Kamis, 16 Juni 2011

Tugas SPI

BAB I PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang Masalah
Negara Kesatuan adalah negara yang pemerintah pusat atau nasional memegang kedudukan tertinggi, dan memiliki kekuasaan penuh dalam pemerintahan sehari-hari. Tidak ada bidang kegiatan pemerintah yang diserahkan konstitusi kepada satuan-satuan pemerintahan yang lebih kecil (dalam hal ini, daerah atau provinsi).
Dalam negara Kesatuan, pemerintah pusat (nasional) bisa melimpahkan banyak tugas (melimpahkan wewenang) kepada kota-kota, kabupaten-kabupaten, atau satuan-satuan pemerintahan lokal. Namun, pelimpahan wewenang ini hanya diatur oleh undang-undang yang dibuat parlemen pusat (di Indonesia DPR-RI), bukan diatur di dalam konstitusi (di Indonesia UUD 1945), di mana pelimpahan wewenang tersebut bisa saja ditarik sewaktu-waktu.
Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi, di mana ini dikenal pula sebagai desentralisasi. Namun, kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan pemerintah pusat dan dengan demikian, baik kedaulatan ke dalam maupun kedaulatan ke luar berada pada pemerintah pusat.
Miriam Budiardjo menulis bahwa yang menjadi hakekat negara Kesatuan adalah kedaulatannya tidak terbagi dan tidak dibatasi, di mana hal tersebut dijamin di dalam konstitusi. Meskipun daerah diberi kewenangan untuk mengatur sendiri wilayahnya, tetapi itu bukan berarti pemerintah daerah itu berdaulat, sebab pengawasan dan kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat-lah sesungguhnya yang mengatur kehidupan setiap penduduk daerah.
Keuntungan negara Kesatuan adalah adanya keseragaman Undang-Undang, karena aturan yang menyangkut ‘nasib’ daerah secara keseluruhan hanya dibuat oleh parlemen pusat. Namun, negara Kesatuan bisa tertimpa beban berat oleh sebab adanya perhatian ekstra pemerintah pusat terhadap masalah-masalah yang muncul di daerah.
Penanganan setiap masalah yang muncul di daerah kemungkinan akan lama diselesaikan oleh sebab harus menunggu instruksi dari pusat terlebih dahulu. Bentuk negara Kesatuan juga tidak cocok bagi negara yang jumlah penduduknya besar, heterogenitas (keberagaman) budaya tinggi, dan yang wilayahnya terpecah ke dalam pulau-pulau. Untuk lebih memperjelas masalah negara Kesatuan ini, baiklah kami buat skema berikut :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwc2E1mlPurVf4YXb3hWMowygJfcRe2_SDSdj56mHCpiV_fu7HjEUagCUHnB3jq5dLXouanG266cT3Ok36_XP59tsn2qzgjgdNgs2MbIqz2X_av3cNrzp8fPkDxFCb9GyV9bn-Ix3nUO8/s400/kesatuan.png
Ada sebagian kewenangan yang didelegasikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, yang dengan kewenangan tersebut pemerintah daerah mengatur penduduk yang ada di dalam wilayahnya. Namun, pengaturan pemerintah daerah terhadap penduduk di wilayahnya lebih bersifat ‘instruksi dari pusat’ ketimbang improvisasi dan inovasi pemerintah daerah itu sendiri.
Dalam negara Kesatuan, pemerintah pusat secara langsung mengatur masing-masing penduduk yang ada di setiap daerah. Misalnya, pemerintah pusat berwenang menarik pajak dari penduduk daerah, mengatur kepolisian daerah, mengatur badan pengadilan, membuat kurikulum pendidikan yang bersifat nasional, merelay stasiun televisi dan radio pemerintah ke seluruh daerah, dan bahkan menunjuk gubernur kepala daerah.
Melihat kenyataan dari Negara Indonesia sekarang, SDM rakyat Indonesia tidak merata, apa mungkin bisa mengurus suatu daerah dengan benar. Sedangkan daerah yang sudah maju saja belum bisa mengurus daerahnya dengan benar. Ambil contoh dari daerah papua dan daerah yang belum maju dari segi SDM nya. Apakah mereka sudah yakin bisa mengurusi daerahnya dengan benar.
Kalau menerapkan otonomi daerah didaerah yang SDM nya sudah mencukupi, mungkin bisa menerapkan Negara federal. Tapi bagaimana di daerah yang SDM nya kurang mencukupi, tidak mungkin mereka bisa mandiri dengan sendiri. Sedangkan semua daerah di Indonesia SDM nya kurang merata, biarpun sumber daya alamnya banyak. 
                                                           
