Di tahun 1980 masih banyak diantara kita di Indonesia yang belum  melek komputer, sehingga pada saat itu kita sudah sangat bangga jika  menggunakan mesin tik elektronik. Tahun 1987, kita mulai mengenal  komputer ber-prosesor 286, dimana untuk menghidupkannya masih  menggunakan disket DOS. Selain itu sistem operasi pada saat itu msih  belum open system, sehingga sistem PC tidak dapat berkomunikasi dengan  sistem lainnya yaitu Mac.Untuk mengirimkan files kepada seseorang yang  berlainan kota, kita masih membutuhkan jasa pos atau kurir. Tahun 1990,  orang Indonesia dengan bangganya menenteng organizer elektronis  bermemori 2 MB untuk dapat disebut melek teknologi.

Salah satu penerapan teknologi informasi di ritel
 
Saat ini teknologi komputer sudah berkembang demikian pesatnya . Di  pasaran komputer kini telah sampai ke teknologi komputer berprosesor  Pentium IV dengan kecepatan sampai 2 Gz dan memori 1.5 GB. Orang juga  dapat dengan mudah berkomunikasi dan bertukar informasi walau pun sistem  operasi komputernya berbeda, karena kini sistem operasi sudah open  system. Untuk mengirimkan file, semudah mengklik sebuah program. Fungsi  kantor pos untuk berkirim surat mulai berkurang peranannya. Kini tempat  organizer elektronik digantikan oleh PDA (Personnel Digital Assistenat),  atau Pocket PC dengan memori sampai 64 MB dan sistem operasi PalmOS  atau Windows Pockect PC 2002, yang diluncurkan October 2001 lalu. Dengan  kehadiran PDA mobilitas orang kini tidak lagi menjadi halangan untuk  berkomunikasi dan mengakses informasi di internet, mau pun melakukan  aktivitas seperti mengetik atau membuat perhitungan dengan spread sheet.

Salah satu contoh penerapan teknologi tinggi di bidang usaha ritel
Hal yang sama terjadi dengan teknologi komunikasi (telpon). Tahun  1977, mobile telepon masih sebesar tas jinjing. Kini ukuran dan  kemampuan mobile telepon sudah melompat jauh. Ukuran mobile phone kini  sangat kecil dan dilengkapi dengan teknologi baru seperti Blue Tooth dan  GPRS. Telpon seperti ini dipadukan dengan PDA, mampu membawa pemiliknya  ke dunia maya secara mudah, tanpa perlu pasang-pasang kabel. Operator  telpon juga semakin banyak, tahun 1975 kita hanya mengenal Telkom untuk  telpon rumahan dan teknologi AMPS untuk mobile telepon. Kini kita  memiliki lebih banyak pilihan misalnya Telkom, Ratelindo, C4, AMPS, GMS  900, CDMA, GMS 1800, dan PSN (telpon satelit). Untuk sambungan  internasional pun tersedia alternatif yang jauh lebih murah melaui VOIP  di internet.

Contoh konfigurasi jaringan ritel yang terintegrasi
Trend di atas mau tidak mau akan berimbas pada perkembangan industri  retail di tanah air. Retailer di Indonesia perlu mencermati trend ini,  agar pada saatnya nanti dapat memaksimumkan kesempatan yang ada untuk  mengambil manfaat sebesar-besarnya dari trend yang terjadi. Mari kita  lihat trend apa saja yang akan menyertai perkembangan teknologi ini.
e-Retailing 
 
“The internet is like a weapon sitting on the table, ready to be  picked either by you or your competitors” demikian nasihat yang  diberikan oleh Michael Dell, pendiri Dell Computer.. Saat ini jumlah  pengguna internet di Indonesia baru sekitar 1% dari jumlah penduduk atau  lebih kurang dua juta orang. Walau pun demikian pada masa mendatang  jumlah ini akan terus mengalami peningkatan. Sehingga tidak salah jika  dikatakan trend blue chip di masa mendatang adalah non-store retailing  melalui internet yang dikenal dengan e-retailing, e-tailing atau  e-Commerce B2C.
Melihat pengalaman di Amerika, survey dari Boston Consulting Group  (BCG), menunjukkan bahwa pada tahun 2000, e-retailing tumbuh dengan laju  120% dan mencapai penjualan senilai 33 milliar USD. Pada tahun 2001  diperkirakan tumbuh 85% dengan penjualan mencapai 61 milliar USD  (Retailernews.com, Feb 2001).
 
