Kamis, 24 Maret 2011

MASA DEPAN NEGARA ISLAM DI INDONESIA




Disampaikan dalam Mudzakarah Ilmiah di Masjid Fathullah Syarif Hidayatullah UIN Jakarta, 19-Desember-2010
Oleh: Dr.H. AMIR MAHMUD, S.Sos., M.Ag.(Pengamat Pergerakan Islam, Dosen Pasca Sarjana UNU, UMS dan beberapa Perguruan Tinggi Swasta)
I. PENDAHULUAN

Between Napolleons’s Egyptian Expedition of 1798 and the death of Lord Cromer in 1907, The core regions of the household of Islam came under either direct European control or indirect mandatory super vision.
(Semenjak ekspedisi Napoleon ke Mesir tahun 1778 sampai kematian Lord Cromer tahun 1907, wilayah yang menjadi inti Darul Islam secara langsung berada di bawah kontrol kekuasaan Eropa, dan di bawah supervisi global secara langsung)

Kita sedang menghasilkan dan sekaligus terlibat dalam revolusi global umat manusia, keadaan yang mencolok adalah tatkala gaung globalisasi itu hadir di negara-negara muslim seperti Afghanistan tak dapat merubah kultur ataupun perubahan-perubahan di aspek lain. Maka dengan mudah negara hegemoni yang dipimpin oleh Amerika membuat isu teroris untuk kepentingan berkampanye ke negara sekutunya untuk memerangi teroris yang menghasilkan peralihan kekuasaan dari Taliban kepada kekuasaan boneka Amerika. Hingga kini isu tersebut berlanjut kepada umat Islam di Asia Tenggara khususnya Indonesia.

Dari keterangan di atas sesungguhnya ada hal yang harus direnungkan sebagai evaluasi, sebab peristiwa-peristiwa yang terjadi terhadap umat Islam merupakan rencana (makar) yang telah direncanakan oleh musuh-musuh Islam internasional sejak beberapa tahun yang silam, sehingga Islam tidak dapat hadir menjadi kekuatan internasional (international forces) yang dapat menghantui dan menghancurkan negara adikuasa seperti Amerika.

II. DUNIA ISLAM DEWASA INI

Tidak diragukan lagi tersebarnya Islam merupakan ancaman bagi pengaruh dunia Kristen dan Yahudi. Bahkan orang-orang Islam sempat mendongkel penguasa-penguasanya di beberapa tempat dan wilayah satu per satu.

Daerah mereka jatuh ke tangan Islam, hingga ibu kotanya Konstantinopel yang merupakan benteng terkuat di dunia saat ini jatuh pula ke tangan penakluk muslim dari kerajaan Bani Utsmaniyah.
Dapat dicatat di sini diantaranya dunia Islam antara lain Maroko, Tunisia, Libya, Mesir, Afghanistan, Saudi Arabia, Malaysia, Filipina, Indonesia, dan lain-lain. Oleh karena potensi kekayaan yang ada dalamnya, maka dunia Islam semenjak berabad-abad dijajah oleh bangsa asing, yang berideologi dan beragama lain. setelah Perang Dunia II, satu demi satu negeri-negeri Islam melepaskan diri dari belenggu penjajahan menjadi negeri yang merdeka dan mempunyai pemerintahan sendiri.
Istilah dunia Islam muncul baru seabad yang lalu dan dikategorikan sebagai kelompok kekuatan Dunia ke-3 atau negara terbelakang. Mereka sejak mendapatkan kemerdekaannya dari para penjajah dipenuhi dengan tarik-menarik oleh berbagai ideologi untuk membentuk pemerintahan masing-masing.

Sejumlah besar umat Islam menderita akibat dominasi musuh Islam, Palestina diduduki Israel sedang penduduk asli muslim diusir mereka dari tanah airnya, muslim Turki di Cyprus tidak diberi tempat hidup oleh umat Kristen Orthodoxm dan di Jerman ditindas. Umat Islam di Filipina bagian selatan sejak lama mendapat tekanan dan penindasan dari penguasa yagn beragama Katholik, umat Islam di Arabia Selatan berkorban selama perang saudara. Barat telah melakukan segalanya untuk menyatukan kekuatan yang berawal dengan British Commonwealth, NATO, USA dan terakhir kesatuan Eropa Barat.

III. ISLAM INDONESIA DALAM SOROTAN SOSISO-SEJARAH

Sejalan dengan proses penyebaran Islam di Indonesia, pendidikan Islam sudah mulai tumbuh meskipun masih bersifat individual. Pengembangan dakwah Islam yang dipelopori oleh pemuka-pemuka, tokoh-tokoh di masyarakat secara persuasif tersebut dengan memanfaatkan lembaga-lembaga masjid, langgar, surau. Maka terbentuklah lembaga khusus untuk pelaksanaan pendidikan bagi umat Islam di Indonesia bernaam pesantren, yang diperkirakan pada abad ke-13 dan mencapai perkembangan yang optimal pada abad ke-18.

