Selasa, 22 Maret 2011

Masa Depan Islam di Eropa



Obsesi Barat saat ini terhadap niqab, atau cadar yang menutup wajah secara penuh, tampaknya telah berubah menjadi bagian dari rencana bawah sadar mereka untuk membatasi Arab dan Islam, walaupun secara simbolis. Niqab tidak benar-benar merepresentasikan Islam, dan para politisi Barat pun tahu itu. Namun niqab telah menjadi target kebencian mereka karena dianggap sebagai simbol budaya yang asing, untuk masyarakat Eropa.

Bayangkan, bagaimana misalnya yang mengenakan pakaian seperti itu adalah perempuan India, atau Sikh dan Budha? Apakah parlemen Eropa masih menghabiskan seluruh sesi membahas niqab?
Perdebatan Teologi terhadap niqab dan kemarahan Barat terhadapnya tampaknya menjadi produk sampingan dari Islamofobia, sebuah fenomena yang sekarang tengah mengamuk di Eropa; lihatlah sekarang telah meluas pada fobia-masjid dan di lain waktu pada fobia-kubahnya. Jika tren ini berlanjut, akan datang waktunya parlemen Eropa melarang orang mempunyai jenggot panjang dan mencukur kumis mereka. Maka, akan ada nama aneh dan lucu terhadap jenis fobia yang satu ini!



Ada krisis nyata pada hati nurani di Barat. Ketika giliran Islam datang, Eropa tampaknya meniadakan masa lalunya yang mengagung-agungkan kebebasan dan kesetaraan. Masalah niqab merupakan ekspresi iman atau kebiasaan, itu bukanlah sebuah kesalahan.

Sementara itu kaum intelektual Barat selalu diam tentang berbagai masalah yang ada selama ini; homoseksual dan perkawinan gay dan lesbian, dan kaum intelektual Eropa tetap bersimpati kepada siapa saja yang telah mengkritik Islam dan umat Islam. Kritik Islam dilihat sebagai bagian dari kebebasan berekspresi Eropa.
Parlemen Prancis telah memutuskan untuk melarang niqab, dan menyebutnya sebagai ancaman bagi sekularisme negara Prancis. Namun, ditinjau dari hal ini, sekularisme tidak bersalah. Larangan niqab, sebelumnya adalah larangan terhadap jilbab, tidak ada hubungannya dengan sekularisme. Sebagai sebuah doktrin, sekularisme seharusnya membela hak-hak setiap orang, terutama minoritas. Sekularisme seharusnya melindungi hak-hak kebebasan beragama dan identitas. Ini seharusnya pernyataan pluralisme dan toleransi beragama.



Moto terkenal Prancis, bahwa kebebasan, kesetaraan, dan kebebasan seharusnya ditambahkan dengan frasa, "hanya untuk non-Muslim."

Larangan niqab adalah skandal moral serta menghina tradisi Barat. Untuk satu hal, komunitas anti-niqab berasumsi bahwa setiap wanita yang mengenakan niqab (dan mungkin setiap pria yang mempunyai jenggot) adalah sebuah bom waktu yang harus dijinakkan. Komunitas anti-niqab tidak membeda-bedakan ekstremis dan moderat.

Tidak ada bukti nyata hubungan antara niqab dan teror. Semua operasi teroris yang terjadi di Eropa--dari London hingga Madrid--telah dilakukan oleh orang-orang yang memamerkan wajah mereka. Serangan yang dilakukan laki-laki bertopeng dan perempuan di dunia Arab dan Islam jarang terjadi dibandingkan dengan yang dirancang oleh individu yang menunjukkan wajah mereka. Teroris selalu ingin dilihat dan diakui. Itulah cara mereka.

Inilah potret ironis dari filosofis Pencerahan Eropa; orang-orang seperti John Locke dan Montesquieu dan Kant, sedang dibanting jatuh oleh cucu-cucu mereka. Lihatlah di Leeds, Inggris, lebih dari 30 kuburan Muslim telah dirusak. Di Birmingham, toko yang dimiliki oleh warga negara Muslim diserang.

Namun, yang mungkin tak pernah habis dimengerti oleh para intelektual Barat itu adalah kenyataan bahwa semangat dan obsesi agama yang berhubungan dengan identitas Muslim menyebar di Eropa. Minoritas Muslim di Eropa tampaknya berpikir bahwa masa depan Islam bergantung pada hal-hal seperti memakai niqab, menumbuhkan jenggot, atau mendirikan kubah masjid. Islam mungkin merupakan agama paling cepat yang berkembang di Eropa.



Kecenderungan masyarakat Muslim di Eropa untuk menempatkannya "secara universal" harus pula diimbangi dengan sesuatu yang terjadi di sekeliling mereka. Ada kecenderungan bagi Muslim Eropa untuk lebih khawatir tentang Palestina, Irak dan Afghanistan.

Negara-negara Barat mempertahankan dan memungkinkan praktik kebebasan beragama tanpa hambatan. Tapi mereka juga ingin mempertahankan warisan budaya mereka dan melindungi dari ancaman yang dirasakan, terutama ketika ancaman ini - datang dari dunia Islam, bukan hanya di Eropa.

Sebuah polarisasi identitas berlangsung dalam dua kelompok, masing-masing terobsesi dengan yang lain, dan masing-masing meyakinkan keunggulan sendiri. Jika hal ini terus berlangsung, dekade berikutnya hanya akan menjadi seburuk yang terakhir seperti sekarang ini. (sa/av)

Masa Depan Islam


Umar Ibrahim Vadillo - World Islamic Mint-World Islamic Trading Organization
Islam, tentu saja, kekal, maka sampai kapan pun Islam tetap sama. Dienul-Islam telah dikukuhkan secara utuh sejak wafatnya Rasul SAW, dan tak kan berubah hingga akhir zaman.

Masa Depan IslamKitalah yang berubah. Kaum Muslimin yang berubah. Bagaimana kita mewujudkan dan menafsirkan Islam berubah seiring dengan jalan sejarah dan dengan cara itu sejarah Islam terbentuk. Untuk masa depan, penting bagi kita untuk bercermin diri dan memahami apa yang harus diutamakan ketika kita berbicara tentang Islam. Apa yang kita miliki bersama, yang kita ambil, kita pinjam, dari Rasul SAW, hingga hari ini?
Pertama yang penting kita pahami adalah bahwa Islam itu paripurna. Kita tidak bisa mengambil sebagian saja dan tidak pula bisa mengambil di saat Islam belum utuh, apalagi cuma penggalannya. Dari sementara orang acap kita dengar bahwa saat ini zaman serba sulit, dan karenanya kita harus kembali ke masa Mekah. Namun pada periode Mekah Dienul-Islam belum lengkap. Dienul-Islam adalah Madinah menjelang akhir hayat Rasulullah SAW.
 

