Dengan  demikian, Islam adalah paripurna, semua ada di dalamnya dan siap untuk  kita gunakan. Perintah Allah pun kekal dan tidak akan berubah, kecuali,  tentunya, dengan KehendakNya. Perintah dan petunjuk yang diberikan pada  kita, dan Syariah yang kita miliki, adalah untuk selama-lamanya.  Janji-janji yang Allah berikan bila kita berada dalam Dienul-Islam pun  bersifat kekal, dan dengan demikian tetap berlaku di masa ini  sebagaimana berlaku pada masa Rasul SAW. Tauhid Allah Ta'ala juga  berlaku sepanjang masa, tetap sama dari mulainya zaman, zaman kini,  zaman akan datang, hingga setelah zaman berakhir.
   Jadi, yang penting adalah bagaimana kita menempatkan diri dalam  Risalah Islam yang luar biasa ini. Islam tidak perlu diubah. Islam tidak  perlu reformasi: kita yang perlu direformasi. Hampir  di sepanjang abad ke-20 sekelompok orang menyuarakan perlunya reformasi  Islam. Pernyataan mereka adalah bukti kesalahan mereka sendiri karena  yang harus direformasi bukanlah Islam, namun cara hidup kita. Masa depan  kita sebagai Muslimin tidak bergantung kepada perilaku kaum kuffar.  Masa depan Islam dan Muslimin tidak bergantung kepada kekuatan,  tipu-daya dan kelicikan mereka, dan  ekonomi mereka - bagaimana mereka  tampak   menguasai media komunikasi, kadang  mereka ingin  mengajari  kita mengenai Islam-  tak sedikit pun ini mempengaruhi takdir  kita.  Kita tidak bergantung pada mereka. Merekalah yang bergantung pada kita.
Dengan demikian, kunci untuk memahami masa depan kita tidak terletak  pada bagaimana kita menafsirkan kejadian-kejadian terkini yang berada di  sekeliling kita ataupun dari zaman yang kita alami, namun terletak pada  hal yang sangat halus yang jauh lebih berpengaruh. Kunci untuk  menafsirkan segala sesuatu, mengenai diri kita dan sekitar kita, adalah  hubungan kita dengan Allah Ta'ala. Inilah kuncinya. Inilah yang akan  menentukan sukses atau gagalnya kita dalam melaksanakan tugas kita.  Tugas kita kepada Allah Ta'ala amatlah sederhana namun hasilnya luar  biasa. Kita berada di sini hanya untuk menjadi hamba-Nya, beribadah  pada-Nya. Tidak ada tujuan lain. Masa depan kita, hidup kita, tujuan  seluruh hidup kita adalah untuk menaati-Nya, berserah diri pada-Nya, dan  taqwa pada-Nya. Taqwa pada Allah Subhanahu wa Ta'Ala adalah inti  Risalah kita dan inilah alat untuk menafsirkan hakikat dari rumitnya  dunia di sekeliling kita. Dengan alat asasi inilah kita bisa atau tidak  bisa menghadirkan peluang bagi diri kita sendiri untuk masa depan kita  sendiri.
Dua bulan sebelum saya dalam perjalanan guru saya Shaykh Abdalqadir  menyampaikan beberapa ceramah bertopik Tauhid dalam Qur'an. Salah satu  kesimpulan kunci telaah beliau adalah jika kita ingin tahu, jika kita  ingin memahami hidup, jika kita ingin memahami diri kita sendiri, kita  perlu Taqwa. Kunci memahami dunia dan pembeda antara Mukmin dengan kafir  adalah Taqwa. Tanpa Taqwa walaupun anda punya seluruh ilmu Dienul-Islam  bahkan anda hafal shahih Bukhari, anda tidak otomatis menjadi Muslim.  Anda perlu sesuatu yang lebih mendasar  dan lebih berpengaruh, yaitu  Taqwa. Taqwa sering disamakan dengan takut pada Allah, ini berarti anda  haruslah tidak takut pada apapun selain DIA.
Saya baru kembali dari Dubai, di sana mereka akan memberi tahu anda, "Amerika, Amerika, Amerika", anda harus mengatakan pada mereka, "Ya!  Tentu Amerika hebat tetapi saya tidak percaya dengan la haula wa la  quwwata illa Amerika Serikat - semata-mata karena itu tidak  benar."  Seberapa pun nampak hebat dan cemerlangnya  mereka, seberapa besar  suara dan dusta mereka, mereka tiadalah berkuasa, dan bukanlah sumber  kehidupan saya.