Walaupun didasarkan pada versi yang sangat disederhanakan atas suatu proses sejarah yang sebenarnya sangat kompleks, namun cukup alasan untuk menyimpulkan bahwa sejak akhir abad ke-15, Islam telah menggantikan Hinduisme dengan senjata utama bagi langkah-langkah dan kegiatan politik di Jawa, dan tak ayal lagi, munculnya dakwah sebagai kerajaan yang paling kuat pada waktu itu, menjadi panah yang ampuh bagi penyebaran Islam di Jawa

Selanjutnya sesuai dengan posisi elite santri dalam proses sosialisasi ajaran Islam melauli khutbah, ceramah agama dan pengajian-pengajian telah menempatkan mereka sebagai referensi sosial umat. Posisi tersebut memberikan peluang mereka untuk memobilisasi umat baik secara sosial dan politik. Proses ini pemerintah kolonial mengatur dan melakukan pengamatan yang ketat terhadap berbagai gerakan sosial Islam dimana elite santri bertindak sebagai pemimpin. Poses perubahan dalam masyarakat tsb kadang bisa ditandai oleh pertentangan yang terus menerus diantara unsur-unsur. Sejalan dengan itu tidak bisa dipungkiri bahwa anggota masyarakat itu kadang bisa terikat secara informal oleh norma-norma, nilai-nilai, dan moralitas umum, dan kadang bisa juga karena adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa.
Secara historio-Kultural, Islam di Indonesia memiliki citra yang sangat positif, Islam datang dengan citra damai dan telah memberikan andil yang sangat besar dalam meningkatkan peradaban nusantara, organisasi Islam (pergerakan sosial, seperti: politik, ekonomi, pendidikan) telah memainkan peranan penting dalam perlawanan terhadap kolonial sejak masa awal gerakan nasionalisme, namun akhirnya mereka harus menerima kenyataan atas peranannya kurang sentral dalam institusi pemerintahan dikemudian.

- Di abad ke-19 telah tercatat 4 perlawanan santri (santri insurection) melawan imperalis Belanda :

Pertama
: Di Sumatera Barat (1821 – 1828) – tidak dinamakan pemberontakan santri sebagai Perang Padri. Hanya disebutkan munculnya sejumlah pemberontakan santri di Sumatera Barat sebagai akibat Haji-haji yang menentang golongan adat Pemberontakan ini diakhiri setelah adanya invasi militer Belanda.

Kedua : Di Jawa Tengah (1826 – 1830) – tidak menyebut-nyebut nama Pangeran Diponegoro. Seorang pangeran yang merasa berhak atas tahta kerajaan Jawa tetapi dikarenakan dalam harapannya itu mempermaklumkan perang jihad secara besar-besaran melawan pemerintah kolonial dan orang-orang pribumi yagn menjadi kaki tangannya.

Ketiga: Di Jawa Barat Laut (1940 – 1880) Pemberontakan-pemberontakan rakyat yang di pelopori oleh ulama-ulama setempat telah memusnahkan hampir seluruh komunitas orang-orang Eropa dan bagian terbesar dari tokoh-tokoh pribumi yang bekerja sebagai pamong raja. sebagai response dari umat Islam Banten yang berusaha melepaskan dirinya dari tindasan tanam paksa dan pemberontakan santri ini terjadi pada tahun 1834, 1836, 1842 dan 1849.

Keempat
: Di Sumatera Utara (1873 – 1903) tokoh ulama Aceh yang masih terkenang akan kejayaan mereka di masa lampau, yang pada umumnya menganggap rendah semua orang asing berhasil memerangi Belanda selama 30 tahun.

Di tahun 1900 – 1952 bahkan jauh sebelum tahun tersebut telah berjalan gerakan sosial, da’wah, politik dan pendidikan dalam bentuk surau (pengajian) yang dari bibit inilah muncul berbagai ormas seperti :

- Terbentuknya Pengajian Surau Jembatan Besi Padang Panjang dibawah Asuhan Syaikh Abdullah, kemudian tumbuhlah Sumatera Thawalib Padang Panjang yang kemudian menjadi pusat pertumbuhan ulama dan zuama Islam di Indonesia.
- SDI (Serikan Dagang Islam) tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi, yang diubah namanya menjadi SI (Serikat Islam) pada tahun 1911,

- Muhammadiyah, tanggal 18 Nopember 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan.

- Al-Irsyad tahun 1914 oleh Syaikh Ahmad Surkasi al-Anshari,

- Mathla’ul Anwar tahun 1916 di Banten,

- Persis (Persatuan Islam) tahun 1923 oleh A. Hassan,

- NU tahun 1926 oleh Syaikh Hasyim Asy’arie

Dalam gerakan politik sebagai berikut :

- PSI (Partai Sarikat Islam) tahun 1923, - PEMI (Persatuan Muslimin Indonesia) di Sumatera, - MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) tahun 1937 sebagai wadah Federasi Kumpulan Islam, - Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) tanggal 7 Nopember 1945 sebagai partai politik Islam di Indonesia, - PPP (Partai Persatuan Pembangunan) sebagai wadah fusi partai-partai: NU, Parmusi, PSII tahun 1973, dll.
Pada masa awal kemerdekaan tahun 1945, para pemimpin Islam sendiri terpecah belah dalam perdebatan negara Islam. Sebagian menginginkannya, sebagian yang lain hanya menuntut pemerintah mendukung pelaksanaan syariat Islam atas pemeluk-pemeluknya saja, sedangkan yang lain lagi menyuarakan sebuah demokrasi plural dan liberal.

Perkembangan nasionalisme di negara-negara Islam atau yang berpenduduk mayoritas muslim berjalan bersamaan dengan gerakan modernisme Islam. Salah satu pembaruan dengan gerakan modernisme itu adalah dibidang politik yang di pelopori oleh Jamaludin Al-Afghani, yang terkenal dengan gerakan pan Islamisme. Semangat perlawanan berbasiskan kesadaran Islam yang dilakukan oleh Afghani segera mendapat sambutan di banyak negeri muslim. Afghani dan dua murid utamanya Rasyid ridha, dan muhammad Abduh, dengan segera menjadi icon bagi bagi semangat persatuan dan Pergerakan Islam. Meskipun tidak banyak perannya dalam kehidupan politik umat Islam di Indonesia, namun minimal khilafah masih merupakan kebutuhan. Wacana ke Islaman sebagai kekuatan penentang kolonialisme telah lama digunakan di wilayah nusantara. Resistensi dengan ideologi Jihad juga sangat berkembang di Indonesia sebagai cri khas gerakan sosial abad ke 19 dan ke 20, yang mendasarkan diri pada basis magis-keagamaan, yakni perang jihad. Beberapa contoh resistensi dalam skala yang terbatas antara lain, pemberontakan ciomas (1886), pemebrontakan Banten (1888).