Kunci Pemahaman: Ketaqwaan kepada Allah
 
Dengan demikian, Islam adalah paripurna, semua ada di dalamnya dan siap untuk kita gunakan. Perintah Allah pun kekal dan tidak akan berubah, kecuali, tentunya, dengan KehendakNya. Perintah dan petunjuk yang diberikan pada kita, dan Syariah yang kita miliki, adalah untuk selama-lamanya. Janji-janji yang Allah berikan bila kita berada dalam Dienul-Islam pun bersifat kekal, dan dengan demikian tetap berlaku di masa ini sebagaimana berlaku pada masa Rasul SAW. Tauhid Allah Ta'ala juga berlaku sepanjang masa, tetap sama dari mulainya zaman, zaman kini, zaman akan datang, hingga setelah zaman berakhir.
  Jadi, yang penting adalah bagaimana kita menempatkan diri dalam Risalah Islam yang luar biasa ini. Islam tidak perlu diubah. Islam tidak perlu reformasi: kita yang perlu direformasi. Hampir di sepanjang abad ke-20 sekelompok orang menyuarakan perlunya reformasi Islam. Pernyataan mereka adalah bukti kesalahan mereka sendiri karena yang harus direformasi bukanlah Islam, namun cara hidup kita. Masa depan kita sebagai Muslimin tidak bergantung kepada perilaku kaum kuffar. Masa depan Islam dan Muslimin tidak bergantung kepada kekuatan, tipu-daya dan kelicikan mereka, dan ekonomi mereka - bagaimana mereka tampak menguasai media komunikasi, kadang mereka ingin mengajari kita mengenai Islam- tak sedikit pun ini mempengaruhi takdir kita. Kita tidak bergantung pada mereka. Merekalah yang bergantung pada kita.
Dengan demikian, kunci untuk memahami masa depan kita tidak terletak pada bagaimana kita menafsirkan kejadian-kejadian terkini yang berada di sekeliling kita ataupun dari zaman yang kita alami, namun terletak pada hal yang sangat halus yang jauh lebih berpengaruh. Kunci untuk menafsirkan segala sesuatu, mengenai diri kita dan sekitar kita, adalah hubungan kita dengan Allah Ta'ala. Inilah kuncinya. Inilah yang akan menentukan sukses atau gagalnya kita dalam melaksanakan tugas kita. Tugas kita kepada Allah Ta'ala amatlah sederhana namun hasilnya luar biasa. Kita berada di sini hanya untuk menjadi hamba-Nya, beribadah pada-Nya. Tidak ada tujuan lain. Masa depan kita, hidup kita, tujuan seluruh hidup kita adalah untuk menaati-Nya, berserah diri pada-Nya, dan taqwa pada-Nya. Taqwa pada Allah Subhanahu wa Ta'Ala adalah inti Risalah kita dan inilah alat untuk menafsirkan hakikat dari rumitnya dunia di sekeliling kita. Dengan alat asasi inilah kita bisa atau tidak bisa menghadirkan peluang bagi diri kita sendiri untuk masa depan kita sendiri.

Dua bulan sebelum saya dalam perjalanan guru saya Shaykh Abdalqadir menyampaikan beberapa ceramah bertopik Tauhid dalam Qur'an. Salah satu kesimpulan kunci telaah beliau adalah jika kita ingin tahu, jika kita ingin memahami hidup, jika kita ingin memahami diri kita sendiri, kita perlu Taqwa. Kunci memahami dunia dan pembeda antara Mukmin dengan kafir adalah Taqwa. Tanpa Taqwa walaupun anda punya seluruh ilmu Dienul-Islam bahkan anda hafal shahih Bukhari, anda tidak otomatis menjadi Muslim. Anda perlu sesuatu yang lebih mendasar dan lebih berpengaruh, yaitu Taqwa. Taqwa sering disamakan dengan takut pada Allah, ini berarti anda haruslah tidak takut pada apapun selain DIA.

Saya baru kembali dari Dubai, di sana mereka akan memberi tahu anda, "Amerika, Amerika, Amerika", anda harus mengatakan pada mereka, "Ya! Tentu Amerika hebat tetapi saya tidak percaya dengan la haula wa la quwwata illa Amerika Serikat - semata-mata karena itu tidak benar." Seberapa pun nampak hebat dan cemerlangnya mereka, seberapa besar suara dan dusta mereka, mereka tiadalah berkuasa, dan bukanlah sumber kehidupan saya.

Hanya dengan menyebut La Haula wa La Quwatta illa Billah kita berpeluang memurnikan jalan hidup kita. Satu-satunya peluang anda dalam hidup anda sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat Muslim adalah dengan memahami ini, yaitu memahami Taqwa. Elemen inilah yang dapat melandasi pemahaman kita terhadap pernyataan saya di atas, yaitu kita tidak bergantung pada kuffar. Kita pun tidak bergantung pada keadaan dan urusan mereka, karena semua itu tidak penting, karena semua itu hanyalah selain-dari-Allah. Kita bergantung pada seberapa jauh kita menjadi hamba Allah. Dan dalam menjadi hamba-Nya, seluruh atribut dan jati diri kita haruslah sirna. Atas maksud dan tujuan inilah kita berada di sini sekarang, guna berbagi pengalaman, guna mencicipi perkara ini, guna maju terus selangkah demi selangkah untuk paham apa yang diperlukan dalam menghilangkan nafs kita, baik sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat.

Satu-satunya perkara yang dapat menciptakan masa depan yang sukses bagi Muslimin, adalah dengan meniadakan jati diri kita, dari hal-hal yang tidak menjadikan kita hamba Allah SWT. Apalagi di zaman sekarang, karena hampir semua perkara yang menggolongkan kita sebagai selain Muslim, akan berlawanan dengan kita. Sebagai salah satu contoh nyata, saya adalah seorang Afrika Selatan, seorang Indonesia, atau seorang Palestina. Lihatlah penderitaan mereka. Sepanjang di atas segalanya mereka bersikukuh menempatkan diri mereka sebagai bangsa dan budaya Palestina, meniru-niru cikal-bakal bagsa Irlandia dan negara-negara nasionalis lainnya yang berasas kebangsaan dan budaya, selama itulah permasalahan Palestina tidakkan tuntas. Bertahun-tahun lalu bangsa-bangsa inilah yang menulis konsep negara, bendera, lengkap hingga lagu kebangsaannya. Shaykh Abdalqadir kerap menunjukkan pada kita hal ini, bahkan hingga kini di televisi Arab setelah semua acara yang diprogramkan usai ditayangkan, apa yang kita bisa simak dalam tayangan penutupan adalah upacara berdiri di hadapan bendera nasional diiringi lagu kebangsaan.