2.    Tujuan
Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Politik Indonesia

3.    Manfaat
A.   Mengetahui perbedaan Negara Kesatuan Sistem Sentralisasi dengan Negara Kesatuan Sistem Desentralisasi
B.   Dapat mengetahui kelebihan dari Negara kesatuan
C.   Dapat menerapkan Negara Kesatuan Sistem Desentralisasi
D.   Mengetahui tentang Negara federal

4.    Rumusan Masalah
A.   Apa yang dimaksud dengan Negara Kesatuan
B.   Apakah Perbedaan Negara Kesatuan Sistem Desentralisasi dengan Negara Federal
C.   Bagaimana Menerapkan Negara kesatuan Sistem Desentralisasi di Negara Indonesia
D.   Bisakah menerapkan Negara Federal di Negara Indonesia




BAB II PEMBAHASAN

A.   Negara Kesatuan

Negara kesatuan adalah negara yang kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar. Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan daerahnya dapat dijalankan secara langsung. Dalam negara kesatuan, hanya ada satu undang-undang, satu kepala negara, satu dewan menteri, dan satu parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan, yaitu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam segala lapangan pemerintahan.
Negara kesatuan memiliki dua ciri mutlak, yaitu: Pertama, adanya supremasi dari Dewan Perwakilan Rakyat Pusat; dan kedua, tidak adanya badan-badan lain yang berdaulat. Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu negara kesatuan: dengan sistem sentralisasi dan dengan sistem desentralisasi.
Dalam negara kesatuan yang menggunakan sistem sentralisasi, semua hal diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan perintah-perintah dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat. Jadi, daerah tidak mempunyai wewenang untuk membuat peraturan-peraturan dan mengurus urusan daerahnya sendiri.
Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi mempunyai kelemahan dan kelebihan. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain:
1.      bertumpuknya pekerjaan di pemerintah pusat, sehingga seringkali menghambat kelancaran jalannya pemerintahan.
2.      peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat sering tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah yang beraneka ragam.
3.      keputusan-keputusan dari pemerintah pusat sering terlambat.

Kelebihan negara kesatuan dengan sistem sentralisasi adalah antara lain:
1.      adanya keseragaman atau persamaan peraturan di seluruh wilayah negara.
2.      penghasilan daerah dapat dipergunakan untuk kepentingan seluruh wilayah negara.

Dalam negara kesatuan dengan sistem desentalisasi, daerah-daerah memperoleh keleluasaan untuk mengurus urusannya sendiri sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah tersebut. Wilayah negara dibagi menjadi daerah-daerah dan pemerintah pusat memberikan kekuasaan tertentu kepada daerah-daerah itu yang biasa disebut pemerintah daerah. Untuk menampung aspirasi rakyat di daerah, dalam pemerintah daerah dibentuk DPRD. Pemerintah daerah itu tidak mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam pemerintahan, karena kekuasaan tertinggi tetap ada pada pemerintah pusat.
Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi memiliki keuntungan dan kelemahan. Namun, apabila dibandingkan, ternyata lebih banyak keuntungannya daripada kelemahannya. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain adalah:
1.      pembangunan di daerah akan berkembang sesuai dengan ciri khas daerah itu sendiri.
2.      peraturan dan kebijakan di daerah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah itu sendiri.
3.      tidak bertumpuknya pekerjaan di pemerintah pusat, sehingga jalannya pemerintahan lebih lancar.
4.      partisipasi dan tanggung jawab masyarakat terhadap daerahnya akan meningkat.

Sedangkan kelemahannya adalah adanya ketidakseragaman peraturan dan kebijakan serta kemajuan pembangunan tiap-tiap daerah.