Hanya dengan menyebut La Haula wa La Quwatta illa Billah kita  berpeluang memurnikan jalan hidup kita. Satu-satunya peluang anda dalam  hidup anda sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat Muslim adalah  dengan memahami ini, yaitu memahami Taqwa. Elemen inilah yang dapat  melandasi pemahaman kita terhadap pernyataan saya di atas, yaitu kita  tidak bergantung pada kuffar. Kita pun tidak bergantung pada keadaan dan  urusan mereka, karena semua itu tidak penting, karena semua itu  hanyalah selain-dari-Allah. Kita bergantung pada seberapa jauh kita  menjadi hamba Allah. Dan dalam menjadi hamba-Nya, seluruh atribut dan  jati diri kita haruslah sirna. Atas maksud dan tujuan inilah kita berada  di sini sekarang, guna berbagi pengalaman, guna mencicipi perkara ini,  guna maju terus selangkah demi selangkah untuk paham apa yang diperlukan  dalam menghilangkan nafs kita, baik sebagai pribadi maupun sebagai  masyarakat.
Satu-satunya perkara yang dapat menciptakan masa depan yang sukses  bagi Muslimin, adalah dengan meniadakan jati diri kita, dari hal-hal  yang tidak menjadikan kita hamba Allah SWT. Apalagi di zaman sekarang,  karena hampir semua perkara yang menggolongkan kita sebagai selain  Muslim, akan berlawanan dengan kita. Sebagai salah satu contoh nyata,  saya adalah seorang Afrika Selatan, seorang Indonesia, atau seorang  Palestina. Lihatlah penderitaan mereka. Sepanjang di atas segalanya  mereka bersikukuh menempatkan diri mereka sebagai bangsa dan budaya  Palestina, meniru-niru cikal-bakal bagsa Irlandia dan negara-negara  nasionalis lainnya yang berasas kebangsaan dan budaya, selama itulah  permasalahan Palestina tidakkan tuntas. Bertahun-tahun lalu  bangsa-bangsa inilah yang menulis konsep negara, bendera, lengkap hingga  lagu kebangsaannya. Shaykh Abdalqadir kerap menunjukkan pada kita hal  ini, bahkan hingga kini di televisi Arab setelah semua acara yang  diprogramkan usai ditayangkan, apa yang kita bisa simak dalam tayangan  penutupan adalah upacara berdiri di hadapan bendera nasional diiringi  lagu kebangsaan.
Di London, Inggris, dahulu pernah ada masa saat banyak orang dapat  untung besar dari menciptakan bendera dan lagu-lagu kebangsaan. Kini  anda saksikan mereka berdiri di hadapan acara konyol yang tidak masuk  akal ini dengan kegembiraan dan keharuan yang meluap-luap. Namun  sebenarnya hal itu berlawanan dengan mereka sendiri dan juga dengan kita  semua baik secara individual  maupun kolektif.
   Islamisasi Kapitalisme
 
Begitu  anda tanya pada mereka, mereka punya tesis dan sebab-musababnya, bahkan  mereka telah membuat sejarah sendiri, dunia mereka petakan menurut  sesuatu  yang dapat menghasilkan uang. Begitu kita tilik lebih dalam,  semuanya adalah riba, semuanya haram, dari hulu hingga hilir. Dan ada di  antara mereka yang berupaya taubat dan menyelamatkan dirinya dari Api,  apakah yang mereka lakukan? Mereka mengislamkan kapitalisme.
    
Banyak dari mereka setelah merengkuh gelar Doktor (PhD) dalam  bidang ekonomi dari universitas kelas tiga  di Amerika Serikat, pulang  ke negara masing-masing jadilah mereka ekonom, dicupliklah dan  dipenggallah shahih Bukhari dari sana dan sini, jadilah bank dan  asuransi diislamkan, bahkan muncul  'bursa saham syariah'. Bagi mereka  yang belum tahu, kini bahkan ada indeks Dow Jones Islami. Walhasil,  Microsoft pun telah dibuat 'sesuai syariah'. Kini, melalui mesin judi  bursa saham anda bisa turut ikut menanam modal Bill Gates secara halal  (tentunya dalam mata uang kertas dolar). Orang-orang seperti mereka ini  mengislamkan kartu kredit - bahkan apapun bisa diislamkan: konstitusi,  parlemen, hak asasi manusia, dsb, tidak ada yang tertinggal.