Di London, Inggris, dahulu pernah ada masa saat banyak orang dapat untung besar dari menciptakan bendera dan lagu-lagu kebangsaan. Kini anda saksikan mereka berdiri di hadapan acara konyol yang tidak masuk akal ini dengan kegembiraan dan keharuan yang meluap-luap. Namun sebenarnya hal itu berlawanan dengan mereka sendiri dan juga dengan kita semua baik secara individual maupun kolektif.

Islamisasi Kapitalisme
 
Begitu anda tanya pada mereka, mereka punya tesis dan sebab-musababnya, bahkan mereka telah membuat sejarah sendiri, dunia mereka petakan menurut sesuatu yang dapat menghasilkan uang. Begitu kita tilik lebih dalam, semuanya adalah riba, semuanya haram, dari hulu hingga hilir. Dan ada di antara mereka yang berupaya taubat dan menyelamatkan dirinya dari Api, apakah yang mereka lakukan? Mereka mengislamkan kapitalisme.
 
Banyak dari mereka setelah merengkuh gelar Doktor (PhD) dalam bidang ekonomi dari universitas kelas tiga di Amerika Serikat, pulang ke negara masing-masing jadilah mereka ekonom, dicupliklah dan dipenggallah shahih Bukhari dari sana dan sini, jadilah bank dan asuransi diislamkan, bahkan muncul 'bursa saham syariah'. Bagi mereka yang belum tahu, kini bahkan ada indeks Dow Jones Islami. Walhasil, Microsoft pun telah dibuat 'sesuai syariah'. Kini, melalui mesin judi bursa saham anda bisa turut ikut menanam modal Bill Gates secara halal (tentunya dalam mata uang kertas dolar). Orang-orang seperti mereka ini mengislamkan kartu kredit - bahkan apapun bisa diislamkan: konstitusi, parlemen, hak asasi manusia, dsb, tidak ada yang tertinggal.


Pengetahuan mereka digunakan untuk menentang kita. Keahlian mereka dalam membuat segala yang ada di masyarkat berlaku bertentangan dengan kita. Satu-satunya yang dapat membantu kita adalah identitas kita sebagai Muslim - persis identitas yang mereka ingin hilangkan dari kita. Perkenankan saya untuk menyampaikan bahwa jika kita bicara soal konstitusi Islam, sama saja konyolnya dengan bank syariah, atau wiski Islami. Setiap kali kita mendengar konstitusi perlu kita kilas balik 200 tahun lalu di Revolusi Perancis.

Konstitusi adalah alat yang diciptakan guna menghapus identitas agama dalam negara, bahkan inti konstitusi adalah anti-agama. Intinya sama saja dengan berujar, "Bukan, bukan! Jati diri anda adalah pembayar pajak. Yang penting adalah kepada siapa anda membayar pajak, mata uang apa yang anda gunakan serta dalam situasi dan bidang apa saja anda kena pajak." Agama menjadi tidak bermakna, sedemikian tak bermaknanya agama hingga pada intinya, toleransi adalah "agama sudah tidak berarti lagi," dalam toleransi, 'muslim hindu', ini dan itu, ataukah sekte konyol apa pun yang berasaskan teori apa saja, dipandang setara dengan anda. Semua agama sama. Walhasil tidak ada agama. Ini berarti satu-satunya agama yang ada adalah kapitalisme.

Tanggalkan Atribut Palsu
 
Apakah yang tersisa jika kita tanggalkan semua atribut-atribut palsu ini? Sisanya adalah Dienul-Islam. Inilah bagi segelintir orang, namun cukup segelintir untuk memimpin. Untuk membuka jalan. Untuk membenahi segala kesalahan yang terjadi selama 300 tahun ini. Untuk menegakkan kembali Islam di generasi ini. Semua ini bisa terjadi. Seorang yang belum bisa melihat bahwa semua ini bisa terjadi adalah seorang yang telah kehilangan Dien-nya atau kehilangan sebagian Dien-nya. Camkan kata-kata Rumi: "Seorang munafiq adalah orang yang mengatakan 'Apa yang halal tidak bisa dilaksanakan'". Tentu saja yang halal bisa dijalankan karena sebagaimana Rumi menyampaikan, bagaimana mungkin Allah SWT memberi perintah tanpa perangkat melaksanakannya. Tentu saja Allah telah siapkan segala perangkat dan jalannya. Bahkan, yang paling mudah dilaksanakan adalah yang halal. 
 
Resep masyhur Rumi adalah, "Jika anda tidak mengerti, benturkan kepala anda ke tembok. Jika anda masih belum mengerti juga, benturkan kepala anda lebih keras lagi!" Karena kepala anda sudah tidak bekerja dengan baik. Walhasil Islam bisa terjadi. Segala sesuatu yang kita butuhkan, dan yang anda butuhkan sebagai individu, tersedia dan bahkan berada dekat sejauh jangkauan anda. Mungkin saja ini nampak susah bagi anda namun anda harus memaksa diri bahwa segala sesuatu yang dibutuhkan guna meraih sukses dalam hidup anda dan guna memimpin orang lain kepada sukses dalam Allah SWT, berada dalam jangkauan anda. Bila tidak nampak, bukalah mata anda! Setiap anda bangun pagi paksalah diri anda untuk melihat ini, sehingga anda akan dipaksa untuk melihat lebih jauh lagi, begitulah seterusnya.

Anda akan tahu anda sedang bergerak maju ketika anda sejenak melihat ke belakang dan bisa berkata, "Ya Allah! Dahulu saya di situ dan kini saya di sini," memahami bahwa anda senantiasa dapat maju lebih jauh dan lebih jauh dan lebih jauh lagi, dan bahwa ketergantungan anda pada selain Allah akan sirna seiring dengan sirnanya diri anda sendiri. Lalu, apa yang sebenarnya sedang kita bicarakan ini? Camkan bahwa semua rintangan yang akan kita hadapi secara pribadi maupun secara kolektif sejak saat ini hingga sukses, penghujung sukses, puncaknya sukses, yaitu tegaknya kembali Dienul-Islam secara utuh pada masa ini, adalah rintangan yang kita buat sendiri.