B.   Perbedaan Negara Kesatuan Sistem Desentralisasi dengan Negara Federal

Negara Kesatuan sistem Desentralisasi : Adalah negara kesatuan yang semua urusan pemerintahannya tidak diurus sepenuhnya oleh pemerintah pusat, melainkan sebagian urusan pemerintahannya didelegasikan atau diberikan kepada daerah–daerah untuk menjadi urusan rumah tangga daerah masing–masing. Dalam negara kesatuan sistem desentralisasi daerah berstatus sebagai daerah otonom. Contoh Indonesia berdasarkan ketentuan pasal 18 UUD 1945 menganut sistem desentralisasi.
Kebaikan negara kesatuan sistem desentralisasi :
1.      Tugas pemerintah pusat menjadi ringan.
2.      Daerah dapat mengatur daerahnya dengan sebaik–baiknya sesuai dengan kondisi dan situasi masing–masing.
3.      Demokrasi dapat berkembang ke daerah–daerah.
4.      Peraturan yang dibuat pemerintah daerah akan sesuai dengan kondisi daerahnya.
5.      Pembangunan di daerah akan berkembang.
6.      Partisipasi dan tanggung jawab rakyat terhadap daerahnya akan meningkat
Kelemahan negara kesatuan sistem desentralisasi :
1.      Peraturan daerah di seluruh wilayah negara tidak seragam.
2.      Timbulnya peraturan daerah yang bermacam–macam, sehingga sulit untuk dipelajari.

Negara Serikat. Adalah suatu negara yang terdiri dari beberapa negara bagian dengan pemerintah pusat (federal) yang menyelenggarakan kedaulatan keluar, sedangkan kedaulatan kedalam tetap ada pada pemerintah negara bagian.
Dalam negara serikat ada dua macam Pemerintahan yaitu :

1.      Pemerintah Federal : Biasanya pemerintah federal mengurusi hal–hal yang berhubungan dengan hubungan luar negeri, keuangan, pertahanan negara dan pengadilan.
2.      Pemerintah negara bagian : Di dalam negara serikat, setiap negara bagian diperkenankan memiliki  Undang–Undang Dasar, Kepala negara, Parlemen dan Kabinet sendiri.
Contoh negara serikat : AS, Australia, Kanada, Swiss, Indonesia masa KRIS 1949.
Persamaan antara negara kesatuan sistem desentralisasi dengan Negara serikat :
1.      Keduanya pemerintah pusatnya sama–sama memegang kedaulatan keluar.
2.      Daerah–daerah bagiannya sama–sama mempunyai hak otonom.
Perbedaan antara negara kesatuan sistem desentralisasi dengan negara serikat :
No.
Negara Kesatuan sistem Desentralisasi
Negara Serikat
1.
Hak otonom daerahnya diperoleh dari pemerintah pusat.
Hak otonom negara bagiannya merupakan hak asli.
2.
Daerah bagiannya berstatus daerah otonom.
Daerah bagiannya berstatus negara.
3.
Daerah otonom tidak memiliki wewenang membuat undang–undang.
Negara bagian memiliki wewenang mem buat undang–undang.
4.
Wewenang membuat UUD hanya ada ditangan  pemerintah pusat.
Wewenang membuat UUD ada pada pemerin tah federal dan pemerintah negara bagian.
5.
Kekuasaan pemerintah pusat merupakan asli.
Kekuasaan pemerintah federal berasal dari masing–masing negara bagian.
6.
Kekuasaan mengatur rumah tangga yang dimiliki daerah relatif terbatas.
Negara bagian memiliki kekuasaan mengatur rumah tangga daerahnya relatif luas.