IV. Ideologi Islam sebagai Perlawanan

Adapun faktor penyebab perubahan masyarakat itu bermacam-macam antara lain : ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi serta penggunaannya oleh masyarakat, Agama, juga perubahan harapan dan tuntutan manusia. Dalam perwujudan perubahan sosial itu bisa berupa kemajuan ( progress ) ataupun kemunduran ( regress).
Pada Dunia ketiga yang umumnya memiliki pandangan keagamaan yang kuat, agama bukan semata ritual dan seremonial yang sakral, lebih dari itu menjadi kekuatan besar sekaligus spirit, sumber inspirasi dalam melawan penindasan. Dan ketika penindasan itu berlaku kepada kaum muslimin, segenap kaum muslimin seluruh dunia melihat dirinya telah berada di bawah telapak kaki Barat terhentak untuk membangun kesadaran akan ketertinggalan Islam berhadapan dengan Barat dan antek-anteknya., sebab itu tidaklah mengherankan justeru Islamlah yang paling reaktif menentang dominasi Barat bahakan munculnya berbagai konsepsi peradaban, ideologis, sistem politik dan sebagainya. sebagai tandingan dan penentangan terhadap Barat yang membawa ideologi sekulerisme.

Dengan munculnya berbagai kekuatan Islam yang dimulai gerakan pemurnian ajaran Islam dengan gerakan wahabi sampai kepada gerakan penyatuan kesadaran politik kaum muslimin dengan Pan Islamismenya, Ikhwanul Muslimin, Jama’at Islam, Hizb Tahrir, JAT ( dalam riset penulis) dan masih ada sejumlah beberapa

Gerakan yang menjadi kajian dan riset penulis di Indonesia, yang membuktikan bahwa masih adanya Gerakan Islam sebagai terobosan ijtihad telah mampu membakar kembali api semangat pembaruan para pemikir Islam untuk merebut kebali harga diri umat ditengah percaturan dan konflik peradaban Timur dengan Barat.

a. Tuduhan Fundamentalisme

Fenomena agama sebagai kenyataan sosial sesungguhnya tidak pernah dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Wilayah kerja agama secara sosiologis, adalah kehidupan manusia konkrit-Historis dari sejak lahir sampai matinya. Dalam realitas agama mengandung wajah ganda ( double face ), disatu sisi agama memberi dorongan atas terwujudnya etos saling menghormati dan menghargai sesama manusia. Agama juga dicirikan sebagai pemersatu aspirasi manusia yang paling sublim .

Fundamentalisme Islam sering dianggap sebagai ancaman besar bagi kehidupan seluruh umat manusia karena selalu dikaitkan kepada ‘radikalisme’, ‘ekstremisme’, dan lain sebagainya sehingga merupakan wujud perlawanan bagi setiap yang berbeda Ideologi khususnya bagi negara Barat. Sedangkan menurut Sayyed Hussein Nasr, setidaknya ada empat tipe pemikiran Islam dimuka bumi ini, yaitu Muslim modern, Messianis, Fundamental ( revival ), dan tradisional, yang kesemuanya dalam panggung sejarah kemanusiaan Dapat dipastikan bahwa Ideologi sekuler seperti, Marxisme, Sosialisme, dan Kapitalisme, maupun ideologi lainnya yang tidak memiliki basis teologis mereka saling bersatu untuk melawan gerakan-gerakan yang berlabelkan Islam untuk menegakan Syari’at Islam dimana saja berada.

Senada dengan itu Ustadz Abu Bakar Ba’syir menolak dan mengkritisi klaim fundamentalis yang dituduhkan kepada umat Islam karena hal tersebut merupakan istilah dari Amerika yang memiliki ma’na mengkotori umat Islam, lanjut beliau jika saja fundamentalis itu diartikan kembali kepada ‘dasar’, ‘fundamen’ dengan pengertian adalah seorang muslim yang menjalankan Al-Qur’an dan Hadist, maka hal tersebut bisa dimaklumi namun demikian tentunya berbeda dengan pemahaman yang ada pada tradisi Protestan khususnya di Amerika yang disertai menegakkan perlawanan tehadap Ilmu pengetahuan. Para politisi dan praktisi Barat, Khususnya Amerika Serikat, suka meracunkan istilah Islam dengan menggenaralisasi sebagai kekuatan politik secara sempit. Islam dipandang sebagai ideologi yang berbasis pada kekuatan agama. Wujud gerakan Islam fundamentalis yang kaku sering diartikan sebagai perwujudan masyarakat Islam secara keseluruhan, sehingga mendorong lahirnya banyak gagasan dari kalangan Barat yang berhaluan pragmatis untuk merekayasa penghancuran Islam sebagai kekuatan politik dan ideologi.

b. Gerakan Islam

Para pimpinan dan pemikir gerakan islam senantiasa “menengok” ke pusat dunia Islam, baik langsung maupun melalui Barat dan usaha mengalihbahasaan atau penyaduran karya ulama dan sarjana muslim dari luar guna memperkaya bahan rujukan yang dapat dibaca langsung dalam bahasa Indonesia, sehingga menghasilkan karya pemikirannya sendiri, seperti Munawar Khalil dengan bukunya Kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, Kelengkapan Tarikh Muhamamd saw; Hasby Ash-Shiddiqy dengan bukunya Pedoman Shalat, Puasa, Zakat; Hamka dengan bukunya Tafsir Al-Azhar, Tasauf Modern.

