeluknya yang dapat membangkitkan  umatnya dalam aspek-aspek hidup dan kehidupan secara menyeluruh.
Menurut Muzaffar, kebangkitan Islam memiliki 3 parameter, yakni ;
A. Munculnya kesadaran dari dalam kalangan umat Islam sendiri akan pentingnya Islam sebagai sistem hidup.
B.  Dijadikannya kerajaan masa lalu, yaitu masa nabi Muhammad saw dan   khulafaurasyidin sebagai pola, model dan rujukan sekaligus  sebagailandasan perjuangan.
C. Islam dipandang sebagai alternatif dan karena itu dianggap sebagai ancaman Ideologi lainnya.
Disi lain Mutalib ,menyatakan bahwa kebangkitan Islam ditandai 4 ciri, yakni :
A.  Adanya keinginan yang lebih besar untuk memandang Islam sebagaiagama   (  ad-dien ), dimaksudkan agama sebagai pandangan hidupmenyeluruh,  mencakup seluruh aspek kehidupan.
B. Kecendrungan untuk memandang kaum muslimin yang berbeda-beda di dunia ini sebagai satu kesatuan komunitas muslim.
C. Rasa tegar dalam mendukung nilai-nilai cita-cita dan solusi-solusi Islam yang mendasar.
D. Pembentukan Badan-badan atau organisasi-organisasi tipe gerakan yang bertujuan untuk membuat orang Islam lebih terorganisir.
Kajian  mengenai gerakan Islam kontemporer sesungguhnya tidak hanya memerlukan  konstruksi teoritik, tetapi juga memerlukan tersedianya pengetahuan  empiris yang dapat menjelaskan dan mengidentifikasi gerakan.
Gerakan  Islam di abad ke 20, sesungguhnya merupakan  konstruksi dari Gerakan  Islam di masa modern melawan pengaruh, kekuasaan dan kekuatan para  adikuasa didalam wilayah Islam. Jansen mengatakan, bahwa gerakan anti  dominasi Barat telah merata keseluruh kawasan Asia, dari India sampai ke  Indonesia.  Oleh sebab itu tidaklah berlebihan bila saja disimpulkan  bahwa gerakan Islam merupakan salah satu “kekuatan dunia” yang besar,  potensial dan berbeda cara pandang ideologis dalam membangun tata  sosial, politik, ekonomi, bahkan peradaban dunia, sebagaimana ditegaskan  oleh Raschke Kirk dan Taylor, tugas agama dalam  hal ini adalah  menggerakkan agama atau melindungi pengikutnya dari tekanan dan  kehidupan yang tidak menyenangkan serta menghalangi manusia untuk boleh  hidup sempurna, termasuk dalam partisipasi sosial dan politik.
Guna  memahami pergarakan Islam kontemporer, telaah ini bertolak dari sebuah  tinjauan terhadap pandangan yang memahami islam Indonesia dari dua  paradigma, yaitu Islam tradisional dan Islam modernis.
Pada  umumnya, gerakan Islam baik yang tradisional maupun modernis muncul  sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Akar gerakan  Islam tradsional mulai bersemi sekurang-kurangnya bersamaan dengan masuk  dan semakin meluasnya pemeluk Islam di pedalaman Jawa pada saat mana  Islam mulai mengalami proses menyerap dan diserap oleh unsur budaya  lokal.
Ada bermacam jenis gerakan perubahan, pengelompokkan ini  tentu saja dapat berubah-ubah karena suatu pergerakan biasanya ingin  mencakup berbagai aspek dari kehidupannya, seperti pergerakan politik  nasionalis, komunis atau kaum umumnya ingin merubah bentuk pemerintahan  dan lain-lain.
Dengan mengikuti pencirian ini, gerakan  pembaharuan agama berkeinginan untuk sistem agamanya. Pada pembaharuan  Islam misalnya  upacara agama harus diluruskan, kebenaran harus dicari  bukan dari penafsiran yang berlebih-lebihan dari pihak penguasa  melainkan langsung dari ayat-ayat kitab suci.
Gerakan Islam  sebagai Islamic Ideology adalah  gerakan sosial dan keagamaan yang  mengajak umat Islam kembali kepada  “Pinsip –prinsip Islam yang  fundamental, kembali kepada kemurnian etika dengan cara  mengintegrasikannya secara positif (dengan doktrin agama) pada tataran  culture structure, dana kembali kepada keseimbangan hubungan antara  manusia dengan Tuhan, manusia dan masyarakat pada tataran 
social stucture.  Di dalam Islam secara sosio-historis gerakan Islam ditemukan   kaidah-kaiadah”Islami” yang di nampakan secara berbeda oleh pemeluknya  pada masa kurun waktu yang sama dan ditempat yang berlainan seperti ada  dari gerakan Islam mentransformasikan diri  ke arah political rupture  (tindakan kekuatan) sebagai bentuk perlawananya dengan Jihad,  Juga ada  dengan menggunakan cara melalui  pengembangan pendidikan,sosial, budaya,  ekonomi sebagai wujud perlawananya melepaskan segala keterikatannya  dengan sistem Jahiliyah.
c. Perang Ideologi dan Kebudayaan.
Teknologi  Barat dengan segala penemuannya yang sangat menakjubkan dan telah  membanjiri seluruh dunia, membawa pula kebudayaan materialisme dan  sekularisme yang sangat bertentangan dengan Kebudayaan Timur (baca  Islam) yang berdiri teguh di atas dasar kebutuhan dan keagamaan. Seorang  Austria yang telah memeluk agama Islam pada tahun 1922, bernama Leopold  Weiss, menulis sebuah buku bernama “The  Road to Mecca”, dikatakannya:”  Sekarang kita hidup pada suatu masa, di saat Timur tidak dapat tinggal  apatis dan berpangku tangan terhadap barat yang mulai mendesak mereka,  karena beribu ribu kekuatan , baik politik, kemasyarakatan. Dan ekonomi  datang mengetuk pintu dunia Islam. Maka apakah dunia Islam ini akan  tunduk dan menyerah pada peradaban barat.
Dr. Edward J. Byng,  menulis buku pada tahun 1954, dalam bahasa Jerman , berjudul “Die welt  der Araber” ( Dunia arab ) yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa   Inggris dengan nama “The World of the Arab” yang ketika itu di rubah  kedalam Bahasa Belanda dengan persyaratan harus dirubah menjadi “De  Derde Macht” ( kekuatan ketiga), dan dimintakan kata pengantar bagi buku  itu kepada Sultan Otsmaniyah yang paling akhir yang sudah dima’zulkan,  yaitu Sultan Abdul Majid II.
Dia menceritakan  bahwa kebangkitan  suatu umat yang jumlahnya mencapai 400 juta manusia yang memeluk agama  yang satu, agama Islam, yang mendiami daerah yang membentang luas, yang  memanjang dari Tanger di sebelah  barat (Afrika Utara ) sampai ke Irian (  di Indonesia ) disebelah timur, dan garis melebarnya dari tanah tinggi  Pamir ( Asia Tengah) disebelah utara sampai ke daerah timur dan selatan  dari Benua Afrika di sebelah selatan. Lebih di  uraikan lagi bahwa  umat   yang jumlahnya mencapai 1/6 penduduk dunia itu pasti akan datang  masanya mendesak maju ke depan, bergandengan bahu dengan dua kekuatan  dunia yang sudah ada, menjadi kekuatan ketiga. Digambarkannya, bahwa  kalau Amerika dengan sekutunya mempersatukan diri di dalam “Pakta  Atlantik”, dan Rusia dengan seluruh satelitnya mempersatukan diri di  dalam “Pakta warsawa”, maka kekuatan Ketiga sedang mencari bentuk  persatuannya dengan berdasarkan”Pan Islamisme”  dan dia mengatakan   bahwa masanya pasti datang tidak lama lagi, umat Islam tampil ke depan  menjadi kekuatan ke Tiga, dengan Dunia Arab menjadi pelopornya.
Sekiranya dapat dijelaskan dari kedua ideologi kekuatan tersebut, yaitu:
Marxisme  terdiri dari tiga unsur: Pertama, Filsafat dialektik yang diambill dari  Hegel (1770-1841 ), dari dilectical Materialism  muncullah apa yang  dinamakan :Historial Materialism” walaupun contoh yang diberikan kepada  dialektiknya Hegel bahwa feodalisme dilawan oleh kapitalisme menjelma  menjadi sosialisme adalah suatu contoh yang arbitraire. Kedua, Sistem  ekonomi tertentu, diantara bagian-bagian pentingnya adalah gagasan bahwa  nilai itu terdapat dalam kerja, dan bahwa ekonomi liberal, yang  dinamakan keuntungan itu  pada hakekatnya adalah nilai kelebihan  (  surplus value) yang dimakan oleh golongan bermodal (kapitalis). Ketiga,  adalah tentang ketatanegaraan dan revolusi . Bagi Kaum komunis negara  adalah suatu mesin bagi suatu lapisan masyarakat untuk menindas lapisan  lain, untuk  sampai pada kekuasaan tersebut mereka memakai segala upaya  termasuk kekerasan dan kekjaman.
Kapitalisme, merupakan  lawan  dari komunisme, terutama dalam pandangannya tentang masalah kerja dan  nilai kerja. Bila komunisme menitik beratkan, bahwa jasa hasil produksi  yang terbesar adalah pada tenaga kerja (buruh), maka kaum kapitalis  beranggapan bahwa jasa terbesar adalah pada kapital atau pemilik kapital  ( modal). Dengan demikian mereka beranggapan, bahwa kapital adalah  merupakan kunci suksesnya dunia usaha. Didalam masyarakat kapitalis  setiap Individu memiliki hak dan kebebasan yang luas dalam dunia usaha.  Dalam perjuangan hidup berlaku semboyan yang terkenal Laisser faire,  Laisser passer, yakni biarkan apa yang terjadi menurut kodrat  masing-masing dan jangan diadakan pembatasan. Segala bentuk persaingan  adalah bebas menurut kadar kemampuan nya. Siapa yang kuat adalah yang  menang, siapa yang lemah dialah yang ditendang. Dari sinilah muncul  liberalisme..
Untuk mempelajari perubahan-perubahan pada suatu  masyarakat perlu dilakukan pengambilan contoh dan pembuatan sintesa data  yang berbeda. Gejala-gejala perdebatan di  sektor yang berbeda-beda  seperti sektor ekonomi, politik, agama, pendidikan serta dari bermacam  daerah, dan golongan. Oleh karena itu implikasi paling fundamental dari  gerakan Islam kontemporer adalah usaha yang giat untuk mengerahkan  segala tatanan masyarakat pada sebuah bentuk visi dan realitas yang  berinspirasikan ideologi.
d. Issue pemahaman  Kelompok Islam Keras vs Moderat
Adanya    pengelompokan yang  dikembangkan  oleh beberapa intelek muslim yang  sekuler  yang juga merupakan Jaringan asing maupun ormas  tertentu dalam  mencitrakan  pemahaman  dan karakter,  dimaksudkan untuk  memberikan  penilaian buruk terhadap pelaku-pelaku Islam yang komitmen, Seperti   dengan sebutan Islam Keras atau ekslusif yaitu suatu kelompok  yang  berusaha keras mempertahankan kemurnian ajaran agama   ( ortodoksi )  dengan melakukan cara-cara aksi-aksi kekerasan dan ini dapat terlihat  pada kehidupan  keagamaan dan kemasyarakatan, maupun dalam pandangan   dan sikap politiknya berkaitan dengan  negara. Kebijakan dan tindakan  negara terhadap kelompok ini di tafsirkan sebagai politik kekerasan  dapenindasan serta peminggiran Islam dari proses dan kehidupan politik,  serta melanggar hak-hak sipil dan bahkan lebih luas lagi.
e. Tuduhan Aksi Jihad  adalah  Teror
Perjalanan  sejarah menyebutkan bahwa orang yang menjadi aksi kekerasan di  Indonesia maupun di negara lain, selalu diawali dengan sikap  keberagamaan yang militan dan menginduk pada organisasi dan sejumlah  tokoh spiritualnya Dalam hal ini kita dapat melihat bagaimana dunia  menilai gerakan Pan Islamisme, Ikhwanul Muslimin Mesir (Hasan Al-Banna  tahun 1927), Jama’tul Muslimin Pakistan (Abul’ala Al-Maududi), Revolusi  Islam Islam Iran (Ayatullah Khumaini 1979), Jama’ah Jihad Fisabilillah  Lampung (Warsidi), Komano Jihad Warman, Jama’ah Imran (Bandung) dan lain  sebagainya, merupakan kelompok keagamaan yang memperjuangkan  prinsip-prinsip keagamaan secara mendasar dengan cara yang ketat, tegas,  dan keras tanpa kompromi, yang disebut dengan fundamentalis, militan.
Mochtar  Buchori, menjelaskan, Aktivitas yang dilakukan oleh kelompok radikal  keagamaan secara realistik memang sering menimbulkan ketegangan dalam  kehidupan masyarakat. Meskipun demikian, adanya ketegangan tersebut  bukan berarti mereka bisa begitu saja disebut radikal.
Menurut  Bruce Lawrence, memasukan sosiologis fundamentalisme kedalam suatu  “tuntutan kolektif”, yaitu tuntutan agar keyakinan dan nilai-nilai etika  yang diajarkan oleh agama diterima oleh mayarakat dan secara legal  wajib dilaksanakan.
Suatu keniscayaan bagi setiap kelompok untuk dapat menanamkan apa yang menjadi tujuan padangan hidupnya.
Maka  berangkat dari pengertian tersebut radikalisme muncul karena adanya  suatu keterkaitannya atas pertentangan secara tajam antara nilai-nilai  yang diperjuangkan oleh kelompok tertentu dengan tatanan nilai yang  berlaku atau dipandang mapan pada saat itu, sehinga pandangan tersebut  lebih menafikan pluralisme dan kecendrungan untuk menggolongkan manusia  hanya berdasarkan agama atau kepercayaan yang dianutnya.
Meskipun  keberadaan predikat aksi kekerasan itu sangat santer terhadap pandangan  fundamentalis, namun bukan berarti  final dan berhenti tanpa suatu  kajian-kajian ilmiah. Sebab aksi-aksi yang dipandang sebagai suatu  perbuatan sadis itu dapat dipertanggungjawabkan oleh sebuah penelitian,  sebagai tindak lanjut mencari akar kekerasan, sehingga apakah  cara  pandang dan penghayatan atas agama yang selama ini menjadi fokus  pemberitaan berbagai media adalah keliru, atau merupakan ekspresi dari  ketidak adilan  dan kedzhaliman dari suatu aksi hegemoni kekuasaan atau  juga merupakan suatu gerakan dari jaringan internasional yang menanamkan  rasa solidaritas. Sebagaaimana adanya isu jaringan teroris Jama’ah  Islamiyah dan Al-Qaedah pimpinan Usamah Bin laden. Serta sejumlah  peneliti asing yang mempunyai kepentingan-kepentingan terhadap ideologi  global seperti Sidney Jones dan pengakuan Mantan Anggota Jama’ah  Islamiyah Nasir Abas  yang menulis buku “Membongkar Jama’ah Islamiyah”
Pada  dasarnya aksi kekerasan merupakan suatu ekspresi dari perilaku yang  menggunakan sauatu kekuatan sebagai pembelaan diri dengan motif yang  berbeda-beda. Dari aksi kekerasan tersebut tidak sedikit mendatangkan  banyak korban, sehingga kekerasan dipandang sebagai wasilah untuk  mencapai tujuan. Dan hal ini banyak dijadikan landasan pada  semua faham  atau ideologi tertentu, dimana langkah tersebut diambil sebagai proses  siasat memperoleh suatu perubahan yang diinginkan.
Menyikapi  kekerasan, sudah jelas bahwa kekerasan berbeda dengan ‘jihad’ atau  ‘irhab’ yang selama ini selalu menjadi sterotype bagi sebagian kalangan.  bahwa definisi teror yang merupakan perbuatan dengan menggunakan  kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai suatu tujuan,  terutama tujuan politik dan bahkan istilah ‘teror’ dalam bahasa Arab  sering disalahartikan dengan dicantumkannya kata ‘irhab’, selalu yang  tertuju kepada umat Islam. Dengan tegas bahwa pengertian dalam bahasa  Arab ini tidak sama dengan kata ‘irhab’ yang dipergunakan dalam  Al-Qur’an, ketika memerintahkan agar orang beriman melakukan ‘irhab’  terhadap orang kafir .
Ada kekeliruan orang –orang yang tidak  suka terhadap  syariat Islam , Jawahir Thantawi, dalam tulisannya  menjelaskan bahwa timbulnya persepsi keliru tentang syariat Islam yang  diidentikan dengan kekerasan yang pada umumnya karena dikaitkan dengan  pelaksanaan hukum pidana Islam. Misalnya, ada hukuman mati (qishash)  yang dikenakan kepada kejahatan nyawa, murtad, dan pemberontakan, sanksi  hukuman potong tangan bagi pencuri lelaki atau perempuan, sanksi  hukuman lempar batu (rajam) bagi pezinah lelaki permpuan.
Karena  itu, kekeliruan pemahaman yang menyamakan syari’ah Islam sebagai  kekerasan karena diidentikan hukuman pidana Islam itu tidak tepat.
Jika  melihat  berbagai gerakan jihad sepanjang sejarah muslim dapat  diketahui terdapat kelompok-kelompok muslim yang menggunakan atas nama  jihad untuk mencapai agenda sendiri. Namun terdapat pula kecenderungan  yang keliru di Barat yang menganggap radikalisme jihad merupakan  fenomena umum dalam masyarakat muslim secara keseluruhan. Tragedi  peledakan Gedung WTC, 11 September 2001, sebagai kali pertama selogan  momentum “perang melawan teroris” kepada dunia oleh Amerika, yang  merupakan lanjutan dari kesepakatan Ronald Reagan dan juga George Bush,  pada tanggal 14 April 1986, yang memerintahkan pengeboman terhadap dua  kota di Libya, Tripoli dan Benghhazi, menyusul pada hari kamis, 21  Agustus 1998 Amerika Serikat melakukan kembali serangan militer terhadap  negara Sudan dan Afghanistan.
Pada aksi tersebut, tidak sedikit   dari elemen bangsa mengeluarkan pernyataan sikap keras mengutuk  pemboman oleh Amerika  Serikat atas negara Muslim tersebut. Bercermin  pada aksi tersebut Aksi kekerasan merupakan fenomena didalam kehidupan  modern.
Menurut seorang pakar perang Israel Martin van Craveld,  jika seseorang atau negara memerangi aksi kekerasan (terorisme), maka  dia akan menjadi teroris. “When you fight terrorism, you become a  terrorist”.
Sementara itu gerakan-gerakan radikal tumbuh karena  berbagai inspirasi, agama, sosial, dan politikMenurut Hoarce M Kallen,  radikalisme ditandai oleh tiga kecendrungan umum : Pertama, radikalisme  merupakan respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Respons  tersebut muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, atau bahkan  perlawanan. Masalah-masalah yang ditolak dapat berupa asumsi, ide,  lembaga, atau nilai-nilai yang dapat bertanggung jawab terhadap  keberlangsungan keadaan yang ditolak.
Kedua, radikalisme tidak  berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya mengganti  tatanan lain. Ciri ini menunjukkan bahwa di dalam radikalisme terkandung  suatu program atau pandangan dunia (worldview) tersendiri.
Ketiga,  kaum radikalis memiliki keyakinan yang kuat akan kebenaran program atau  ideologi yang mereka bawa. Dalam gerakan sosial, kaum radikalis  memperjuangkan keyakinan yang mereka anggap benar dengan sikap emosional  yang menjurus pada kekerasan.
Sementara Pandangan Barat sering  menghubungkan antara jihad dengan terorisme. Yang sesungguhnya dua hal  tersebut mempunyai sudut pandang yang berbeda. Penggunaan kekerasan atau  teror tidak langsung dikatakan sebagai terorisme. Karena teror bisa  dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan kriminal dan persnal.
Sebaliknya  seperti yang dikemukakan Thornton, terorisme adalah penggunaan teror  sebagai tindakan simbolis yang dirancang untuk mempengaruhi  kebijaksanaan dan tingkah laku politik dengan cara ekstra normal  khususnya penggunaan ancaman kekerasan. Dalam lingkup pengertian ini,  Thornton membedakan dua teori pembedaan teror. Pertama, adalah  enforcement terror, yang digunakan penguasa untuk menindas tantangan  terhadap kekuasaan mereka. Kedua, agitational terror, yakni kegiatan  teroristik yang dilakukan mereka yang ingin mengganggu tatanan yang  mapan untuk kemudian menguasai tatanan politik
Dengan demikian  Jihad berbeda sangat dengan aksi kekerasan. Agama telah menjadi suatu  kekuatan dunia yang tidak lagi terbatas memberikan pengaruh bagi  kehidupan politik melalui interaksi dengan lapisan penguasa. Bahkan yang  terpenting adalah perpindahan agama dari tingkat global dan kolektif  ketingkat bagian-bagian atau individu. Islam sebagai kekuatan yang  memiliki prinsip bahwa kebenaran tanpa kekuatan tidak memiliki arti.  Islam dalam sejarahnya didominasi oleh pengertian jihad, yang berarti  kemampuan seseorang dalam mengetengahkan dirinya untuk merealisasi  tujuan luhur dakwah Islamiyah. Sehingga Pengertian seperti ini hanya  merupakan wajah lain dari pengertian terdahulu yang dinamakan dengan  ‘terorisme internasional’.
IV. KEBANGKITAN UMAT ISLAM SUATU KENISCAYAAN
Pada  kawasan Islam yang luas ini terdapat puluhan bahkan ratusan Jama’ah  Islam, baik bersifat lokal, nasional, maupun Internasional dengan corak  dan karakter yang berbeda-beda. Namun semuanya telah memberi warna  pergerakan Islam.
W.G . Palgrave pada tahun 1872 menulis, “Umat  Islam selalu sadar ketidak tentuan yang selalu terjadi dan perpecahan  yang membingungkan Dunia Kristen sekarang ini, juga terhadap  ketidakstabilan yang menyusahkan masyarakat Eropa modern dewasa ini.  Dipandang dari sudut mereka sendiri, umat Islam bagaikan orang yang  berdiri tenang di tempatnya yang kokoh kuat di tengah-tengah segala yang  bergejolak, yang tidak merata.
Scawen  Blunt meneruskan  tulisannya sampai 15 Januari 1882, yang akhirnya dsusun menjadi suatu  buku yang bernama  “The Future of Islam”, Buku inilah yang pertama kali  membuat ramalan tentang kebangkitan Islam.
Dia mengemukakan 4 faktor yag penting, yang menyebabkan kebangkitan umat Islam tidak pernah berhenti, yaitu:
1. Ibadah Haji yang dikerjakan setiap tahun
2. Pemusatan pemerintahan Islam yang ditanamkan “ Khilafah”  yang ketika itu di Turki.
3. Adanya tanah suci Islam.
4. Berkobarnya gerakan reformasi (kebangunan).
Maka  sasaran pertama yang harus dilakukan untuk melumpuhkan kebangkitan  Islam, ialah mengroyok beramai-ramai Kerajaan Otsmaniyah di Turki yang  dianggap sebagai pusat Dunia Islam, dan kemudian mematikan gerakan  reformasi yang sedang dibangkitkan  oleh Jamaluddin al_Afghani dan  Syaikh Muhammad Abduh dengan gerakan  yang terkenal “Pan Islamism”  Adapun dua faktor lainnya sangat sukar dihapusakan, yaitu Ibadah Haji  dan tanah suci Mekkah, karena keduanya merupakan dasar utama di dalm  Islam.
Juga senada dengan di atas, Lothrop Stoddard dari Amerika  memprediksi  yang sama pula dalam Bukunya “The New World of Islam” (  dunia baru Islam), yang diterbitkan pada tahun 1921, seusainya Perang  Dunia I, tetapi menjelang turun takhtanya sultan  Ostmaniyah yang  terakhir, pada 1924. Dia menegaskan bahwa meskipun khilafah sudah dapat  ditumbangkan selama ummat Islam masih dapat bebas menegrjakan haji dan  berkunjung  ketanah suci Mekkah, tetap ancaman bahaya bagi Barat tidak  akan hilang.
Sehubungan dengan pokok-pokok pembahasan  di atas,  maka ada beberapa hal yang perlu dikaji dan menjadi perhatian pada  setiap muslim dan aktifis gerakan Islam  diantaranya:
1. Memahami faktor kelemahannya.
a. Adanya berbagai pemikiran tidak Islami yang menghadang dunia Islam.
b. Pola integrasi umat Islam:
- adanya penyakit firaunisme, sektarisme dan vested-intereses yang menyebabkan disintegrasi umat Islam.
c. Pemisahan kepemimpinan addien dan siyasah.
d. Kurangnya pentarbiyahan yang baik.
e. Hilangnya tanggung jawab dakwah dan jihad pada umat ini.
f. Berjuang untuk mencapai mahamat yang bukan Islam
2.Memahami strategi musuh-musuh Islam dimanapun juga:
a.Merubah al-Islam dengan jalan memberikan gambaran yang salahtentang Islam. Sebagai contoh mentafsirkan
Al-Qur’an dengan  cara menggunakan metode Hermeneutik.
b. Memisahkan umat Islam dari ajarannya yang hakiki, yakni Al-Islam.
c. Memisahkan dan mempertentangkan golongan umat Islam yang satu dari dan terhadap golongan Islam yang lainnya.
V. PENUTUP
Akhir  dari  acara seminar ini diharapkan dapat merumuskan persoalan  dan  memberikan sesuatu kebaikan , dan mengembangkn  potensi umat pada  kesadaran li’lakalimatillah iya ulya, dalam eksistensi seorang individu,  keluarga masyarakat dan Negara.
Pada pertemuan kali ini dapatlah  kiranya untuk dapat disimpulkan pada masing-masing  pribadi peserta  seminar, menilai dan berpendapat dan bersikap  bagaimana seharusnya dan  sebaiknya. 
Wallahu ‘alam, Barakallahufikum. 
Source:  
http://arrahmah.com/index.php/blog/read/10532/masa-depan-pergerakan-islam-di-indonesia#ixzz1Aecbn1zm