Hakikat dari rintangan-rintangan ini tidak lain tidak bukan adalah rasa ketakutan palsu kita. Apa yang nampak ketika ada rintangan adalah diri anda sendiri, diperheboh bak layar 'Imax'! Semua sudut pandangmu tertutupnya. Yang tadinya tersembunyi menjadi nyata di hadapanmu bahkan anda dibuat repot dan berat menghadapinya. Seorang Mumin tidak akan berhenti kala ada rintangan-rintangan seperti ini, ia akan sadar dan tetap bergerak maju karena tahu bagaimana cara menghadapnya, yaitu dengan menghadapkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dengan demikian satu pintu yang tertutup akan menjadi 20 pintu yang terbuka. Barulah anda akan tercengang, "saya bergerak maju!" Inilah alat utama kita dan hakikat dari perkara yang kita junjung dalam majelis ini - yaitu sirnanya segala sesuatu yang mengikat diri kita beserta apapun yang kita sebut sebagai diri kita sendiri, jati diri palsu yang terbuat dari sejarah dan budaya, terbuat dari bayangan-bayangan palsu, segala sesuatu selain menjadi seorang Muslim. Dengan sirnanya segala sesuatu inilah sukses dapat kita raih.

Apa yang kita bisa lihat setiap kali kita lebih dalam di diri kita, setiap kali hubungan kita dengan Allah SWT semakin dekat, apakah yang kita bisa lihat? Kejelasan. Kejelasan. Dalam surat-suratnya Shaykh Darqawi berkali-kali menyampaikan bagaimana caranya berdekatan dengan Allah dengan cara meninggalkan nafs kita, beliau menerangkannya dengan berbagai cara bak pendekatan ilmiah. Bagi yang ingin memperdalam hal ini berpalinglah pada Shaykh Darqawi. Menurut saya tidak ada yang bisa lebih gamblang lagi bagi ummat sekarang.

Anda bisa lihat, ia terus mengatakan, dengan cara yang luar biasa "Tanggalkan semuanya! Tinggalkan semuanya! Sirnalah! Menghilanglah! Jangan sampai kalian tempatkan diri kalian di atas kewajiban kalian!" Tanggalkan semuanya. Kemudian ia berkata, "Yang akan kalian lihat adalah keyakinan. Keyakinan. Keyakinan bak cahaya. Keyakinan pada "La haula wa la quwatta illa Billah." Keyakinan itu sendiri, yang merupakan hakikat kenyataan, bagaikan melihat seluruh alam dengan cara yang sama sekali berbeda. Segala sesuatu yang sebelumnya bak penjara kini diputar-balikkan, segala sesuatu yang tadinya rintangan menjadi solusi dan pintu yang terbuka lebar. Sebab, ingat, semakin besar kesulitan yang kita hadapi - sadarilah bahwa ini hanyalah melihat diri kita sendiri - kita harus sadar bahwa semakin besar pulalah jalan yang terbuka.

Kita sepakat bahwa saat ini kini benar-benar dalam situasi tidak biasa dalam sejarah Islam. Kita belum pernah hidup tanpa adanya khalifah. Tugas mengembalikan Khalifah memang nampak berat, namun seorang Mumin tahu bahwa beserta tugas yang berat, tersedia pula jalan yang besar. Dengan kata lain Allah memberi hadiah besar bagi generasi luar biasa sekarang ini, yaitu tugas menegakkan kembali Dienul-Islam di masa sekarang. Ini hanya untuk orang-orang yang luar biasa.

"Inna maa al-'usri, yusra" - beserta kesulitan ada kemudahan. Dan di dalam kesulitan ini, ada kemudahannya. Bagi kita di zaman ini ada jalan yang terbentang dan ada keuntungan besar, yang belum pernah dialami orang-orang sebelum kita. Bagi mereka yang hidup di saat semua sudah siap tersedia tentu saja ada keuntungan pula. Namun, apa yang akan terjadi adalah suatu yang luar biasa khusus bagi orang yang luar biasa. Begitulah seharusnya cara pandang kita terhadap urusan kita sekarang. Kejadian-kejadian akan beralir mudah, bak membalikkan halaman-halaman buku. Tidak akan ada rintangan dalam membalikkan halaman-halaman itu namun rintangan berada di dalam kita sendiri, bagaimana kita membalikkan diri kita dan membuka kalbu kita sedemikian sehingga nampaklah buku itu ada di depan kita, dan kita tinggal membalikkan halaman-halamannya.

Kesulitannya tereletak dalam membalikkan diri kita, bukan sebelum itu, dengan kata lain, memang apa yang harus dikerjakan tangan kita banyak, namun jauh lebih sedikit dibanding apa yang harus dilakukan kalbu kita. Itulah sebabnya Shaykh Darqawi mengomentari perkara ini sebagai berikut, "Urusan kalbu membuat urusan anggota badan tidak berarti. Apa yang anda dapat balikkan dengan kalbu dan apa yang dapat anda lakukan dengan kalbu membuat segala sesuatu yang dapat anda lakukan dengan anggota badan tidak berarti."
 
Kekuatan Kalbu
 
Maka, janganlah anda menjadi seseorang yang ketika menimbang apa yang ia bisa lakukan atau tidak, melihat diri dia sendiri dan berkata, "Apa yang saya punya? Apa yang saya tahu? Memangnya aku siapa?" Jika anda begitu, anda tidak akan bisa melakukan apa-apa, nol besar, janganlah waktu anda terbuang sia-sia, percayalah pada saya. Kedua tanganmu tidak akan membawa anda melakukan apapun dan ke manapun. Tapi ada satu alat yang anda miliki, alat satu-satunya yang bisa membalikkan semuanya - tanpa kecuali! Hal-hal yang tidak dapat diubah dengan tangan kita, walaupun secara berjamaah, dapat diubah dengan yang satu ini, yaitu kalbu anda. 
 
Kalbu berkemampuan luar biasa, bisa membuat suatu yang besar dan raksasa menjadi suatu yang kecil mungil. Suatu yang kecil dan tidak penting, menjadi agung dan besar. Yang jauh jadi dekat. Suatu yang rapat hingga menyempitkan bak penjara dan menghambat anda, dilempar balik atau jauh-jauh. Semua dapat anda lakukan dengan kalbu, anda tidakkan bisa melakukannya dengan kedua tangan anda. Inilah yang kita miliki. Inilah alat kita. Dengan inilah kita dapat maju. Dengan inilah semua akan jelas dan nampaklah apa yang harus kita kerjakan. Semua kejadian dan urusanmu akan terbuka dan terbentang dihadapanmu bagaikan hakikat keseharian anda - seperti nafasmu, dan pembukaan-pembukaan akan hadir dan terbentang di depanmu dengan cara yang tidak ada keraguan di dalamnya sedikitpun. Anda akan tahu persis anda harus kemana. Semuanya akan hadir dengan jelas dan gamblang.