C.   Menerapkan Negara Kesatuan Sistem Desentralisasi di Negara Indonesia
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang pada level bawah pada suatu suatu organisasi. Pada sistem pemerintahan yang terbaru tidak lagi menerapkan sistem pemerintahan sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang tadinya diputuskan seluruhnya oleh pemerintah pusat.
Kelebihan sistem ini adalah sebagian keputusan dan kebijakan yang ada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa campur tangan pemerintah pusat. Namun kekurangan dari sistem ini adalah pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi. Hal ini terjadi karena sulit dikontrol oleh pemerinah pusat.
Rontoknya nilai-nilai otokrasi Orde Baru telah melahirkan suatu visi yang baru mengenai kehidupan masyrakat yang lebih sejahtera ialah pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia, hak politik, dan hak asasi masyarakat (civil rights). Kita ingin membangun suatu masyarakat baru yaitu masyarakat demokrasi yang mengakui akan kebebasan individu yang bertanggungjawab. Pada masa orde baru hak-hak tersebut dirampas oleh pemerintah. Keadaan ini telah melahirkan suatu pemerintah yang tersebut dan otoriter sehingga tidak mengakui akan hak-hak daerah. Kekayaan nasional, kekayaan daerah telah dieksploitasi untuk kepentingan segelintir elite politik. Kejadian yang terjadi berpuluh tahun telah melahirkan suatu rasa curiga dan sikap tidak percaya kepada pemerintah. Lahirlah gerakan separtisme yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, desentralisasi atau otonomi daerah merupakan salah satu tuntutan era reformasi.
Adapun mengenai tujuan dari desentralisasi yang berdasarkan kepada landasan filosofis bagi penyelenggaraan pemerintah daerah sebagaimana yang dimaksud oleh The Liang Gie  (Jose Riwu Kaho, 2001 Hal 8 )  adalah
1.      Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan desentralisasi         dimaksud untuk mencegah penumpukan kekuasaan di suatu daerah
2.      Dalam bidang Politik, dsentralisasi dianggap sebagai pendemokrasian, dalam rangka menarik minat rakyat untuk berpartisipasi dalam pemerintahan (pendidikan Politik)
3.      Dari persfektif teknik organisatoris pemerintah desentralisasi dimaksud unutk mencapai efensiensi
4.      Dari sudut kultur desentralisasi diharapkan perhatian sepenuh nya ditumpahkan kepada daerah, seperti, geografi, ekonomi, politk, kondisi masyarakat, kultur
5.      Diharapkan pemerintah daerah lebih memfokuskan pembangunan di daerah tersebut

Otonomi Daerah

Pada tataran aplikatif bahwa antara otonomi daerah dan desentralisasi tidak ada punya perbedaan keduanya memiliki esensial bahwa bagai mana daerah tersebut bebas menentukan masa depan mereka sendiri
Otonomi menurut UU no 22/1999 tentang otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang kepada daerah untuk mengurusi daerahnya ssesuai dengan UU[7] dalam kerangka NKRI. Menurut ekonomi Manajemen dalam otda pengambilan keputusan-keputusan dipangkas, cukup di tingkat daerah sehingga menghemat energi dan biaya. Berdasarkan pada UU no 22/1999, prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daearah sebagai sebagai berikut :
1.    Pelaksanaan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek-aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2.      Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab.
3.      Pelaksanaan otonomi luas berada pada daerah tingkat kabupaten dan kota, sedangkan pada tingkat propinsi otonomi terbatas.
4.      Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjaga hubungan yang serasi antar pusat dan daerah serta antar daerah.
5.      Pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam wilayah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
6.      Kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah seperti atau pihak lain seperti Badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan wisata dan semacamnyaberlaku ketentuan peraturan daerah otonom.
7.      Pelaksanaan otonomi daerah lebih meningkatkan peranan dan fungsi legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi,fungsi pengawas maupun sebagai fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
8.      Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
9.      Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari pemerintah daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
Bentuk-bentuk Desentralisasi
Dalam tataran pelaksanaan dan teori nya desentralisasi memiliki model, dan pemakalah merasa perlu unutk memaparkan disini demi kesempurnaan makalah ini, diantaranya adalah :
1.         Dekonsentrasi
Desentralisasi dalam bentuk dekosentrasi (Deconcentration) menurut Rondinenlly, pada hakikat nya hanya merupakan pembagian kewenagan dan tanggung jawab administratif antara depertemen pusat dengan penjabat pusat yang ada di lapangan, jadi dekonsentrasi itu hanya merupakan pergeseran volume pekerjaan dari depertemen pusat kepada perwakilan nya yang ada di daerah. Juga ditamabhkan oleh Rondinelly, bahwa dekonsentrasi memiliki dua bentuk diantara nya adalah Field Administration atau kita kenal dengan administrasi lapangan dimana penjabat lapangan diberikan kekuasaan unutk merencanakan, membuat keputusan-keputusan rutin dan menyesuiakan pelaksanaan nya dengan kebijakan pusat dengan kondisi setempat(daerah) dan kesemuanya itu dilakukan atas petunjuk dan biumbingan pemerintah pusat, Adapun yang kedua adalah Local Administration (Administrasi Lokal ) yang terdiri dari Integrated Local Administration (Adminstrasi Lokal Terpadu) dimana tenaga –tenaga dari depertemen pusat yang ditempatkan didaerah berada langsung dibawah perintah dan supervisi kepala daerah yang diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada pemerintah pusat, walaupun tenaga-tenaga tersebut diangkat dan digaji, dipromosikan, dimutasikan, oleh pemerintah pusat mereka tetap berkedudukan sebagai staff teknis kepala daerah dan bertanggung jawab kepadanya, sedangkan yang kedua adalah unintegration Local Administration (Adminstrasi Lokal yang tidak terpadu) tenaga-tenaga yang diangkat oleh pusat yang berada di daerah dan kepala daerah masing-masing berdiri sendiri mereka bertanggung jawab kepada masing-masing depertemen yang ada di pusat