Tahun 1980-an, usaha perkenalan buah pikiran para ulama dan sarjana muslim dari luar, khususnya dari Mesir seperti Sayid Quthb dengan karya Tafsir al-Qur’an Fii Dzilalil Qur’an; Abul hasan al-Hasany an-Nadwy dengan karyanya Mua dza khasiral ‘al alamu bin Nhithathil Muslimin. Hingga kini telah ribuan kitab dari luar telah diterjemahkan.

Gejala tersebut di atas memberi petunjuk kepada kita bahwa gerakan Islam Indonesia bukan saja ingin tetap menjaga dan menneruskan kesinambungannya dengan sejarah tapi juga ingin tetap melestarikan syariat Islam serta Islam yang dipadukan dengan analisis-analisis tentang perkembangan sosio-kultural masyarakat dan bahkan kritisme yang tajam terhadap barat berdasarkan madzhab empat yaitu Hambali, Maliki, Syafi’i dan Hanafi.

Secara keseluruhan sejarah umat Islam Indonesia mesti melacak gerakan mendasar atas lahirnya suatu peristiwa, terutama yang berkenaan dengan gerakan Islam kontemporer. Tahun-tahun pembentukan apa yang disebut sebagai Islam politik juga dengan kuat diletakkan pada konteks geografis Timur Tengah.

Untuk itu kedudukan agama dalam persfektif kehidupan manusia, secara perseorangan dan sosial memberikan pengaruh yang sangat besar dalam berbagai aspek. Secara sosiologis sekurang-kurangnya agama memiliki 3 fungsi sosial, yakni ;

a. Fungsi pemeliharaan ketertiban masyarakat
b. Fungsi pengintegrasian nilai
c. Fungsi pengukuhan.

Dalam kaitannya dengan Islam sebagai pemeliharaan ketertiban masyarakat, pengintegrasian nilai, dan pengukuhan nilai, sejalan dengan pernyataan Gellner, “ Islam tidak lahir ditubuh 2 kerajaan…., Islam muncul sebagai semen bagi kerajaan, bukan sebagai karat yang menggrogoti kerajaan-kerajaan itu. “.

Hal ini jelas sekali Islam sebagai perekat dan pandangan hidup bagi pemeluknya yang dapat membangkitkan umatnya dalam aspek-aspek hidup dan kehidupan secara menyeluruh.

Menurut Muzaffar, kebangkitan Islam memiliki 3 parameter, yakni ;

A. Munculnya kesadaran dari dalam kalangan umat Islam sendiri akan pentingnya Islam sebagai sistem hidup.
B. Dijadikannya kerajaan masa lalu, yaitu masa nabi Muhammad saw dan khulafaurasyidin sebagai pola, model dan rujukan sekaligus sebagailandasan perjuangan.
C. Islam dipandang sebagai alternatif dan karena itu dianggap sebagai ancaman Ideologi lainnya.
Disi lain Mutalib ,menyatakan bahwa kebangkitan Islam ditandai 4 ciri, yakni :

A. Adanya keinginan yang lebih besar untuk memandang Islam sebagaiagama ( ad-dien ), dimaksudkan agama sebagai pandangan hidupmenyeluruh, mencakup seluruh aspek kehidupan.
B. Kecendrungan untuk memandang kaum muslimin yang berbeda-beda di dunia ini sebagai satu kesatuan komunitas muslim.
C. Rasa tegar dalam mendukung nilai-nilai cita-cita dan solusi-solusi Islam yang mendasar.
D. Pembentukan Badan-badan atau organisasi-organisasi tipe gerakan yang bertujuan untuk membuat orang Islam lebih terorganisir.

Kajian mengenai gerakan Islam kontemporer sesungguhnya tidak hanya memerlukan konstruksi teoritik, tetapi juga memerlukan tersedianya pengetahuan empiris yang dapat menjelaskan dan mengidentifikasi gerakan.

Gerakan Islam di abad ke 20, sesungguhnya merupakan konstruksi dari Gerakan Islam di masa modern melawan pengaruh, kekuasaan dan kekuatan para adikuasa didalam wilayah Islam. Jansen mengatakan, bahwa gerakan anti dominasi Barat telah merata keseluruh kawasan Asia, dari India sampai ke Indonesia. Oleh sebab itu tidaklah berlebihan bila saja disimpulkan bahwa gerakan Islam merupakan salah satu “kekuatan dunia” yang besar, potensial dan berbeda cara pandang ideologis dalam membangun tata sosial, politik, ekonomi, bahkan peradaban dunia, sebagaimana ditegaskan oleh Raschke Kirk dan Taylor, tugas agama dalam hal ini adalah menggerakkan agama atau melindungi pengikutnya dari tekanan dan kehidupan yang tidak menyenangkan serta menghalangi manusia untuk boleh hidup sempurna, termasuk dalam partisipasi sosial dan politik.

Guna memahami pergarakan Islam kontemporer, telaah ini bertolak dari sebuah tinjauan terhadap pandangan yang memahami islam Indonesia dari dua paradigma, yaitu Islam tradisional dan Islam modernis.

Pada umumnya, gerakan Islam baik yang tradisional maupun modernis muncul sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Akar gerakan Islam tradsional mulai bersemi sekurang-kurangnya bersamaan dengan masuk dan semakin meluasnya pemeluk Islam di pedalaman Jawa pada saat mana Islam mulai mengalami proses menyerap dan diserap oleh unsur budaya lokal.