Ragu adalah sumber kekacauan kita. Sukses diraih dengan mengenali apa saja yang penting kita ubah, mengenal rintangan-rintangan di hadapan kita, yaitu raksasa-raksasa yang sebenarnya kita buat sendiri, seolah-olah ada kuasa menghalangi segala sesuatu yang berhubungan dengan Dienul-Islam. Kita harus memahami bahwa dalam setiap musuh dan raksasa kreasi kita sendiri, disanalah letak alat-alat kita untuk menggapai sukses dan kemenangan. Kita harus paham bahwa kita bisa membalikkan semua masalah besar menjadi solusi besar dengan sekejap mata, dan tahu bahwa segala kekurangan dan kelemahan kita bisa dibalikkan menjadi kelebihan dan kekuatan kita untuk maju.

Tidaklah sulit melihat sisi mana yang dibutuhkan perjuangan Muslimin untuk langkah maju, dan sisi tersebut terkait dengan sistem ekonomi yang ada sekarang. Sistem ekonomi ini hampa! Apakah yang disebut sebagai sistem ekonomi? Riba! Apakah riba itu? Riba pun hampa, namun telah menjadi agama dan menjadi tatanan hidup segenap manusia. Apa yang saya pernah katakan mengenai konstitusi? Konstitusi adalah hakikat dien (cara hidup) yang palsu, yang memaksa khalayak untuk menurutinya tanpa toleransi.

Toleransi hanya berlaku dalam agama-agama lainnya, tidak dalam agama kapitalisme. Kapitalisme semena-mena dan tidak dapat ditawar. Kita tidak bisa menjumpai manajer bank dan berkata, "Anda tahu, bulan ini aku tidak mau bayar bunga karena aku tidak percaya dengannya. Aku ini sebenarnya ateis. Simpan saja bungamu, aku tidak lagi mau membayar." Mereka tidak akan memberi toleransi yang tinggi. Anda akan dipenjarakan, dan jika anda menolak, anda akan dibunuh. Sejauh inilah dien mereka. Komitmen mereka total.

Metode inilah pondasi kapitalisme. Jadi tidak heran jika kita katakan bahwa sebagian besar yang harus diubah untuk masa depan kita adalah menjadikan Islam sebagai penamat kapitalisme, dan bahwa kita akan memeranginya, bukan kristen. Kristen sudah tamat. Tidak tersisa. Ada sisa sepercik romantika dan semangat. Mereka tidak punya syariat, bahkan tidak punya apa-apa lagi.

Coba anda tengok acara para evangelis di tivi, dalam lima menit saja anda akan bisa lihat hakikatnya. Yang tersisa tinggal semangat dan emosi saja. Tangan diangkat, disertai kelakuan-kelakuan buruk lainnya yang biasa mereka lakukan. Bagi yahudi pun sama saja. Dalam Qur'an Allah berkata bahwa sebagian besar dari mereka adalah ateis. Apalagi hindu, budha, atau kepercayaan baru lainnya, tentu tidak perlu kita komentari karena semuanya hampa.

Kita Harus Terjun, Harus Berubah
 
Kitalah yang harus terjun. Kitalah yang harus berubah. Dan ini pasti terjadi, karena dalam Quran Allah Wa Ta'Ala mengatakan dengan jelas dan lugas mengenai Riba. Pertama, "Wa hallallahu-l-bay'a wa harama riba" - "Allah menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba." Di sinilah Allah memberikan perintah dan petunjuk kerja kepada kita. Ada yang haram dan ada yang halal. Dengan demikian tugas Muslimin adalah menegakkan yang halal. 
 
Kedua, Allah mengingatkan kita bahwa Allah dan Rasul-Nya telah menyatakan perang terhadap riba dan mereka yang melakukannya, dengan kata lain sistem riba tidak akan bertahan dan akan runtuh meski kita tidak bertindak apa pun. Inilah hakikat yang kita sedang perangi. Riba hanyalah fatamorgana yang takdirnya akan runtuh. Tentu anda enggan membangun rumah di atas khayalan, tentu anda mau keluar dari bangunan riba ini. Ini akan bisa dilakukan oleh orang-orang yang sanggup untuk meninggalkan riba guna balik pada yang akan menghadirkan sukses dan kemenangan, merekalah yang akan memimpin di depan dan menjadi contoh bagi yang lain.

Dalam waktu dekat kita akan melihat krisis kapitalisme terbesar di dunia. Krisis besar kapitalisme yang pernah terjadi, pada 1929, akan nampak kerdil dibanding krisis kapitalisme yang kita akan lihat nanti. Krisis 1929 dikenal sebagai pemantik perubahan total tatanan dunia dan politik, yang membawa fasisme dan Hitler di Jerman, mengubah gambaran politik dunia, ini akan terulang lagi namun dalam skala yang jauh lebih besar. Krisis mendatang akan erat dengan dolar, keuangan, dan sistem-sistem khayal AS - yang ironisnya telah diislamisasi oleh sebagian orang- yaitu bursa saham dan semua mesin judi fantastis lainnya. Semua ini akan luluh lantak. Dalam kejadian-kejadian itulah dan di tahun-tahun yang akan datang Islam akan menjadi kekuatan, dan lebih perkasa. Mengapa? Karena fasisme yang dahulu muncul bukanlah solusi, fasisme adalah bagian dari kufur.

Islamlah yang akan muncul sebagai suara baru dari peristiwa ini. Kitalah yang akan menyiapkan jalan, menyiapkan diri untuk menghadapi peristiwa ini, membangun 'sekoci penyelamat' yang akan sangat anda butuhkan setelah peristiwa ini, sebab krisis itu akan meluluh-lantakkan tatanan ekonomi kosmetis yang kita jalani saat ini. Semakin bergantungnya anda pada perangkat teknis tatanan ini, semakin menderitalah anda. Mereka yang dekat dengan pusar Eropa dan Amerika akan lebih menderita dibanding, misalnya, mereka yang berada di Albania.

Ketika krisis ini terjadi, orang-orang di Albania akan lebih bisa berkomentar, "Tadi kamu sebut ada krisis di bursa saham mana ya? New York?" Komentar seperti ini tidak akan terlontar dari mereka yang tinggal di London, misalnya. Orang-orang yang telah menjadikan sistem ekonomi kosmetik ini sebagai mata pencaharian pun tidak akan mampu berkomentar seperti itu. Hanya segelintir orang yang siap. Segelintir orang ini akan jauh berada di depan dan orang-orang inilah yang akan membangun alat-alat yang bisa membawa kita melampaui krisis ini.