2.         Delegasi
Delegation To semi Autonomus  adalah pelimpahan pengambilan keputusan  dan kewenangan menejerial untuk melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu oraganisasi yang tidak secara langsung berada dibawah pengawasan pemerintah pusat

3.         Devolusi
Konsekuensi dari devolusi adalah pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintah diluar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagia fungsi teretntu kepada unit-unit untuk dilaksanakan secara mandiri

4.      Privatisasi
Sedangkan bentuk terakhir dari desentralisasi adalah Privatisasi, menurut Rondinelly Privatiosation  adalah (transfer of funcions From Government To Non Government Institution) artionya adalah suatu tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan swasta, dan swadaya masyarakat dan juga menjadi peleburan dari BUMN/ BUMD menjadi swastanisasi. Contoh Dalam beberapa hal pemerintah mentransfer beberapa kegiatan nya kepada KADIN (Kamar Dagang Dan Industri) unutk mengeluarkan izin, kemudian masalah yang menyangkut masalah sosial pemerintah memberikan kepada LSM.

D.    Bisakah menerapkan Negara Federal di Indonesia

Salah satu gagasan fenomenal yang pernah mencuat pada fase awal masa reformasi Indonesia adalah isu seputar pembentukan negara Indonesia Federal. Berbagai argumentasi dilontarkan dan debat publik digelar menyikapi topik yang sempat menjajaki top rating pembahasan agenda reformasi saat itu. Federalisme bagi negara Indonesia pada hakekatnya merupakan sebuah alternatif pemikiran yang muncul sebagai reaksi terhadap sentralisasi kekuasaan pemerintahan Orde Baru. Isu federalisme lahir dari akumulasi kejenuhan rakyat di daerah atas status quo pemerintahan sentralistik yang tidak mempedulikan praxis keadilan dan perimbangan kekuasaan antara pusat dan daerah. Isu ini menguat dalam bentuknya yang paling radikal yakni pemisahan diri Timor Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pergolakan kemerdekaan di Papua, Maluku dan Aceh pada awal masa reformasi.
Mengapa mesti Indonesia federal? Atau sekurang-kurangnya mengapa harus ada ide yang menentang kemapanan bentuk kesatuan republik ini? Adakah yang salah dari praktek pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia? Di atas telah dikemukakan sepintas beberapa alasan yang mensinyalir kemunculan gagasan federalisme bagi Indonesia. Namun yang perlu ditandaskan adalah bahwa federalisme bukanlah persoalan sentimental semata. Gagasan federalisme tidak terlalu tepat untuk divonis sebagai buah ketidakpuasan “anak-anak daerah” atas cara kerja dan bagi hasil pemerintah pusat. Mengkategorikan gagasan ini sebagai ekspresi ketidakpuasan “anak-anak daerah” hanya melumpuhkan prospek federalisme itu sendiri. Bagaimana pun juga federalisme merupakan sebuah visi alternatif bagi perjalanan masa depan Indonesia. Dan, pertanyaan yang coba dikaji dalam paper mini ini adalah relevankah gagasan alternatif ini bagi republik Indonesia saat ini?
Dalam kajian ini, penulis bergelut dengan pemikiran mendiang Y. B. Mangunwijaya; seorang budayawan, novelis, penulis, pemikir sekaligus rohaniawan katolik. Mungkin terasa aneh, mengapa bukan ide filsuf sekelas Rousseau, Thomas Hobbes atau Plato yang diambil sebagai rujukan penulisan paper ilmiah ini malah seorang romo Mangun? Alasannya bukan saja karena pemikiran romo Mangun jauh lebih simple dibandingkan filsuf-filsuf barat, tetapi lebih jauh dari itu telaah atas sistem sosial politik juga bisa didapatkan dari pemikiran lokal para pemikir lokal-pribumi yang bernuansa mondial. Mengambil dan mengupas pemikiran lokal tidak selalu dapat dikategorikan rendah. Justru di tengah arus postmodern seperti ini, orientasi pemikiran yang berkiblat “balik haluan” mestinya mendapat apresiasi yang pantas. Sekali lagi yang lokal; yang pribumi tidak selalu bernilai rendah. Bisa saja mungkin yang lokal dan yang pribumi itu jauh lebih “menyapa”. Yah bisa jadi! Karena biasanya yang lokal dan yang pribumi itu lebih dekat. Dan, menurut hukum kedekatan; semakin dekat dan akrab itu semakin dikenal, dipahami bahkan dicintai.