Produk apa yang cocok dijual melalui internet? Produk yang  penjualanya didukung oleh impulse buying atau produk tak bermerek yang  karakteristiknya ditentukan oleh evaluasi secara organoleptik (evaluasi  pancaindera terhadap bentuk, tekstur, warna, rasa, dan bau), tidak akan  sukses jika dijual melalui e-retailing. Produk yang cocok untuk  dipasarkan melalui internet adalah produk rasional. Artinya produk yang  dijual harus produk yang mudah dideskripsikan, memiliki loyalitas merek  yang tinggi atau mereknya sudah demikian dikenal oleh target pembelinya,  misalnya buku, komputer, camera, appliances, peralatan kantor, produk  kecantikan, produk kesehatan dan pakaian. Riset dari BCG, menunjukkan  bahwa kategori seperti komputer, buku, mobil, produk kecantikan dan  kesehatan merupakan kategori yang paling pesat pertumbuhan penjualannya  di internet. Untuk produk makanan dan toiletries, hanya merek-merek  terkenal yang paling umum dikonsumsi yang mungkin sukses dijual secara  e-tailing. Sedangkan untuk produk fresh seperti daging, ikan dan buah  masih sulit untuk dipasarkan melalui e-tailing karena perilaku pembelian  konsumen yang sangat khas untuk produk-produk ini. Untuk membeli produk  fresh pembeli butuh melihat, menyentuh dan membaui terlebih dahulu  sebelum memutuskan pembelian.
IT Application for business and commercial
 
Didukung oleh perkembangan teknologi PDA, barcoding dan mobile  telpon, e-tailing masa depan akan sangat jauh berbeda dengan praktek  yang terjadi sat ini. Pada masa depan berbelanja akan semakin singkat,  mudah, dan praktis. Kita dapat memesan produk melalui PDA/mobile phone  yang dilengkapi dengan barcode scanner, bayar dengan ATM atau credit  card secara on-line. Teknologi I-Home yang dikembangkan oleh Cisco  Systems, bahkan sanggup membuat kulkas kita memesan barang secara  langsung ke supermarket, jika stock barang di dalamnya dibawah stock  minimum yang kita set. Selanjutnya pesanan dapat kita ambil sendiri atau  langsung diantar via delivery service.
 
Barcoding Shopping
 
Selain berbelanja melalui internet, tentunya di masa depan kita juga  masih dapat berbelanja langsung ke supermarket. Namun supermarket masa  depan akan jauh berbeda dengan supermarket yang ada saat ini. Jika  sekarang kita memilih barang dan meminta cashier menscan barcode-nya,  maka di masa depan kita menscan sendiri barang yang kita inginkan dengan  handheld terminal yang disediakan toko atau PDA yang kita miliki. Lalu  meletakkan barang di trolley khusus yang dilengkapi barcode reading  dengan teknologi seperti blue tooth. Jika barang belum di-scan, alarm  pada trolley akan berbunyi, mengingatkan kita untuk menscannya dulu.  Total harga barang yang telah di-scan dapat dibayar via ATM atau credit  card secara on line lewat PDA atau hand phone. Selanjutnya kita langsung  menuju pintu keluar untuk mengambil receipt dan membungkus belanjaan.
 

Sistem Check Out Kasir Sendiri (Self Service)
 
Toko-toko mungkin tidak lagi membutuhkan cashier atau pun cash  register. Para cashier harus mulai berpikir untuk menemukan pekerjaan  baru! Dengan teknologi seperti ini toko akan beroperasi lebih effisien,  dan mampu mengontrol shrinkage lebih baik. Sekarang teknologi seperti  ini sedang dikembangkan oleh Wal-Mart bersama Symbol Technologies.
 