Pengetahuan  mereka digunakan untuk menentang kita. Keahlian mereka  dalam membuat segala yang ada di masyarkat berlaku  bertentangan dengan  kita. Satu-satunya yang dapat membantu kita adalah identitas kita  sebagai Muslim - persis identitas yang mereka ingin hilangkan dari kita.  Perkenankan saya untuk menyampaikan bahwa jika kita bicara soal  konstitusi Islam, sama saja konyolnya dengan bank syariah, atau wiski   Islami. Setiap kali kita mendengar konstitusi perlu kita kilas balik 200  tahun lalu di Revolusi Perancis.
Konstitusi adalah alat yang diciptakan guna menghapus identitas agama  dalam negara, bahkan inti  konstitusi adalah anti-agama. Intinya sama  saja dengan berujar, "Bukan, bukan! Jati diri anda adalah pembayar  pajak. Yang penting adalah kepada siapa anda membayar pajak, mata uang  apa yang anda gunakan serta dalam situasi dan bidang apa saja anda kena  pajak." Agama menjadi tidak bermakna, sedemikian tak bermaknanya  agama hingga pada intinya, toleransi adalah "agama sudah tidak berarti lagi,"  dalam toleransi, 'muslim hindu', ini dan itu,  ataukah sekte konyol apa  pun yang berasaskan teori apa saja, dipandang setara dengan anda. Semua  agama sama. Walhasil tidak ada agama. Ini berarti satu-satunya agama  yang ada adalah kapitalisme.
  Tanggalkan Atribut Palsu
 
Apakah yang tersisa jika  kita tanggalkan semua atribut-atribut palsu ini? Sisanya adalah  Dienul-Islam. Inilah bagi segelintir orang, namun cukup segelintir untuk  memimpin. Untuk membuka jalan. Untuk membenahi segala kesalahan yang  terjadi selama 300 tahun ini. Untuk menegakkan kembali Islam di generasi  ini. Semua ini bisa terjadi. Seorang yang belum bisa melihat bahwa  semua ini bisa terjadi adalah seorang yang telah kehilangan Dien-nya  atau kehilangan sebagian Dien-nya. Camkan kata-kata Rumi: "Seorang munafiq adalah orang yang mengatakan 'Apa yang halal tidak bisa dilaksanakan'".  Tentu saja yang halal bisa dijalankan karena sebagaimana Rumi  menyampaikan, bagaimana mungkin  Allah SWT memberi perintah tanpa  perangkat melaksanakannya. Tentu saja Allah telah siapkan segala  perangkat dan jalannya. Bahkan, yang paling mudah dilaksanakan adalah  yang halal. 
 
Resep masyhur Rumi adalah, "Jika anda tidak mengerti, benturkan  kepala anda ke tembok. Jika anda masih belum mengerti juga, benturkan  kepala anda lebih keras lagi!" Karena kepala anda sudah tidak  bekerja dengan baik. Walhasil Islam bisa terjadi. Segala sesuatu yang  kita butuhkan, dan yang anda butuhkan sebagai individu, tersedia dan  bahkan berada dekat sejauh jangkauan anda. Mungkin saja ini nampak susah  bagi anda namun anda harus memaksa diri bahwa segala sesuatu yang  dibutuhkan guna meraih sukses dalam hidup anda dan guna memimpin orang  lain kepada sukses dalam Allah SWT, berada dalam jangkauan anda. Bila  tidak nampak, bukalah mata anda! Setiap anda bangun pagi paksalah diri  anda untuk melihat ini, sehingga anda akan dipaksa untuk melihat lebih  jauh lagi, begitulah seterusnya.
Anda akan tahu anda sedang bergerak maju ketika anda sejenak melihat ke belakang dan bisa berkata, "Ya Allah! Dahulu saya di situ dan kini saya di sini,"  memahami bahwa anda senantiasa dapat maju lebih jauh dan lebih jauh dan  lebih jauh lagi, dan bahwa ketergantungan anda pada selain Allah akan  sirna seiring dengan sirnanya diri anda sendiri. Lalu, apa yang  sebenarnya sedang kita bicarakan ini? Camkan bahwa semua rintangan yang  akan kita hadapi secara pribadi maupun secara kolektif sejak saat ini  hingga sukses, penghujung sukses, puncaknya sukses, yaitu tegaknya  kembali Dienul-Islam secara utuh pada masa ini, adalah rintangan yang  kita buat sendiri.