Pentingnya Berjamaah
 
Di saat itu anda akan memerlukan sebuah komunitas. Kini mudah saja anda berkata, "Tidak, saya tidak akan bergabung dalam sekte dan kelompok manapun. Sendirian saya akan baik-baik saja." Jika anda Muslim, pernyataan itu tidak masuk akal. Bila anda seorang Muslim, anda butuh seorang Amir dan Amr agar dapat tergabung dalam sebuah komunitas. Kita tidak punya moralitas pribadi seperti kristen, kita punya realita sosial. Secara perorangan kita tidak akan bisa apa-apa. Peristiwa yang akan terjadi akan merontokkan kita dan mengombang-ambing diri kita ke kiri, ke kanan, ke tengah, sama persis dengan orang-orang lain. 

Sebagai jamaah, kita akan bisa menghadapi krisis ini. Bisanya bergabung dan bersatu sudah bukan pilihan lagi namun sebuah kebutuhan. Saya gembira dengan kebutuhan ini karena meski saat ini sebenarnya persatuan sama saja dibutuhkan sebagaimana di masa datang, kondisi krisis ini akan memaksa Muslimin untuk sadar, terutama bagi mereka yang sampai saat ini masih bergantung di pinggiran, asyik dalam lakon "saya adalah Muslim mandiri," yang kerap membuat aturan mereka sendiri, menentukan masa depan sendiri, dan lain sebagainya persis sebagaimana moralitas pribadi yang bisa kita temui di khalayak kini.

Membangun sebuah komunitas (jamaah) menjadi kebutuhan. Murabitun adalah satu dari segelintir orang yang memperhatikan ini, orang-orang yang menggabungkan diri membentuk komunitas. Salah satu dari segelintir yang menegakkan Amr di masa ini. Kami pun menempa pemahaman mendalam mengenai jati diri kami dan komunitas kami, menggairahkan kembali ilmu tasawuf, membawa tasawuf dari masa lalu menjadi jalan penerang bagi zaman gelap ini guna menyongsong hari baru saat kita akan menikmati kembalinya Khalifah, dan kita bisa lihat kembali satu ummat - bukan 27 - dengan satu bendera, dan satu Syahadat.

Satu ummat yang berkumpul karena Allah, demi menegakkan Syariah-Nya. Sebuah ummat yang akan mereformasi dunia, karena dunia tidak perlu mereformasi Syariat. Syariah adalah alat utama dan hakikat keberadaan kita. Dan kita akan sanggup menyerahkan segala urusan kita, sejauh kita bisa menghapuskan seluruh jejak budaya palsu yang kita bawa hingga kini, baik secara kolektif maupun inidividual. Kita akan membangun satu identitas yang akan membuat kita menjadi manusia sejati, yaitu menjadi hamba Allah, yang patuh pada-Nya, yaitu seorang Muslim.

Tahun Baru 1429: Masa Depan Islam di Eropa

(Modifikasi artikel dari Kolom Teras Utama, Padang Ekspres, 9-1-2008)
Gunaryadi
Charles Martel expelled the Arabs from France in 732, but they return in 1007” (Mobil Peugeot 1007).


***

Waktu berlalu dengan cepat. Tanpa terasa kita bertemu kembali dengan 1 Muharram. Jika 1 Muharram 1401 (11 November 1980) atau abad ke-15 Hijriyah yang menjadi simbol harapan renaisans Islam, maka perjalanan sang kala yang sudah memasuki seperempat abad kedua tampaknya tidak paralel dengan realitas yang menjadi indikator mutlak kebangkitan Ummah. Tetapi dalam kacamata yang relatif terhadap putaran waktu, gejala pencerahan itu mulai terasa, termasuk di kalangan minoritas Muslim terbesar di Barat yaitu di benua Eropa. Lelucon di atas barangkali bisa menjembatani realita masa lampau Islam di Eropa dengan masa kini.

Eropa dan Minoritas Muslim

Islam bagi Eropa bukanlah entitas baru karena pernah menjadi bagian dari benua itu khususnya di Semenanjung Iberia yang kini menjadi Spanyol dan Portugal (710-1492) hingga warga Muslim terakhir diusir dari sana tahun 1612 karena dituduh berkomplot dengan Khilafah Turki Utsmani dan dianggap sebagai Fifth Column yang subversif. Berbeda dari kasus Andalusia, enclaves Muslim pribumi (indigenous) di Semenanjung Balkan, Eropa Timur dan Tengah, Rusia, serta beberapa negara di seputar Laut Mediterrania tidak mengalami rekonquista dan inkuisisi sehingga tetap eksis.

Kembalinya Muslim secara besar-besaran ke Eropa (Barat) dimulai pasca Perang Dunia II. Kedatangan imigran Muslim tersebut bisa dilihat dari 2 arus utama. Pertama, sebagai tenaga kerja tamu tahun 1950-an. Ketika itu Eropa memberlakukan guest worker scheme yang banyak merekrut tenaga-kerja dari Afrika Utara dan Turki. Kebijakan ini terus berlanjut hingga tahun 1970-an. Setelah pensiun sebagian besar memutuskan menetap dan banyak pula yang mendatangkan keluarganya. Kedua, kedatangan sebagai akibat dari dekolonisasi. Ketika koloni Eropa di Asia dan Afrika merdeka tahun 1950-an, sebagian onderdaan mereka ikut pindah ke negeri bekas induk-semangnya. Prancis kedatangan Muslim dari negeri Francophone. Inggris menerima Muslim dari Anak Benua India. Selain modus di atas, jalur lain yang ditempuh imigran Muslim ke Eropa adalah karena ingin melanjutkan pendidikan, reunifikasi-keluarga, pengungsi (asielzoekers), bahkan pendatang-gelap. Tetapi modus-modus disebutkan terakhir ini tidak berperan signifikan. Kini sebagian besar Muslim di Eropa Barat merupakan generasi kedua dan ketiga dari para imigran tadi.

Tidak ada satu taksiran yang akurat terhadap jumlah Muslim di Eropa. Kalaupun ada, itu bagaikan “a shoot in a dark” (F. Buijs dan J. Rath, 2002). Tetapi menurut perhitungan Muslim Population Worldwide (2006), Muslim di Benua Eropa berjumlah 50,9 juta dari 729,7 juta populasi (hampir 7%) yang tersebar di 42 negara (tidak termasuk Turki). Tetapi di EU-25, jumlah Muslim sekitar 14,9 juta.