Teknologi diatas dimungkinkan dengan adanya teknologi wireless LAN  dan teknologi barcoding yang dikembangkan oleh Barpoint.com bekerjasama  dengan Palm Pilot, Teknologi CueCat dari CueCat.com dan deBarcode.com.  Saat ini teknologi seperti ini sedang dikembangkan oleh Radio Shack dan  CueCat di AS. Misalnya jika kita berkunjung ke outlet Radio Shack, kita  akan diberikan satu unit CueCat gratis untuk dihubungkan ke unit PC di  rumah. Dengan alat ini kita dapat menscan barcode dari produk yang  dicantumkan di iklan majalah atau catalog Radio Shack, untuk selanjutnya  browser internet akan meload data profil produk tersebut melalui PC.  Jika tertarik, kita dapat langsung memesannya secara on line. Dan barang  pun akan segera dikirimkan ke rumah kita.
 
Di masa depan fungsi seller (pramuniaga toko) dapat digantikan oleh  tokoh animasi, yang dengan sigap dan tak kenal lelah menjawab seluruh  pertanyaan calon pembeli melalui computer station yang dipasang di area  toko. Jadi jangan kaget jika di masa depan kita dilayani oleh Lara Crox,  saat berbelanja di supermarket.
 
e-Price Comparation
 
Perkembangan teknologi e-retailing dan e-barcoding , akan mendorong  berkembangnya pelayanan cyber price survey. Melalui jasa seperti ini,  jika ingin mengetahui atau membandingkan harga yang ada di pasar,  konsumen dapat dengan mudah mengakses situs tertentu dan memperoleh  informasi tersebut. Informasi yang diberikan dapat berupa Nama Barang,  Nomor Barcode, Nama Manufacturer, Spesifikasi Barang, dan Harga Jual di  retailer A, di retailer B atau retailer lain yang diminta.
 
Dengan teknologi seperti ini mekanisme pasar akan lebih effisien.  Konsumen akan semakin mudah menentukan, retailer mana yang lebih murah  dan mana yang lebih mahal. Jika tidak memiliki nilai tambah yang  significant, jangan harap retailer dapat menarik hati calon pelanggan.  Semakin jelaslah bahwa dimasa depan retailer harus ekstra keras  mengeffisiensikan sistem operasi dan sistem supply chainsnya jika ingin  sukses. Hilangkan in-effisiensi dalam supply chain, kurangi jumlah  supplier untuk satu jenis produk yang sama 25% setiap tahunnya, berikan  empowerment kepada tiga orang terbaik bukan anggota keluarga untuk  mengelola usaha, jauhkan sepupu dari usaha kita, rekruit orang-orang  yang memiliki integrasi, dan berikan mereka gaji dan benefit yang  memuaskan. Tanpa itu … selamat tinggal! Dan selamat bergabung di dunia  under dog!
 
Quick and Efficient Customer Response (QECR)
 
Trend berikutnya yang akan terjadi dengan diserapnya perkembangan TI  ke Indonesia adalah penerapan QECR dalam proses logistik dan distribusi  barang oleh retailer. Prinsip utama QECR adalah pemanfaatan teknologi  guna meningkatkan effisiensi dan kecepatan respon dari retailer terhadap  permintaan pasar, dengan demikian perkembangan teknologi komputer dan  komunikasi akan berdampak besar terhadap QECR. Saat ini sistem  manufacture, distributor dan retailer merupakan tiga sistem yang  terpisah dan tertutup. Di masa depan ke tiga sistem ini akan menjadi  satu, karena tuntutan effisiensi yang lebih tinggi.
 