Ada bermacam jenis gerakan perubahan, pengelompokkan ini tentu saja dapat berubah-ubah karena suatu pergerakan biasanya ingin mencakup berbagai aspek dari kehidupannya, seperti pergerakan politik nasionalis, komunis atau kaum umumnya ingin merubah bentuk pemerintahan dan lain-lain.

Dengan mengikuti pencirian ini, gerakan pembaharuan agama berkeinginan untuk sistem agamanya. Pada pembaharuan Islam misalnya upacara agama harus diluruskan, kebenaran harus dicari bukan dari penafsiran yang berlebih-lebihan dari pihak penguasa melainkan langsung dari ayat-ayat kitab suci.

Gerakan Islam sebagai Islamic Ideology adalah gerakan sosial dan keagamaan yang mengajak umat Islam kembali kepada “Pinsip –prinsip Islam yang fundamental, kembali kepada kemurnian etika dengan cara mengintegrasikannya secara positif (dengan doktrin agama) pada tataran culture structure, dana kembali kepada keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dan masyarakat pada tataran social stucture. Di dalam Islam secara sosio-historis gerakan Islam ditemukan kaidah-kaiadah”Islami” yang di nampakan secara berbeda oleh pemeluknya pada masa kurun waktu yang sama dan ditempat yang berlainan seperti ada dari gerakan Islam mentransformasikan diri ke arah political rupture (tindakan kekuatan) sebagai bentuk perlawananya dengan Jihad, Juga ada dengan menggunakan cara melalui pengembangan pendidikan,sosial, budaya, ekonomi sebagai wujud perlawananya melepaskan segala keterikatannya dengan sistem Jahiliyah.

c. Perang Ideologi dan Kebudayaan.

Teknologi Barat dengan segala penemuannya yang sangat menakjubkan dan telah membanjiri seluruh dunia, membawa pula kebudayaan materialisme dan sekularisme yang sangat bertentangan dengan Kebudayaan Timur (baca Islam) yang berdiri teguh di atas dasar kebutuhan dan keagamaan. Seorang Austria yang telah memeluk agama Islam pada tahun 1922, bernama Leopold Weiss, menulis sebuah buku bernama “The Road to Mecca”, dikatakannya:” Sekarang kita hidup pada suatu masa, di saat Timur tidak dapat tinggal apatis dan berpangku tangan terhadap barat yang mulai mendesak mereka, karena beribu ribu kekuatan , baik politik, kemasyarakatan. Dan ekonomi datang mengetuk pintu dunia Islam. Maka apakah dunia Islam ini akan tunduk dan menyerah pada peradaban barat.

Dr. Edward J. Byng, menulis buku pada tahun 1954, dalam bahasa Jerman , berjudul “Die welt der Araber” ( Dunia arab ) yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan nama “The World of the Arab” yang ketika itu di rubah kedalam Bahasa Belanda dengan persyaratan harus dirubah menjadi “De Derde Macht” ( kekuatan ketiga), dan dimintakan kata pengantar bagi buku itu kepada Sultan Otsmaniyah yang paling akhir yang sudah dima’zulkan, yaitu Sultan Abdul Majid II.

Dia menceritakan bahwa kebangkitan suatu umat yang jumlahnya mencapai 400 juta manusia yang memeluk agama yang satu, agama Islam, yang mendiami daerah yang membentang luas, yang memanjang dari Tanger di sebelah barat (Afrika Utara ) sampai ke Irian ( di Indonesia ) disebelah timur, dan garis melebarnya dari tanah tinggi Pamir ( Asia Tengah) disebelah utara sampai ke daerah timur dan selatan dari Benua Afrika di sebelah selatan. Lebih di uraikan lagi bahwa umat yang jumlahnya mencapai 1/6 penduduk dunia itu pasti akan datang masanya mendesak maju ke depan, bergandengan bahu dengan dua kekuatan dunia yang sudah ada, menjadi kekuatan ketiga. Digambarkannya, bahwa kalau Amerika dengan sekutunya mempersatukan diri di dalam “Pakta Atlantik”, dan Rusia dengan seluruh satelitnya mempersatukan diri di dalam “Pakta warsawa”, maka kekuatan Ketiga sedang mencari bentuk persatuannya dengan berdasarkan”Pan Islamisme” dan dia mengatakan bahwa masanya pasti datang tidak lama lagi, umat Islam tampil ke depan menjadi kekuatan ke Tiga, dengan Dunia Arab menjadi pelopornya.
Sekiranya dapat dijelaskan dari kedua ideologi kekuatan tersebut, yaitu:

Marxisme terdiri dari tiga unsur: Pertama, Filsafat dialektik yang diambill dari Hegel (1770-1841 ), dari dilectical Materialism muncullah apa yang dinamakan :Historial Materialism” walaupun contoh yang diberikan kepada dialektiknya Hegel bahwa feodalisme dilawan oleh kapitalisme menjelma menjadi sosialisme adalah suatu contoh yang arbitraire. Kedua, Sistem ekonomi tertentu, diantara bagian-bagian pentingnya adalah gagasan bahwa nilai itu terdapat dalam kerja, dan bahwa ekonomi liberal, yang dinamakan keuntungan itu pada hakekatnya adalah nilai kelebihan ( surplus value) yang dimakan oleh golongan bermodal (kapitalis). Ketiga, adalah tentang ketatanegaraan dan revolusi . Bagi Kaum komunis negara adalah suatu mesin bagi suatu lapisan masyarakat untuk menindas lapisan lain, untuk sampai pada kekuasaan tersebut mereka memakai segala upaya termasuk kekerasan dan kekjaman.