Beberapa Trend

Untuk memprediksi masa depan Muslim di Eropa kita perlu meninjau kecenderungan internal dan eksternalnya. Diantara trend internal tadi adalah: (1). Komunitas Muslim memiliki potensi demografis yang besar dengan indikasi laju pertambahan penduduk Muslim di Eropa cukup tinggi. Bahkan sejarawan terkemuka dari Princeton, Bernard Lewis menyatakan bahwa Eropa akan menjadi Islam—paling lambat—akhir abad ke-21. Prediksi lain menyebutkan, sebelum tahun 2050, paling tidak satu dari lima orang Eropa adalah Muslim (E. Osnos, 19/12/2004). Mantan redaktur salah satu rubrik Trouw, sebuah harian di Belanda, Ton Crijnen (1999) menyimpulkan bahwa 3-4 masyarakat asli Belanda dan Flanderen (Belgia belahan utara—penduduknya berbahasa Belanda) masuk Islam per minggu. Tahun 2001, angka natalitas di kalangan wanita Eropa Barat hanya 1,45. Sebuah penelitian memperkirakan jika angka tadi konstan dan imigrasi dibatasi, maka jumlah penduduk EU yang 377 juta itu akan tinggal separuhnya di akhir abad ini. Meskipun proyeksi-proyeksi tadi tidak otomatis menjadi self-fulfilling prophecy karena dinamika kependudukan tidak selalu berjalan linear, tetapi setidaknya menjadi ilustrasi terhadap potensi demografis tersebut. (2). Minoritas Muslim Eropa tidak monolitik. Mereka sangat beragam baik dari aspek etnisitas, fikih serta aliran. Disamping mayoritas imigran, terdapat pula penduduk asli yang Muslim. (3). Minimnya interaksi sosial dan aktivisme Muslim dalam menyelesaikan problematika sosial seperti kriminalitas, lingkungan, narkoba, institusi keluarga, dll. (4). Belum tuntasnya debat tentang integrasi. Mayoritas Muslim mendefinisikan integrasi sebagai kontribusi dan partisipasi aktif dengan tetap memelihara identitas masing-masing; sementara ada pihak yang mendefinisikan integrasi sebagai asimilasi. (5). Kurangnya pemahaman terhadap nilai-nilai setempat misalnya kebebasan individu, toleransi, dan sistem hukum yang mapan. (6). Munculnya gejala ekstrimitas di segelintir generasi muda Muslim yang bisa terjebak dalam tindak terorisme.

Disamping itu, terdapat pula beberapa trend eksternal yang signifikan: (1). Tata dunia pasca Perang Dingin seolah menempatkan Islam sebagai pengganti hantu komunisme. Aksi terorisme yang disangkakan pada beberapa individu Muslim, membawa efek buruk terhadap Muslim secara keseluruhan. (2). Kecenderungan munculnya cycle of fear yang melahirkan legislasi yang instrusif untuk menangkal teror. (3). Kebijakan imigrasi dan reunifikasi-keluarga yang ketat untuk melindungi Fortress of Europe dari serbuan imigran yang notabene banyak yang Muslim. (4). Kebijakan diskriminatif terhadap imigran khususnya dalam akses mendapatkan pendidikan dan pekerjaan. Kerusuhan di Prancis akhir 2005 adalah klimaks dari ketimpangan tersebut. (5). Untuk mengatasi kekurangan buruh, EU cenderung merekrut pekerja dari negara yang memiliki latar kultural yang sama dengan Eropa. (6). Politisi populis dan media cenderung mengeksploitasi isu-isu negatif Islam demi suara elektorat dan tiras.

Memprediksi Masa Depan

Merujuk ulasan di atas maka masa depan Islam di Eropa bisa diprediksi dengan indikator berikut. (1). Sejauhmana komunitas Muslim mampu menemukan solusi problematika di atas. (2). Sejauhmana resiliency dan kohesivitas internal sehingga mampu bertahan terhadap semua tekanan sekaligus serta mencari alternatif terbaik, misalnya dari segi institusionalisasi, layanan, dsb. (3). Sejauhmana komunitas Muslim mampu menjembatani dan menjalin dialog dengan komponen masyarakat yang lain serta pemerintah setempat seperti adanya media-massa sendiri (tidak dalam rangka membentuk masyarakat yang eksklusif), lobbyists dan pressure groups. (4). Sejauhmana kemampuan tokoh Islam dan ulama mencegah kecenderungan ekstrim di kalangan anak muda; mengarahkan mereka agar bersikap moderat sesuai dengan karakteristik Islam yang ummatan washatan, serta beraktivitas dalam koridor customs dan rule of laws Eropa.

Dalam konteks interaksi dan peran Muslim di Eropa tadi, penulis tidak sepakat dengan metafora silent revolution yang digagas Tarik Ramadan, tetapi lebih dalam kerangka melibatkan komunitas Muslim Eropa dalam sebuah rekayasa peaceful enlightenment, dalam konteks positive engagement dan civilised contribution, sesuai dengan semangat ketika kita merayakan 1 Muharram, yang kali ini sudah berada pada angka 1429 H.

Ramalan Masa Depan Islam

PERTANYAAN (14) BUKTI LEBIH LANJUT: RAMALAN MASA DEPAN ISLAM
 
WILSON:
 
Dari membaca  sejarah  Islam,  nampaknya  bahwa  masa  depan
kepercayaan  baru  dan pengikut-pengikutnya sangat ragu-ragu
pada saat turunnya wahyu. Keberhasilan Islam setelah itu dan
perkembangan      (pertumbuhan)     anggota-anggota     dari
pengikut-pengikutnya tidak disangka-sangka. Saya  seringkali
heran  bila  keberhasilan yang tidak terkira dan pertumbuhan
yang cepat dari Islam  itu  telah  disangka  oleh  Nabi  dan
diramalkan  oleh Qur'an. Ramalan dari ini akan menjadi bukti
yang mengagumkan pada kebenaran Muhammad, sebab  masa  depan
dari  seluruh  kepercayaan  dan  pengikut-pengikutnya nampak
sangat gelap pada saat turunnya wahyu.
 
CHIRRI:
 
Kitab  Suci  Qur'an  berisikan  ramalan-ramalan  yang  pasti
tentang masa depan Islam dan pengikutnya
 
Salah  satu  dari  ramalan-ramalan  mengenai masa depan dari
orang-orang Islam. Menjamin  orang-orang  Islam  dari  suatu
masa  depan kebebasan beragama dan menjanjikan mereka dengan
suatu pernyataan:
 
"Tuhan menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara
kamu dan mengerjakan perbuatan baik bahwa mereka akan diberi
warisan kekuasaan di muka bumi sebagaimana  telah  diberikan
kepada  orang-orang  yang sebelum mereka dan akan diteguhkan
kedudukan Agama mereka yang telah  disukai  oleh  Tuhan  dan
akan  menukar  keadaan mereka sesudah ketakutan menjadi aman
sentosa. Mereka  menyembah  Aku  dan  tidak  mempersekutukan
barang sesuatu dengan Daku. Barang siapa yang ingkar sesudah
itu merekalah orang-orang yang jahat." 24:55.
 