Hakikat dari rintangan-rintangan ini tidak lain tidak bukan adalah  rasa ketakutan palsu kita. Apa yang nampak ketika ada rintangan adalah  diri anda sendiri, diperheboh bak layar 'Imax'! Semua sudut pandangmu  tertutupnya. Yang tadinya tersembunyi menjadi nyata di hadapanmu bahkan  anda dibuat repot dan berat menghadapinya. Seorang Mumin tidak akan  berhenti kala ada rintangan-rintangan seperti ini, ia akan sadar dan  tetap bergerak maju karena tahu bagaimana cara menghadapnya, yaitu  dengan menghadapkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dengan  demikian satu pintu yang tertutup akan menjadi 20 pintu yang terbuka.  Barulah anda akan tercengang, "saya bergerak maju!" Inilah alat utama  kita dan hakikat dari perkara yang kita junjung dalam majelis ini -  yaitu sirnanya segala sesuatu yang mengikat diri kita beserta apapun  yang kita sebut sebagai diri kita sendiri, jati diri palsu yang terbuat  dari sejarah dan budaya, terbuat dari bayangan-bayangan palsu, segala  sesuatu selain menjadi seorang Muslim. Dengan sirnanya segala sesuatu  inilah sukses dapat kita raih.
Apa yang kita bisa lihat setiap kali kita lebih dalam di diri kita,  setiap kali hubungan kita dengan Allah SWT semakin dekat, apakah yang  kita bisa lihat? Kejelasan. Kejelasan. Dalam surat-suratnya Shaykh  Darqawi berkali-kali menyampaikan bagaimana caranya berdekatan dengan  Allah  dengan cara meninggalkan nafs kita, beliau menerangkannya dengan   berbagai cara bak pendekatan ilmiah. Bagi yang ingin  memperdalam hal  ini berpalinglah pada Shaykh Darqawi. Menurut saya tidak ada yang bisa  lebih gamblang lagi bagi ummat sekarang.
Anda bisa lihat, ia  terus  mengatakan, dengan cara yang luar biasa "Tanggalkan  semuanya! Tinggalkan semuanya! Sirnalah! Menghilanglah! Jangan sampai  kalian tempatkan diri kalian di atas kewajiban kalian!" Tanggalkan semuanya. Kemudian ia berkata, "Yang akan kalian lihat adalah keyakinan. Keyakinan. Keyakinan bak cahaya. Keyakinan pada "La haula wa la quwatta illa Billah."  Keyakinan itu sendiri, yang merupakan hakikat kenyataan, bagaikan  melihat seluruh alam dengan cara yang sama sekali berbeda. Segala  sesuatu yang sebelumnya bak penjara kini diputar-balikkan, segala  sesuatu yang tadinya rintangan menjadi solusi dan pintu yang terbuka  lebar. Sebab, ingat, semakin besar kesulitan yang kita hadapi  -  sadarilah bahwa ini hanyalah melihat diri kita sendiri - kita harus  sadar bahwa semakin besar pulalah jalan yang terbuka.
Kita sepakat bahwa  saat ini  kini benar-benar dalam situasi tidak  biasa dalam sejarah Islam. Kita belum pernah hidup tanpa adanya  khalifah. Tugas mengembalikan Khalifah memang nampak berat, namun  seorang Mumin tahu bahwa beserta tugas yang berat, tersedia pula jalan  yang besar. Dengan kata lain Allah  memberi hadiah besar bagi generasi  luar biasa sekarang ini, yaitu tugas menegakkan kembali Dienul-Islam di  masa sekarang. Ini hanya untuk orang-orang yang luar biasa.