Federalisme Dalam Sejarah Republik Indonesia

Federalisme pada dasarnya merupakan suatu paham atau prinsip yang menganjurkan pembagian negara atas bagian-bagian yang berotonomi penuh mengenai urusan dalam negeri atau wilayah otonominya. Negara yang berbentuk federal memiliki beberapa negara bagian, yang mana negara-negara bagian ini berdiri sendiri (otonom) untuk urusan dalam negeri, sedangkan urusan luar negeri diatur oleh pemerintah pusat. Ada tiga jenis federalisme. Pertama, negara dengan sistem federal murni yang dengan tegas merumuskan negaranya sebagai federal. Kedua, negara dengan bentuk federal arrangement, yang tidak memaklumkan diri sebagai federal tetapi di dalam sistem pemerintahaannya, otonomi daerah sebegitu kuatnya sehingga dekat kepada sistem federal. Ketiga, bentuk negara dan pemerintahan yang disebut sebagai associated states. Negaranya sudah jadi tetapi untuk hidup secara terpisah dianggap sulit karena itu membentuk asosiasi dengan suatu negara induk yang memiliki wewenang federatif.
Kenyataannya, wacana federalisme bukan sesuatu yang baru dalam kancah perpolitikan negara Indonesia. Bentuk negara federal pernah dipraktekkan sebagai bentuk resmi negara ini dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Bahkan jauh sebelum itu, sistem federal pernah diterapkan di Indonesia (tempo itu masih dikenal sebagai Hindia Belanda) pada masa singkat British Interregnum tahun 1811-1816. Saat itu, Hindia Belanda dibagi menjadi empat bagian besar. Pertama, Jawa dan taklukannya (Java and its dependencies). Kedua, Fort Marlborough (bengkulu) and dependencies. Ketiga, pulau Penang and dependencies. Keempat, The mollucas (maluku). Meski kenyataan menunjukkan bahwa masa berlaku negara federal Indonesia begitu singkat, tapi sekurang-kurangnya ada bukti yang menunjukkan bahwa sistem negara federal di Indonesia bukan sesuatu yang mengada-ada.
Sejarah negeri ini pasca kemerdekaan 17 agustus 1945 telah melewati tiga periode besar yaitu: Orde Lama alias masa Demokrasi Terpimpin (5 Juli 1959-11 Maret 1966), Orde Baru (11 Maret 1966-21 Mei 1998) dan Orde reformasi (21 Mei 1998- sekarang). Jika dalam dua orde pertama, wacana federalisme tidak muncul ke permukaan, maka dalam orde reformasi ini mulai terdengar aspirasi mengenai negara federal. Gagasan negara serikat umumnya dipicu oleh sentralisasi pemerintahan yang dianggap over protective dengan aneka hasil kesenjangan yang ditimbulkannya entah di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata pemerintahan. Sebagai misal, sebagaimana yang terjadi dalam bentuk economic inequality; propinsi Papua hanya mendapat empat persen dari seluruh hasil pengolahan sumber daya lokalnya. Kalimantan Timur hanya mengkonsumsi satu persen dan Aceh setengah persen dari seluruh penghasilan daerah.