Saat ini praktek QECR berkembang pesat di Eropa, terutama di Inggris.  Tesco melalui penerapan QECR misalnya, mampu menurunkan level stock di  rantai mereka dari 46 hari pada tahun 1978 menjadi hanya berkisar 17  hari di tahun 1997. Jika berminat untuk menerapkan QECR, maka dua  landasan implementasi QECR berikut harus dipenuhi terlebih dahulu, yaitu  :
Trust antar komponen rantai permintaan (demand chains).
Relationship win-win antara retailer dengan supplier.
Tanpa dipenuhinya kedua hal di atas jangan harap penerapan QECR akan  berhasil. Selanjutnya untuk menjamin keberhasilan penerapan QRCR maka  fokus manajemen harus diarahkan pada hal-hal berikut:
Penerapan micro merchandising.
Penerapan interface multifungsi dalam hubungan retailer-supplier.
Ada sistem pemantauan PLC (Product Life Cycles).
Penerapan category management.
Product replenishment yang effisien.
Memaksimumkan penerapan teknologi.
 
Implemantasi QECR oleh retail akan menjadi satu kompetitif advantage  di masa depan, sepandan dengan besarnya investasi yang harus ditanamkan  oleh perusahaan. Wal-Mart misalnya menanamkan investasi senilai 2.4 juta  USD pada tahun 1983 hanya untuk membeli teknologi komunikasi via  satelit untuk meningkatkan effisiensi distribusi dan logistiknya. Pada  awalnya Sam Walton, sang pendiri, enggan mengeluarkan dana sebesar itu  hanya untuk komputerisasi. Namun akhirnya ia mengalah terhadap desakan  para top managernya seperti David Glass, Jack Shewmaker dan Ron Mayer.  Dua tahun pertama investasai ini belum menunjukkan hasil. Namun  investasi tersebut akhirnya diakui sebagai salah satu faktor penentu  keberhasilan Wal-Mart saat ini. Sehingga Wal-Mart mampu menggabungkan  sistem mereka dengan sistem para suppliernya. Dengan demikian mereka  mampu membeli dengan harga lebih murah, plus biaya logistik &  distribusi yang lebih effisien Tak heran jika mereka dapat membuktikan  bahwa jika belanja di Wal-Mart … Every Day Low Price! Kini Wal-Mart  adalah retailer terbesar dalam hal omzet di dunia. Semua pencapaian itu  memang tidak gratis, total investasi Wal-Mart pada saat itu untuk  membeli teknologi komputer dan komunikasi satelit hampir mencapai 700  Juta USD.
 
Hal yang menggembirakan adalah kesadaran dari para manufacture  (supplier) untuk turut memperbaiki teknologi komputerisasi dan  komunikasinya. Sehingga dengan adanya upaya dua pihak,.  retailer-supplier; Untuk sama-sama memperbaiki teknologi mereka, biaya  investasi diharapkan dapat lebih murah. Contoh kolaborasi  retailer-manufacture dalam program supply chain integration, misalnya  antara Wal-Mart dan P&G. Manufacture lain misalnya Nestle,  mengembangkan sistem supply chains berbasis internet. Nestle menanamkan  USD 1.8 milyar untuk mengembangkan sistem tersebut. Sebelumnya Nestle  memilki 5 sistem e-mail dan 20 versi software accounting, dengan sistem  barunya ini, Nestle mulai beralih menuju penggunaan satu paket software.  Database Nestle menggunakan satu kode produk tunggal, sehingga pembeli  produk Nestle di satu negara dapat membeli produk yang sama dari divisi  Nestle di negara lain. Seluruh database Nestle disentarlisasikan di 6  pusat data, dan dapat diakses lewat internet. Nestle juga dapat  mengetahui berapa banyak pembelian yang dilakukan oleh satu account,  proses negosiasi dilakukan tersentalisasi, sehingga memberikan volume  yang lebih besar per satu purchase order, dengan demikian lebih  effisien. Pembelian lintas negara menjadi lebih mudah dikoordinasikan.
 Non store retailing dan QECR melalui internet merupakan trend blue  chip di masa mendatang di Indonesia. Kemajuan teknologi komputer dan  komunikasi akan mempercepat pertumbuhan e-retailing dan penerapan  praktek QECR. Banyak peluang penghematan yang dapat diambil.  Implikasinya, jika ingin tergabung dalam sistem tersebut, maka retailer  perlu mengevaluasi apakah sistem dan infrastruktur yang dimiliknya  mendukung untuk itu, jika tidak, saatnya sekarang ini untuk  mempersiapkan diri, atau terlambat sama sekali.