"Inna maa al-'usri, yusra" - beserta kesulitan ada  kemudahan. Dan di dalam kesulitan ini, ada kemudahannya. Bagi kita di  zaman ini ada jalan yang terbentang dan ada keuntungan besar, yang belum  pernah dialami orang-orang sebelum kita. Bagi mereka yang hidup di saat  semua sudah siap tersedia tentu saja ada keuntungan pula. Namun, apa  yang akan terjadi adalah suatu yang luar biasa khusus bagi orang yang  luar biasa. Begitulah seharusnya cara pandang kita terhadap urusan kita  sekarang. Kejadian-kejadian akan beralir mudah, bak membalikkan  halaman-halaman buku. Tidak akan ada rintangan dalam membalikkan  halaman-halaman itu namun rintangan berada di dalam kita sendiri,  bagaimana kita membalikkan diri kita dan membuka kalbu kita sedemikian  sehingga nampaklah buku itu ada di depan kita, dan kita tinggal  membalikkan halaman-halamannya.
Kesulitannya tereletak dalam membalikkan diri kita, bukan sebelum  itu, dengan kata lain, memang apa yang harus dikerjakan tangan kita  banyak, namun jauh lebih sedikit dibanding apa yang harus dilakukan  kalbu kita. Itulah sebabnya Shaykh Darqawi mengomentari perkara ini  sebagai berikut, "Urusan kalbu membuat urusan anggota badan tidak  berarti. Apa yang anda dapat balikkan dengan kalbu dan apa yang dapat  anda lakukan dengan kalbu membuat segala sesuatu yang dapat anda lakukan  dengan anggota badan tidak berarti."
  
  Kekuatan Kalbu
 
Maka, janganlah anda menjadi seseorang  yang ketika menimbang apa yang ia bisa lakukan atau tidak, melihat diri  dia sendiri dan berkata, "Apa yang saya punya? Apa yang saya tahu? Memangnya aku siapa?"  Jika anda begitu, anda tidak akan bisa melakukan apa-apa, nol besar,  janganlah waktu anda terbuang sia-sia, percayalah pada saya. Kedua  tanganmu tidak akan membawa anda melakukan apapun dan ke manapun. Tapi  ada satu alat yang anda miliki, alat satu-satunya yang bisa membalikkan  semuanya - tanpa kecuali! Hal-hal yang tidak dapat diubah dengan tangan  kita, walaupun secara berjamaah, dapat diubah dengan yang satu ini,  yaitu kalbu anda. 
 
Kalbu berkemampuan luar biasa, bisa membuat suatu yang besar dan  raksasa menjadi suatu yang kecil mungil. Suatu yang kecil dan tidak  penting, menjadi agung dan besar. Yang jauh jadi dekat. Suatu yang rapat  hingga menyempitkan bak penjara dan menghambat anda, dilempar balik  atau jauh-jauh. Semua dapat anda lakukan dengan kalbu, anda tidakkan  bisa melakukannya dengan kedua tangan anda. Inilah yang kita miliki.  Inilah alat kita. Dengan inilah kita dapat maju. Dengan inilah semua  akan jelas dan nampaklah apa yang harus kita kerjakan. Semua kejadian  dan urusanmu akan terbuka dan terbentang dihadapanmu bagaikan hakikat  keseharian anda - seperti nafasmu, dan pembukaan-pembukaan akan hadir  dan terbentang di depanmu dengan cara yang tidak ada keraguan di  dalamnya sedikitpun. Anda akan tahu persis anda harus kemana. Semuanya  akan hadir dengan jelas dan gamblang.
Ragu adalah sumber kekacauan kita. Sukses diraih dengan mengenali apa  saja yang penting kita ubah, mengenal rintangan-rintangan di hadapan  kita, yaitu raksasa-raksasa yang sebenarnya kita buat sendiri,  seolah-olah ada kuasa menghalangi segala sesuatu yang berhubungan dengan  Dienul-Islam. Kita harus memahami bahwa dalam setiap musuh dan raksasa  kreasi kita sendiri, disanalah letak alat-alat kita untuk menggapai  sukses dan kemenangan. Kita harus paham bahwa kita bisa membalikkan  semua masalah besar menjadi solusi besar dengan sekejap mata, dan tahu  bahwa segala kekurangan dan kelemahan kita bisa dibalikkan menjadi  kelebihan dan kekuatan kita untuk maju.