Masih Pantaskah Federalime Bagi Republik Indonesia; Sebuah Tinjauan Kritis Atas Gagasan Alternative Federalisme

Bukanlah sebuah kebetulan diskursus mengenai bentuk negara semakin marak diperbincangkan di masa reformasi ini. Reformasi merupakan suatu masa liberatif dan transparatif yang tepat untuk mengkaji ulang berbagai tatanan politik dalam negeri. Pada kesempatan ini, berbagai isu tentang tata kepemerintahan bisa saja muncul dan perlu diperdebatkan untuk mendapat afirmasi “ya” atau “tidak”. Ada suatu ruang terbuka bagi publik untuk mengkaji horizon politik praktis berbasis pada apa yang dinamakan sebuah “politik metafisik” ala John Rawls, yaitu sebuah pengandaian tentang nilai universal dan hakikat kemanusiaan sebagai inti pemerdekaan. Artinya, pembicaraan faktual seputar negara federalisme hanya muncul ketika ada ruang keterbukaan dan kebebasan yang menjamin.
Dalam perjalanan sejarah republik Indonesia, proyek negara kesatuan ternyata mengalami berbagai distorsi. Timbul berbagai keserampangan dan kegamangan dalam praktek politik. Negara kesatuan telah terbukti memperkokoh sistem represi dari suatu kepemerintahan otoriter Orde Baru. Sistem sentralistik yang dipraktekkan menimbulkan sekian banyak problem kesenjangan yang mengindikasikan adanya ketidakadilan, permainan kekuasaan dan segenap kebusukan praktek KKN. Dalam hal inilah, wacana federalisme muncul sebagai sebuah tawaran alternatif yang kiranya dapat membangun republik ini ke arah yang lebih baik di masa mendatang.
Memang diakui bahwa gagasan federalisme memiliki sederetan amanat luhur demi meningkatkan kemaslahatan hidup masyarakat secara adil dan merata. Model RIS yang diusulkan romo Mangun mempunyai tujuan mulia demi pemekaran potensi jutaan manusia di daerah, pemerataan pembangunan dan penciptaan korps ke dalam secara lebih kuat. Federalisme juga merupakan suatu bentuk yang paling representatif menggambarkan situasi riil negeri ini yang terdiri dari keragaman suku, agama dan ras. Dalamnya, setiap perbedaan diakui dan dihormati bukannya dicekok lantas dibantai. Prinsipnya, RIS membawa konsekuensi signifikan untuk membangun tata kepemerintahan yang tidak saja adil secara struktural tapi juga secara praktis. RIS dipercaya dapat mengeliminir bentuk-bentuk penindasan dan peng-garong-an (pencurian) aset-aset daerah yang potensial demi kepentingan “perut” pusat. Hanya saja di sini timbul masalah soal jalan yang mesti ditempuh demi membentuk suatu pemerintahan Republik Federal Indonesia. Karena, langkah pertama yang mesti ditempuh adalah dengan membubarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Langkah kedua adalah memberi keleluasaan bagi daerah-daerah untuk menyatakan kemerdekaannya kemudian membentuk negara atau wilayah pemerintahan independen yang baru dan terakhir, berkonsensus untuk membentuk suatu negara federal. Pertanyaan untuk hal ini, mungkinkah ini semua terjadi secara damai? Kalau pun mungkin, berapa besar budget yang dibutuhkan untuk merealisasikan semua maksud di atas?
Selain itu, perlu juga dipertimbangkan di sini adalah adanya kemungkinan terciptanya suatu kesenjangan baru antarnegara bagian. Pasalnya, setiap daerah tidak memiliki potensi dan sumber daya yang merata, sama dan memadai. Ada daerah kaya-potensi dan ada juga daerah miskin. Memberi wewenang yang sama terhadap masing-masing negara bagian tidak niscaya akan menghasilkan kemakmuran yang sama bagi tiap daerah. Sebaliknya, memberi apresiasi yang sama bagi daerah untuk mengembangkan diri justru akan memperjelas perbedaan tingkat kemakmuran. Bisa jadi oleh karena perbedaan yang mencolok ini timbullah perselisihan dan semangat ekspansif-eksploratif dari suatu negara otonom yang lebih kaya terhadap negara bagian lain yang miskin. Di sini memungkinkan juga timbulnya “gap” relasi antarnegara bagian.