Pada waktu ramalan-ramalan ini dikeluarkan pengikut-pengikut
Islam  hanya  sebagian  kecil penduduk Al Hijaz. Ramalan itu
dikeluarkan, kira-kira pada tahun kelima setelah Hijrah pada
saat   orang-orang  Islam  beberapa  ribu,  melawan  seluruh
penduduk Hijaz dan jazirah Arab. Tak seorang pun dari  orang
Islam  pada  waktu  itu merasa aman, juga tidak mereka dapat
melaksanakan  Agama   mereka   dengan   bebas.   Tidak   ada
tanda-tanda  yang menunjukkan bahwa minoritas itu akan terus
hidup melihat adanya kebencian & perlawanan yang sedemikian,
juga tidak dapat diramalkan masa depan dari agama baru ini
 
Meskipun  kenyataannya  demikian,  ramalan dilahirkan dengan
jelas dan dalam bentuk mutlak.
 
Ramalan-ramalan   selanjutnya   diberikan   pada   ayat-ayat
selanjutnya  yang  meramalkan  kejayaan  Islam dan kekalahan
dari penentang-penentangnya.
 
"Mereka bermaksud hendak  memadamkan  Cahaya  (Agama)  Tuhan
dengan  mulut  mereka,  tetapi  Tuhan  tetap  menyempurnakan
CahayaNya, biarpun orang-orang yang tiada beriman itu merasa
benci." 9:32:61:8.
 
"Dialah  yang  mengutus RasulNya membawa pimpinan yang benar
dan  agama   kebenaran,   supaya   dapat   mengatasi   agama
seluruhnya,  biarpun  orang-orang yang mempersekutukan Tuhan
itu tiada merasa senang." 9: 33: 61: 9: 48: 28.
 
Ayat pertama meramalkan bahwa musuh-musuh Islam  tidak  akan
berhasil  memadamkan  cahaya  Tuhan,  juga mereka tidak akan
dapat merlntangi pertumbuhannya.
 
Tuhan akan  membuat  CahayaNya,  Islam,  sempurna,  meskipun
musuh-musuhnya  akan  menentangnya.  Mereka  akan membantah,
menentang, menyerang dan menyerahkan seluruh akal mereka dan
kekuatan materi mereka, menetapkan untuk menggagalkan Islam,
tetapi kesemuanya,  tidak  akan  memadamkan  cahayanya  juga
tidak akan mencegah untuk menjadi sempurna.
 
Kedua   ayat  itu  meramalkan  benar  dan  kemenangan  Islam
terhadap musuh-musuhnya.
 
Ketika  ramalan-ramalan  ini  dilahirkan,   sebagian   kecil
masyarakat  Islam  berlindung  pada  orang-orang musyrik dan
musuh-musuhnya yang  lain,  di  jazirah  Arab.  Setelah  itu
berlindung   pada   Parsi   (penduduk   negeri   Iran)   dan
kerajaan-kerajaan Rum (Bizantine).
 
Masing-masing kekuatan ini jauh lebih besar dan  lebih  kaya
dari  orang-orang  Islam. Kerajaan Parsi dan Rum (Byzantine)
adalah kekuatan-kekuatan yang terkemuka di dunia.
 
Ini akan memenuhi secara sempurna arti dari ramalan,  tetapi
ini   nampaknya   tidak   mungkin.   Kita  selalu  mengharap
(berpendapat)  kekalahan  dari  setiap  satu  (tunggal)  dan
pasukan  yang relatief lemah bila memerlukan untuk memerangi
lebih dari pada satu medan, lebih dari  satu  kekuatan  yang
unggul.  Ini  menjadi  jelas  bila  kita ingat bahwa tentara
Jerman yang sangat kuat itu telah  dikalahkan  dua  kali  di
dalam  abad  keduapuluh,  hanya  sebab diperangi oleh sekutu
yang lebih kuat pada lebih dari satu front.
 
Akan menjadi peristiwa militer  yang  luar  biasa  di  dalam
sejarah,  betapa penduduk Madinah dan Mekkah, yang jumlahnya
tidak lebih dari pada  beberapa  ribu  dapat  mempertahankan
diri  mereka,  setelah  kematian  Nabi  yang besar, terhadap
serbuan orangorang Arab yang murtad. Terkecuali  orang-orang
Islam  dari  dua  kota  ini, hampir semua bangsa Arab murtad
setelah meninggalnya Nabi.
 
Orang-orang Islam dipaksakan  setelah  itu  untuk  memerangi
Byzantine   (Rum)   dan  Parsi.  Kedua  kerajaan  besar  ini
memerangi orang-orang Islam secara serentak dalam dua  front
yang  berbeda-beda.  Kekuatan Muslim yang sangat sedikit itu
dipaksa untuk membagi-bagi diri mereka  sendiri  guna  untuk
mempertahankan  pertahanan.  Hasilnya  suatu hasil perbuatan
militer yang menakJubkan. Kedua kekuatan itu dikalahkan  dan
Persia dikalahkan secara total.
 
Dalam  waktu  seratus  tahun,  daerah  yang sangat luas dari
Lautan Atlantik sampai India, di bawah pemerintahan Islam.
 
Rakyat yang miskin dan tidak berdaya, pada saat  wahyu  dari
ramalan  ini  dilahirkan  tiba-tiba  menjadi  kekuatan  yang
tangguh di muka bumi ini.
 
Nabi, percaya pada pemberitahuan yang sangat baik  (heavenly
information),  telah  meramalkan kemenangan ini yang terjadi
setelah kematiannya.
 
Berbicara pada Odey, anak Hatam (orang Kristen yang  menjadi
Islam   setelah  itu),  Nabi  Muhammad  mengucapkan  sebagai
berikut:
 
" ... Tuan tidak tunduk dengan Islam  sebab  engkau  melihat
bahwa  kami  miskin.  Barangkali engkau tercegah oleh karena
melihat sejumlah kecil  orang  Islam  dibandingkan  sejumlah
besar musuh-musuh mereka.
 
Demi  Allah  tidak lama kemudian perempuan Muslim akan dapat
berziarah dengan untanya seorang diri  dan  tak  takut  dari
Kadesia (daerah Iraq) ke rumah Tuhan di Mekkah.
 
Ketahuilah   bakwa   waktunya  tidak  jauh  lagi  kita  akan
menanamkan kaki kita pada mahligai putih Babylon."1
 
Catatan kaki:
 
1 Life of Mohammad by Washington Irving, Chapter 32