Kapitalisme, merupakan lawan dari komunisme, terutama dalam pandangannya tentang masalah kerja dan nilai kerja. Bila komunisme menitik beratkan, bahwa jasa hasil produksi yang terbesar adalah pada tenaga kerja (buruh), maka kaum kapitalis beranggapan bahwa jasa terbesar adalah pada kapital atau pemilik kapital ( modal). Dengan demikian mereka beranggapan, bahwa kapital adalah merupakan kunci suksesnya dunia usaha. Didalam masyarakat kapitalis setiap Individu memiliki hak dan kebebasan yang luas dalam dunia usaha. Dalam perjuangan hidup berlaku semboyan yang terkenal Laisser faire, Laisser passer, yakni biarkan apa yang terjadi menurut kodrat masing-masing dan jangan diadakan pembatasan. Segala bentuk persaingan adalah bebas menurut kadar kemampuan nya. Siapa yang kuat adalah yang menang, siapa yang lemah dialah yang ditendang. Dari sinilah muncul liberalisme..

Untuk mempelajari perubahan-perubahan pada suatu masyarakat perlu dilakukan pengambilan contoh dan pembuatan sintesa data yang berbeda. Gejala-gejala perdebatan di sektor yang berbeda-beda seperti sektor ekonomi, politik, agama, pendidikan serta dari bermacam daerah, dan golongan. Oleh karena itu implikasi paling fundamental dari gerakan Islam kontemporer adalah usaha yang giat untuk mengerahkan segala tatanan masyarakat pada sebuah bentuk visi dan realitas yang berinspirasikan ideologi.

d. Issue pemahaman Kelompok Islam Keras vs Moderat

Adanya pengelompokan yang dikembangkan oleh beberapa intelek muslim yang sekuler yang juga merupakan Jaringan asing maupun ormas tertentu dalam mencitrakan pemahaman dan karakter, dimaksudkan untuk memberikan penilaian buruk terhadap pelaku-pelaku Islam yang komitmen, Seperti dengan sebutan Islam Keras atau ekslusif yaitu suatu kelompok yang berusaha keras mempertahankan kemurnian ajaran agama ( ortodoksi ) dengan melakukan cara-cara aksi-aksi kekerasan dan ini dapat terlihat pada kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan, maupun dalam pandangan dan sikap politiknya berkaitan dengan negara. Kebijakan dan tindakan negara terhadap kelompok ini di tafsirkan sebagai politik kekerasan dapenindasan serta peminggiran Islam dari proses dan kehidupan politik, serta melanggar hak-hak sipil dan bahkan lebih luas lagi.

e. Tuduhan Aksi Jihad adalah Teror

Perjalanan sejarah menyebutkan bahwa orang yang menjadi aksi kekerasan di Indonesia maupun di negara lain, selalu diawali dengan sikap keberagamaan yang militan dan menginduk pada organisasi dan sejumlah tokoh spiritualnya Dalam hal ini kita dapat melihat bagaimana dunia menilai gerakan Pan Islamisme, Ikhwanul Muslimin Mesir (Hasan Al-Banna tahun 1927), Jama’tul Muslimin Pakistan (Abul’ala Al-Maududi), Revolusi Islam Islam Iran (Ayatullah Khumaini 1979), Jama’ah Jihad Fisabilillah Lampung (Warsidi), Komano Jihad Warman, Jama’ah Imran (Bandung) dan lain sebagainya, merupakan kelompok keagamaan yang memperjuangkan prinsip-prinsip keagamaan secara mendasar dengan cara yang ketat, tegas, dan keras tanpa kompromi, yang disebut dengan fundamentalis, militan.

Mochtar Buchori, menjelaskan, Aktivitas yang dilakukan oleh kelompok radikal keagamaan secara realistik memang sering menimbulkan ketegangan dalam kehidupan masyarakat. Meskipun demikian, adanya ketegangan tersebut bukan berarti mereka bisa begitu saja disebut radikal.

Menurut Bruce Lawrence, memasukan sosiologis fundamentalisme kedalam suatu “tuntutan kolektif”, yaitu tuntutan agar keyakinan dan nilai-nilai etika yang diajarkan oleh agama diterima oleh mayarakat dan secara legal wajib dilaksanakan.

Suatu keniscayaan bagi setiap kelompok untuk dapat menanamkan apa yang menjadi tujuan padangan hidupnya.

Maka berangkat dari pengertian tersebut radikalisme muncul karena adanya suatu keterkaitannya atas pertentangan secara tajam antara nilai-nilai yang diperjuangkan oleh kelompok tertentu dengan tatanan nilai yang berlaku atau dipandang mapan pada saat itu, sehinga pandangan tersebut lebih menafikan pluralisme dan kecendrungan untuk menggolongkan manusia hanya berdasarkan agama atau kepercayaan yang dianutnya.

Meskipun keberadaan predikat aksi kekerasan itu sangat santer terhadap pandangan fundamentalis, namun bukan berarti final dan berhenti tanpa suatu kajian-kajian ilmiah. Sebab aksi-aksi yang dipandang sebagai suatu perbuatan sadis itu dapat dipertanggungjawabkan oleh sebuah penelitian, sebagai tindak lanjut mencari akar kekerasan, sehingga apakah cara pandang dan penghayatan atas agama yang selama ini menjadi fokus pemberitaan berbagai media adalah keliru, atau merupakan ekspresi dari ketidak adilan dan kedzhaliman dari suatu aksi hegemoni kekuasaan atau juga merupakan suatu gerakan dari jaringan internasional yang menanamkan rasa solidaritas. Sebagaaimana adanya isu jaringan teroris Jama’ah Islamiyah dan Al-Qaedah pimpinan Usamah Bin laden. Serta sejumlah peneliti asing yang mempunyai kepentingan-kepentingan terhadap ideologi global seperti Sidney Jones dan pengakuan Mantan Anggota Jama’ah Islamiyah Nasir Abas yang menulis buku “Membongkar Jama’ah Islamiyah”

Pada dasarnya aksi kekerasan merupakan suatu ekspresi dari perilaku yang menggunakan sauatu kekuatan sebagai pembelaan diri dengan motif yang berbeda-beda. Dari aksi kekerasan tersebut tidak sedikit mendatangkan banyak korban, sehingga kekerasan dipandang sebagai wasilah untuk mencapai tujuan. Dan hal ini banyak dijadikan landasan pada semua faham atau ideologi tertentu, dimana langkah tersebut diambil sebagai proses siasat memperoleh suatu perubahan yang diinginkan.