Dikatakan bahwa dengan sistem baru (Republik Indonesia Serikat), segala bentuk kemaksiatan pusat atas daerah tereliminir. Daerah tidak lagi bergantung penuh pada “petuah-petuah” yang datang dari pemerintahan pusat. Akan ada suatu cross check and balance pusat dan daerah yang memungkinkan tereliminirnya permainan kekuasaan yang sarat KKN. Negara federal memungkinkan keseimbangan kekuasaan yang dengannya otoritas suatu pemerintah tunggal-mutlak tidak ada tempatnya. Namun yang perlu diwanti-wanti tentang hal ini adalah jangan sampai penciptaan negara-negara baru hanya akan melahirkan sejumlah “bos-bos baru” di daerah. Bisa saja terjadi.
Jikalau demikian, apa yang perlu dibuat dan solusi apa yang kiranya tepat untuk mengatasi kerawanan ini? Sudah pasti bahwa model pertama dan ketiga (lihat pembahasan pada alinea 2.1) yaitu bentuk federasi yang murni federal serta yang terdiri dari the associated states tidak memungkinkan bagi format negara ini. Alasannya seperti yang dikemukakan sebelumnya, kedua model ini dikuatirkan menimbulkan kesenjangan dan kesulitan baru bagi bangsa dan negara ini. Membentuk negara federasi murni bagi Indonesia dikuatirkan dapat memicu sengaketa dan keributan baru. Membentuk sebuah united states bagi Indonesia bukan pekerjaan mudah yang tidak berurusan dengan korban materi bahkan nyawa. Malah sebaliknya pembentukkan itu mengandaikan kesediaan untuk rela berkorban. Persoalannya adalah mampukah kita? Karena itu yang mungkin suitable adalah bentuk negara dengan sistem federal arrangement alias yang memberikan otonomi penuh kepada masing-masing wilayah bagian. Entah itu harus diproklamirkan dahulu suatu sistem federasi ataukah cukup dengan pemberian label otonomi penuh bagi semua daerah bukanlah persoalan yang penting. Hal terpenting adalah adanya otonomi yang luas dan penuh. Masing-masing daerah harus diberi kewenangan luas untuk mengatur dan mempotensikan daerahnya sendiri. Mesti ada pengaturan desentralisasi kekuasaan di mana kekuatan pusat tidak dapat semau gue bertindak demikian juga pemerintah daerah tidak bisa seenaknya saja menjalankan kebijakan-kebijakan internnya.
Dalam pada itu pemerintahan daerah tidak bergerak sendiri; tetapi tetap mendapat persetujuan dan bantuan dari pemerintah pusat. Bukan petuah, petunjuk dan perintah pusat yang mengatur tetapi suatu koordinasi yang kompak antara pusat dan daerah. Dengan ini menjadi jelas bahwa yang dibutuhkan sekarang bukannya soal format negara yang mesti federal atau mesti kesatuan tapi soal bagaimana setiap perbedaan dan keunikan diakomodir demi pembangunan yang merata dan tepat sasar. Entah itu federasi, entah itu kesatuan, yang penting ada otonomi penuh, sempurna dan hidup yang diberikan pada masing-masing daerah untuk mengatur kebijakannya ke dalam mau pun ke luar.
BAB III PENUTUP

1.    Kritik dan Saran

Dalam pembuatan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan dari berbagai hal. Baik itu dari segi penulisan ataupun dari segi bahannya. Karena tidak ada hal yang luput dari kesalahan. Melihat dari hal tersebut kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari temen-temen semuanya yang bersifat membangun dan dapat menjadi bahan pertimbangan ketika memyusun makalah selanjutnya. Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas perhatiannya.

2.    Keimpulan

Dari makalah ini dapat kami simpulkan bahwa suatu Negara yang ingin membentuk Negara yang kuat harus mempunyai landasan yang kuat agar dapat berjalan dengan baik. Apabila pemerintah ingin merubah dasar dari Negara nya tersebut harus melihat keadaan geografis dan masyarakatnya itu sendiri. Hal ini sangat berpengaruh bagi jalannya pemerintahan Negara tersebut. Merubah dasar suatu Negara kita harus melihat keadaannya dulu. Jangan cuma merubah begitu saja tanpa melihat keadaan dari Negara tersebut.

  


DAFTAR PUSTAKA