Tidaklah sulit melihat sisi mana yang dibutuhkan perjuangan Muslimin  untuk langkah maju, dan sisi tersebut terkait dengan sistem ekonomi yang  ada sekarang. Sistem ekonomi ini hampa! Apakah yang disebut sebagai  sistem ekonomi? Riba!  Apakah riba itu? Riba pun hampa,  namun telah menjadi agama dan menjadi tatanan hidup segenap manusia.  Apa yang saya pernah katakan mengenai konstitusi? Konstitusi adalah  hakikat dien (cara hidup) yang palsu, yang memaksa khalayak untuk  menurutinya tanpa toleransi.
Toleransi hanya berlaku dalam agama-agama lainnya, tidak dalam agama  kapitalisme. Kapitalisme semena-mena dan tidak dapat ditawar. Kita tidak  bisa menjumpai manajer bank dan berkata, "Anda tahu, bulan ini aku  tidak mau bayar bunga karena aku tidak percaya dengannya. Aku ini  sebenarnya ateis. Simpan saja bungamu, aku tidak lagi mau membayar."  Mereka tidak akan memberi toleransi yang tinggi. Anda akan  dipenjarakan, dan jika anda menolak, anda akan dibunuh. Sejauh inilah  dien mereka. Komitmen mereka total.
Metode inilah pondasi kapitalisme. Jadi tidak heran jika kita katakan  bahwa sebagian besar yang harus diubah untuk masa depan kita adalah  menjadikan  Islam sebagai penamat kapitalisme, dan bahwa kita akan  memeranginya, bukan kristen. Kristen sudah tamat. Tidak tersisa. Ada  sisa sepercik romantika dan semangat. Mereka tidak punya syariat, bahkan  tidak punya apa-apa lagi.
Coba anda tengok acara para evangelis di tivi, dalam lima menit saja  anda akan bisa lihat hakikatnya. Yang tersisa tinggal semangat dan emosi  saja. Tangan diangkat, disertai kelakuan-kelakuan buruk lainnya yang  biasa mereka lakukan. Bagi yahudi pun sama saja. Dalam Qur'an Allah  berkata bahwa sebagian besar dari mereka adalah ateis. Apalagi hindu,  budha, atau kepercayaan baru lainnya, tentu tidak perlu kita komentari  karena semuanya hampa.
  Kita Harus Terjun, Harus Berubah
 
Kitalah yang harus  terjun. Kitalah yang harus berubah. Dan ini pasti terjadi, karena dalam  Quran Allah Wa Ta'Ala mengatakan dengan jelas dan lugas mengenai Riba.  Pertama, "Wa hallallahu-l-bay'a wa harama riba" - "Allah menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba."  Di sinilah Allah memberikan perintah dan petunjuk kerja kepada kita.  Ada yang haram dan ada yang halal. Dengan demikian tugas Muslimin adalah  menegakkan yang halal. 
 
Kedua, Allah mengingatkan kita bahwa Allah dan Rasul-Nya telah  menyatakan perang terhadap riba dan mereka yang melakukannya, dengan  kata lain sistem riba tidak akan bertahan dan akan runtuh meski kita  tidak bertindak apa pun. Inilah hakikat yang kita sedang perangi. Riba  hanyalah fatamorgana yang takdirnya akan runtuh. Tentu anda enggan  membangun rumah di atas khayalan, tentu anda mau keluar dari bangunan  riba ini. Ini akan bisa dilakukan oleh orang-orang yang sanggup untuk  meninggalkan riba guna balik pada yang akan menghadirkan sukses dan  kemenangan, merekalah yang akan memimpin di depan dan menjadi contoh  bagi yang lain.
Dalam waktu dekat kita akan melihat krisis kapitalisme terbesar di  dunia. Krisis besar kapitalisme yang pernah  terjadi,  pada 1929, akan  nampak kerdil dibanding krisis kapitalisme yang kita akan lihat nanti.  Krisis 1929 dikenal sebagai pemantik perubahan total tatanan dunia dan  politik, yang membawa  fasisme dan Hitler di Jerman,  mengubah gambaran  politik dunia, ini akan terulang lagi namun dalam skala yang jauh lebih  besar. Krisis mendatang akan erat dengan dolar, keuangan, dan  sistem-sistem khayal AS - yang ironisnya telah diislamisasi oleh  sebagian orang-  yaitu bursa saham dan semua mesin judi fantastis  lainnya. Semua ini akan luluh lantak. Dalam kejadian-kejadian itulah dan  di tahun-tahun yang akan datang Islam akan menjadi kekuatan, dan  lebih  perkasa. Mengapa? Karena fasisme yang dahulu muncul bukanlah solusi,  fasisme adalah  bagian dari kufur.
Islamlah yang akan muncul sebagai  suara baru dari peristiwa ini.  Kitalah yang akan menyiapkan  jalan, menyiapkan diri  untuk menghadapi  peristiwa ini, membangun 'sekoci penyelamat' yang akan sangat anda  butuhkan  setelah peristiwa ini, sebab krisis itu akan meluluh-lantakkan  tatanan ekonomi kosmetis yang kita jalani  saat ini. Semakin  bergantungnya anda pada perangkat teknis tatanan ini, semakin  menderitalah anda. Mereka yang dekat dengan pusar Eropa dan Amerika akan  lebih menderita dibanding, misalnya, mereka yang berada di Albania.
Ketika krisis ini terjadi, orang-orang di Albania akan lebih bisa  berkomentar, "Tadi kamu sebut ada krisis di bursa saham mana ya? New York?"  Komentar seperti ini tidak akan terlontar dari mereka yang tinggal di  London, misalnya. Orang-orang yang telah menjadikan sistem ekonomi  kosmetik ini sebagai mata pencaharian pun tidak akan mampu berkomentar  seperti itu. Hanya segelintir orang  yang siap. Segelintir orang ini  akan  jauh berada di  depan dan orang-orang inilah yang akan membangun  alat-alat yang bisa membawa kita melampaui krisis ini.
Pentingnya Berjamaah
 
Di saat itu anda akan memerlukan sebuah  komunitas. Kini mudah saja anda berkata, "Tidak, saya tidak akan bergabung dalam sekte dan kelompok manapun. Sendirian saya akan baik-baik saja."  Jika anda Muslim, pernyataan itu tidak masuk akal. Bila anda seorang  Muslim, anda butuh seorang Amir dan Amr agar dapat tergabung dalam  sebuah komunitas. Kita tidak punya moralitas pribadi seperti kristen,  kita punya realita sosial. Secara perorangan kita tidak akan bisa  apa-apa. Peristiwa yang akan terjadi akan merontokkan kita dan  mengombang-ambing diri kita ke kiri, ke kanan, ke tengah, sama persis  dengan orang-orang lain. 
Sebagai jamaah, kita akan bisa menghadapi krisis ini. Bisanya  bergabung dan bersatu sudah bukan pilihan lagi namun sebuah kebutuhan.  Saya gembira dengan kebutuhan ini karena meski saat ini sebenarnya  persatuan sama saja dibutuhkan sebagaimana di masa datang, kondisi  krisis ini akan memaksa Muslimin untuk sadar, terutama bagi mereka yang  sampai saat ini masih bergantung di pinggiran, asyik dalam lakon "saya adalah Muslim mandiri,"  yang kerap membuat aturan mereka sendiri, menentukan masa depan  sendiri, dan lain sebagainya persis sebagaimana moralitas pribadi yang  bisa kita temui di khalayak kini.
Membangun sebuah komunitas (jamaah) menjadi kebutuhan. Murabitun  adalah satu dari segelintir orang yang memperhatikan ini, orang-orang  yang menggabungkan diri membentuk komunitas. Salah satu dari segelintir  yang menegakkan Amr di masa ini. Kami pun  menempa pemahaman mendalam  mengenai jati diri kami dan komunitas kami, menggairahkan kembali ilmu  tasawuf, membawa tasawuf dari masa lalu menjadi jalan penerang bagi   zaman gelap ini guna menyongsong hari baru saat  kita akan menikmati  kembalinya Khalifah, dan kita bisa lihat kembali satu ummat - bukan 27 -  dengan satu bendera, dan satu Syahadat.
Satu ummat yang berkumpul karena Allah, demi menegakkan Syariah-Nya.  Sebuah ummat yang akan mereformasi dunia, karena dunia tidak perlu  mereformasi Syariat. Syariah adalah alat utama dan hakikat keberadaan  kita. Dan kita  akan sanggup menyerahkan segala urusan kita,   sejauh  kita bisa menghapuskan seluruh jejak budaya palsu yang kita bawa hingga  kini, baik secara kolektif maupun inidividual. Kita akan membangun satu  identitas yang akan membuat kita menjadi manusia sejati, yaitu menjadi  hamba Allah, yang patuh  pada-Nya, yaitu seorang Muslim.