Menyikapi kekerasan, sudah jelas bahwa kekerasan berbeda dengan ‘jihad’ atau ‘irhab’ yang selama ini selalu menjadi sterotype bagi sebagian kalangan. bahwa definisi teror yang merupakan perbuatan dengan menggunakan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai suatu tujuan, terutama tujuan politik dan bahkan istilah ‘teror’ dalam bahasa Arab sering disalahartikan dengan dicantumkannya kata ‘irhab’, selalu yang tertuju kepada umat Islam. Dengan tegas bahwa pengertian dalam bahasa Arab ini tidak sama dengan kata ‘irhab’ yang dipergunakan dalam Al-Qur’an, ketika memerintahkan agar orang beriman melakukan ‘irhab’ terhadap orang kafir .

Ada kekeliruan orang –orang yang tidak suka terhadap syariat Islam , Jawahir Thantawi, dalam tulisannya menjelaskan bahwa timbulnya persepsi keliru tentang syariat Islam yang diidentikan dengan kekerasan yang pada umumnya karena dikaitkan dengan pelaksanaan hukum pidana Islam. Misalnya, ada hukuman mati (qishash) yang dikenakan kepada kejahatan nyawa, murtad, dan pemberontakan, sanksi hukuman potong tangan bagi pencuri lelaki atau perempuan, sanksi hukuman lempar batu (rajam) bagi pezinah lelaki permpuan.

Karena itu, kekeliruan pemahaman yang menyamakan syari’ah Islam sebagai kekerasan karena diidentikan hukuman pidana Islam itu tidak tepat.

Jika melihat berbagai gerakan jihad sepanjang sejarah muslim dapat diketahui terdapat kelompok-kelompok muslim yang menggunakan atas nama jihad untuk mencapai agenda sendiri. Namun terdapat pula kecenderungan yang keliru di Barat yang menganggap radikalisme jihad merupakan fenomena umum dalam masyarakat muslim secara keseluruhan. Tragedi peledakan Gedung WTC, 11 September 2001, sebagai kali pertama selogan momentum “perang melawan teroris” kepada dunia oleh Amerika, yang merupakan lanjutan dari kesepakatan Ronald Reagan dan juga George Bush, pada tanggal 14 April 1986, yang memerintahkan pengeboman terhadap dua kota di Libya, Tripoli dan Benghhazi, menyusul pada hari kamis, 21 Agustus 1998 Amerika Serikat melakukan kembali serangan militer terhadap negara Sudan dan Afghanistan.

Pada aksi tersebut, tidak sedikit dari elemen bangsa mengeluarkan pernyataan sikap keras mengutuk pemboman oleh Amerika Serikat atas negara Muslim tersebut. Bercermin pada aksi tersebut Aksi kekerasan merupakan fenomena didalam kehidupan modern.

Menurut seorang pakar perang Israel Martin van Craveld, jika seseorang atau negara memerangi aksi kekerasan (terorisme), maka dia akan menjadi teroris. “When you fight terrorism, you become a terrorist”.

Sementara itu gerakan-gerakan radikal tumbuh karena berbagai inspirasi, agama, sosial, dan politikMenurut Hoarce M Kallen, radikalisme ditandai oleh tiga kecendrungan umum : Pertama, radikalisme merupakan respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Respons tersebut muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, atau bahkan perlawanan. Masalah-masalah yang ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga, atau nilai-nilai yang dapat bertanggung jawab terhadap keberlangsungan keadaan yang ditolak.

Kedua, radikalisme tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan lain. Ciri ini menunjukkan bahwa di dalam radikalisme terkandung suatu program atau pandangan dunia (worldview) tersendiri.

Ketiga, kaum radikalis memiliki keyakinan yang kuat akan kebenaran program atau ideologi yang mereka bawa. Dalam gerakan sosial, kaum radikalis memperjuangkan keyakinan yang mereka anggap benar dengan sikap emosional yang menjurus pada kekerasan.

Sementara Pandangan Barat sering menghubungkan antara jihad dengan terorisme. Yang sesungguhnya dua hal tersebut mempunyai sudut pandang yang berbeda. Penggunaan kekerasan atau teror tidak langsung dikatakan sebagai terorisme. Karena teror bisa dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan kriminal dan persnal.

