Tapi cuaca bukan halangan bagi beberapa wakil produsen mobil mewah sekelas Volvo, Ford dan Toyota untuk berpartisipasi dalam sebuah Workshop Internasional di bidang Teknologi Katalis yang diselanggarakan tanggal 1-4 Maret 2005 di Scheveningen. Tujuan mereka tak lain adalah untuk ikut mengamati perkembangan teknologi katalis untuk pengurangan emisi gas buang. Cita rasa internasional kental terasa di ruangan seminar. Beberapa tokoh besar di bidang katalis heterogen seperti Profesor Alexis T Bell (UC Berkeley), Prof. Albert Renken (EPFL Lausanne), dan Prof. Kapteijn (TU Delft) turut andil sebagai pembicara utama.

Sejak Protokol Kyoto di tahun 1997, sebuah konvensi PBB tentang perubahan iklim dan pemanasan global ditandatangani, negara-negara maju mesti bergegas guna mengambil langkah stategis dalam mengurangi emisi gas buang. Protokol Kyoto resmi diberlakukan secara internasional pada tanggal 16 Februari 2005 silam setelah melewati tarik ulur yang alot sejak tahun 1997. Negara-negara yang menandatangani amandemen ini berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (greenhouse gases) seperti CO2, N2O, HFCs dan PFCs.

Secara umum, Workshop ini membahas kemajuan katalisis dengan Microporous (zeolites) dan Mesoporous Materials yang mengandung Transitional Metal Ions seperti Besi (Fe), Tembaga (Cu) dan Kobalt (Co). Topik yang paling menyedot perhatian adalah perkembangan katalis Fe-Zeolites untuk Penguraian dan reduksi Nitrous oxide (N2O), gas rumah kaca yang menyerang lapisan ozon lebih ganas dari CO2. Pabrik asam Nitrat adalah sumber utama dari gas polutan yang satu ini. Banyak katalis yang aktif dalam reaksi penguraian N2O, namun hanya sedikit yang stabil dalam kondisi nyata di industri. Dua fokus riset yang diajukan Profesor Alexis Bell adalah Fe-ZSM-5 dan Fe-SBA-15. Katalis Fe-ZSM-5 merupakan katalis paling rumit untuk dikelasnya. Peran katalis ini dalam penguraian N2O (N2O decomposition) adalah riset yang ÁÏyaris wajib¡¦bagi beberapa grup riset terkemuka, karena daya tarik ilmiahnya bagai kalangan akademisi. Kendala terbesar dalam memahami kinetika reaksi dan optimasi Fe-ZSM-5 adalah tidak adanya keseragaman dalam proses sintesa dan produksinya dan rumitnya karakterisasi katalis populer ini. Beberapa teknik karakterissi terbaru seperti XANES (X-ray Absorption Near Edge Structure) dan EXAFS (Extended X-ray Absorption Fine Structure) diajukan guna mempelajari katalis dan mekanisme reaksi.

Yang juga tak kalah menarik dibahas adalah katalis bagi catalytic converteruntuk dunia otomotif. Mobil keluaran terbaru biasanya sudah dilengkapi dengan Three Way Catalytic Converter (TWC). Converter yang tersedia umumnya logam mulia (Platinum dan Rhodium) dengan support yang memiliki spesific surface area yang luas dalam kerangka honeycomb monolith. Logam mulia Platinum dan Rhodium dipilih karena memiliki selektifitas dan konversi yang tinggi pada CO dan oksidasi senyawa hidrokarbon dan reduksi NOx. Seementara itu Palladium juga banyak digunakan bila bahan bakar tidak mengandung timbal yang meracuni katalis logam mulia tersebut. Logam lain seperti Ceria, zirconium dan Lanthanum oxide ditambahkan untuk menambah stabilitas katalis.

Sementara itu, produsen mobil mewah Volvo kembali melirik Cu-ZSM-5, jenis katalis yang dulu pernah di cap tidak stabil. Kini, dengan penurunan suhu gas buang pada kendaraan mewah, membuat Cu-ZSM-5 kembali menjadi primadona bagi beberapa produsen mobil. Teknologi emisi gas buang dari mobil dan truk memang tantangan bagi bagi peneliti di dunia katalisis. Untuk penerapan di kendaraan bermotor, katalis yang dipasang harus benar-benar robust. Betapa tidak, bervariasinya suhu gas buang dari cold start dampai full load (800 K) dan bervariasinya laju alir massa dan komposisi gas buang membutuhkan katalis yang stabil (thermal dan hydrothermal), bahan katalis yang tidak mudah teracuni oleh sulfur dan memiliki aktifitas dan selektifitas bagi reduksi NOx. Setidaknya, untuk kendaraan diesel, Cu-ZSM-5 dari beberapa riset grup sudah diklaim siap pakai.

Katalis lain yang juga ramai dibahas untuk mengurangi emisi gas polutan NOx yang dihasilkan industri (power plant dan gas tubine) adalah Co-zeolites. Katalis jenis ini diajukan untuk pengolahan gas buang (de-NOx) seperti Selective Catalytic Reduction (SCR). Sistem SCR bukanlah teknologi baru. Akhir tahun 1970-an, instalasi komersial dari teknologi ini sudah dipakai di industri. Namun, kebutuhan untuk mengurai emisi yang semakin ketat memaksa para insiyur kimia dan kimiawan untuk tidak berhenti menemukan katalis terbaik.

Singkatnya, beragam katalis baru siap dipasang dan adu unjuk kerja di kendaraan seri terbaru. Polusi udara dan isu pemanasan global yang banyak dipakai aktivis lingkungan untuk menyerang kalangan industri berangsur-angsur teratasi. Namun Kota-kota besar Indonesia, mungkin harus bersabar untuk menikmati kemajuan teknologi katalis ini karena catalytic converter baru terpasang di beberapa mobil mewah. Mimpi untuk melindungi masa depan bumi di daerah khatulistiwa mungkin harus disimpan untuk sementara. Yang realistis adalah kita harus terus mengurangi kadar timbal di udara, karena bensin bebas timbal belum milik semua kota di tanah air. Bebas timbal di bahan bakar berarti mengurangi kadar racun (toksin) di kepulan asap knalpot, yang ganas menyerang dan merusak otak pada anak-anak di jalanan Jakarta dan kota-kota rawan macet lainnya.