Sebaliknya seperti yang dikemukakan Thornton, terorisme adalah penggunaan teror sebagai tindakan simbolis yang dirancang untuk mempengaruhi kebijaksanaan dan tingkah laku politik dengan cara ekstra normal khususnya penggunaan ancaman kekerasan. Dalam lingkup pengertian ini, Thornton membedakan dua teori pembedaan teror. Pertama, adalah enforcement terror, yang digunakan penguasa untuk menindas tantangan terhadap kekuasaan mereka. Kedua, agitational terror, yakni kegiatan teroristik yang dilakukan mereka yang ingin mengganggu tatanan yang mapan untuk kemudian menguasai tatanan politik

Dengan demikian Jihad berbeda sangat dengan aksi kekerasan. Agama telah menjadi suatu kekuatan dunia yang tidak lagi terbatas memberikan pengaruh bagi kehidupan politik melalui interaksi dengan lapisan penguasa. Bahkan yang terpenting adalah perpindahan agama dari tingkat global dan kolektif ketingkat bagian-bagian atau individu. Islam sebagai kekuatan yang memiliki prinsip bahwa kebenaran tanpa kekuatan tidak memiliki arti. Islam dalam sejarahnya didominasi oleh pengertian jihad, yang berarti kemampuan seseorang dalam mengetengahkan dirinya untuk merealisasi tujuan luhur dakwah Islamiyah. Sehingga Pengertian seperti ini hanya merupakan wajah lain dari pengertian terdahulu yang dinamakan dengan ‘terorisme internasional’.

IV. KEBANGKITAN UMAT ISLAM SUATU KENISCAYAAN


Pada kawasan Islam yang luas ini terdapat puluhan bahkan ratusan Jama’ah Islam, baik bersifat lokal, nasional, maupun Internasional dengan corak dan karakter yang berbeda-beda. Namun semuanya telah memberi warna pergerakan Islam.

W.G . Palgrave pada tahun 1872 menulis, “Umat Islam selalu sadar ketidak tentuan yang selalu terjadi dan perpecahan yang membingungkan Dunia Kristen sekarang ini, juga terhadap ketidakstabilan yang menyusahkan masyarakat Eropa modern dewasa ini. Dipandang dari sudut mereka sendiri, umat Islam bagaikan orang yang berdiri tenang di tempatnya yang kokoh kuat di tengah-tengah segala yang bergejolak, yang tidak merata.

Scawen Blunt meneruskan tulisannya sampai 15 Januari 1882, yang akhirnya dsusun menjadi suatu buku yang bernama “The Future of Islam”, Buku inilah yang pertama kali membuat ramalan tentang kebangkitan Islam.

Dia mengemukakan 4 faktor yag penting, yang menyebabkan kebangkitan umat Islam tidak pernah berhenti, yaitu:
1. Ibadah Haji yang dikerjakan setiap tahun
2. Pemusatan pemerintahan Islam yang ditanamkan “ Khilafah” yang ketika itu di Turki.
3. Adanya tanah suci Islam.
4. Berkobarnya gerakan reformasi (kebangunan).

Maka sasaran pertama yang harus dilakukan untuk melumpuhkan kebangkitan Islam, ialah mengroyok beramai-ramai Kerajaan Otsmaniyah di Turki yang dianggap sebagai pusat Dunia Islam, dan kemudian mematikan gerakan reformasi yang sedang dibangkitkan oleh Jamaluddin al_Afghani dan Syaikh Muhammad Abduh dengan gerakan yang terkenal “Pan Islamism” Adapun dua faktor lainnya sangat sukar dihapusakan, yaitu Ibadah Haji dan tanah suci Mekkah, karena keduanya merupakan dasar utama di dalm Islam.

Juga senada dengan di atas, Lothrop Stoddard dari Amerika memprediksi yang sama pula dalam Bukunya “The New World of Islam” ( dunia baru Islam), yang diterbitkan pada tahun 1921, seusainya Perang Dunia I, tetapi menjelang turun takhtanya sultan Ostmaniyah yang terakhir, pada 1924. Dia menegaskan bahwa meskipun khilafah sudah dapat ditumbangkan selama ummat Islam masih dapat bebas menegrjakan haji dan berkunjung ketanah suci Mekkah, tetap ancaman bahaya bagi Barat tidak akan hilang.

Sehubungan dengan pokok-pokok pembahasan di atas, maka ada beberapa hal yang perlu dikaji dan menjadi perhatian pada setiap muslim dan aktifis gerakan Islam diantaranya:

1. Memahami faktor kelemahannya.

a. Adanya berbagai pemikiran tidak Islami yang menghadang dunia Islam.
b. Pola integrasi umat Islam:

- adanya penyakit firaunisme, sektarisme dan vested-intereses yang menyebabkan disintegrasi umat Islam.

c. Pemisahan kepemimpinan addien dan siyasah.
d. Kurangnya pentarbiyahan yang baik.
e. Hilangnya tanggung jawab dakwah dan jihad pada umat ini.
f. Berjuang untuk mencapai mahamat yang bukan Islam

2.Memahami strategi musuh-musuh Islam dimanapun juga:

a.Merubah al-Islam dengan jalan memberikan gambaran yang salahtentang Islam. Sebagai contoh mentafsirkan

Al-Qur’an dengan cara menggunakan metode Hermeneutik.
b. Memisahkan umat Islam dari ajarannya yang hakiki, yakni Al-Islam.
c. Memisahkan dan mempertentangkan golongan umat Islam yang satu dari dan terhadap golongan Islam yang lainnya.

V. PENUTUP

Akhir dari acara seminar ini diharapkan dapat merumuskan persoalan dan memberikan sesuatu kebaikan , dan mengembangkn potensi umat pada kesadaran li’lakalimatillah iya ulya, dalam eksistensi seorang individu, keluarga masyarakat dan Negara.

Pada pertemuan kali ini dapatlah kiranya untuk dapat disimpulkan pada masing-masing pribadi peserta seminar, menilai dan berpendapat dan bersikap bagaimana seharusnya dan sebaiknya. Wallahu ‘alam, Barakallahufikum.

Source: http://arrahmah.com/index.php/blog/read/10532/masa-depan-pergerakan-islam-di-indonesia#ixzz1Aecbn1zm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar