Jumat, 11 Maret 2011

Masa Depan Indonesia

Di sekitar tanggal 17 Agustus adalah waktu yang tepat untuk melakukan 
kontemplasi, tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan negara kita. 

Sebelum kemerdekaan, 90 persen rakyat Indonesia buta huruf latin. Tidaklah 
mudah bagi para Perintis Kemerdekaan dan Angkatan 45 untuk mengajak rakyat 
dengan tingkat pendidikan yang begitu rendah agar sadar akan haknya untuk 
merdeka. Kondisi itu mengharuskan Bung Karno dan para pemimpin politik di masa 
itu, dalam mensosialisasikan gagasan kemerdekaan, menggunakan ungkapan yang 
mudah dipahami rakyat. 

Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, kemerdekaan dijanjikan akan menjadikan negeri 
ini gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto rahardjo, subur kangsarwo 
tinandur, murah kang sarwo tinuku, (semua serba makmur, sejahtera, aman, 
tertib, dan teratur). Di daerah lain dikembangkan gambaran serupa. Keberhasilan 
meyakinkan rakyat telah membentuk tekad rakyat untuk "Merdeka atau Mati", 
menjadikannya kekuatan besar yang mampu mengusir penjajah yang memiliki 
persenjataan yang hebat. 

Maju lebih cepat 

Indonesia mengawali kemerdekaan negara-negara baru setelah berakhirnya Perang 
Dunia II. Lebih dari 30 negara baru di Asia dan Afrika berjuang merebut 
kemerdekaannya terinspirasi oleh keberhasilan Indonesia. Sejak merdeka, kita 
telah mencapai banyak kemajuan; tetapi banyak negara lain maju lebih cepat 
sehingga relatif kita tertinggal. Untuk menyebut beberapa di antaranya; di 
bidang pendidikan, Malaysia yang dulu meminta guru-guru Indonesia mengajar di 
sana, sekarang memiliki sistem, sarana, dan mutu pendidikan yang lebih baik 
dari kita. 

Dalam bidang sepak bola, Jepang dan Australia, 15 tahun yang lalu sulit 
mengalahkan PSSI, sekarang telah ikut final 32 negara terbaik di Jerman, 
sementara kita kesulitan untuk menjadi juara di tingkat ASEAN. Prof Jeffrey 
Sach, ekonom AS, memberikan perbandingan yang menarik. Di tahun 1984, ekspor 
Indonesia 4 miliar dollar AS dan ekspor China 3 miliar dollar AS. 20 tahun 
kemudian, di tahun 2005, ekspor Indonesia meningkat menjadi 70 miliar dollar AS 
dan ekspor China mencapai 700 miliar dollar AS. Di bidang pembangunan jalan 
tol, Indonesia memulai 10 tahun lebih dulu dari Malaysia dan 12 tahun lebih 
dulu dari China. Sekarang total panjang jalan tol di Malaysia 6.000 km, di 
China 90.000 km, dan di Indonesia baru 630 km. 

Impian tentang negara yang sejahtera dan tertib juga belum menjadi kenyataan, 
dan sebagian masyarakat tampak gamang akan masa depan Indonesia. Di luar negeri 
juga banyak analisis tentang masa depan Indonesia dengan bermacam pendekatan, 
di antaranya ramalan bahwa negara kita akan mengalami disintegrasi seperti Uni 
Soviet dan Yugoslavia. Kajian Jared Diamond dalam buku Collapse di tahun 2005 
meramalkan kehancuran Indonesia. 

National Intelligence Council's (NIC's), organ Pemerintah Amerika Serikat (AS), 
pada tahun 2005 mengekspos kajian Rising Powers: The Changing Geopolitical 
Landscape 2020. Menurut telaahan tersebut, di tahun 2020 Indonesia bersama 
China, India, Afrika Selatan, dan Brasil adalah negara-negara yang pengaruhnya 
semakin meningkat. Argumennya, ekonomi Indonesia akan tumbuh 6-7 persen per 
tahun selama satu setengah dekade mendatang, dengan populasi sekitar 250 juta 
jiwa. Dari sisi populasi, Indonesia perlu memanfaatkan "bonus demografi" 
setelah tahun 2015 selama satu generasi. Pada masa itu, age dependency ratio, 
yaitu proporsi penduduk muda dan tua terhadap penduduk usia kerja menurun, yang 
kondusif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 

Pada waktu ini, semua bangsa bekerja keras, meningkatkan kesejahteraan warganya 
dengan kecerdikan dan pandangan yang jauh ke depan, karena tinggi rendahnya 
martabat suatu bangsa semakin diukur dari tingkat kesejahteraannya. Bank Dunia 
baru-baru ini mengumumkan bahwa pada tahun 2005, PDB China 2,2638 triliun 
dollar AS menjadikannya negara dengan ekonomi terbesar keempat dunia, menggeser 
Inggris. Di urutan pertama AS, diikuti Jepang dan Jerman. 

Goldman Sach, sebuah lembaga konsultan bisnis memperkirakan PDB China akan 
melampaui Jerman di tahun 2010, melampaui Jepang di tahun 2015, dan melampaui 
AS pada tahun 2040. Juga dilaporkan, PDB India akan mengalahkan Italia di tahun 
2015, mengalahkan Perancis di tahun 2020, dan mengalahkan Jerman di tahun 2025. 
Di tahun 2040, China dan India akan tampil sebagai kekuatan terbesar ekonomi 
dunia. Pusat ekonomi dunia tidak lagi di Eropa atau Amerika, tetapi di Asia. 
Ekonomi Asia tumbuh bertahap sejak melejitnya Taiwan, Korea Selatan, Singapura, 
Malaysia, dan Thailand. 

Indonesia sepatutnya memberi andil yang signifikan dalam tampilnya Asia sebagai 
pusat perekonomian dunia, mengingat modal amat besar yang kita miliki. 

Keunggulan komparatif 

Banyak hal harus dilakukan untuk mencapai Indonesia yang maju, sejahtera, dan 
bersatu. Untuk tipologi negara kita, perlu dimanfaatkan pasar domestik yang 
amat besar, dipadukan dengan keunggulan komparatif yang kita miliki di sektor 
pertambangan, perikanan, perkebunan, kehutanan, pertanian, peternakan, dan 
pariwisata. 

Optimisme mengenai masa depan Indonesia dan semangat kemandirian juga perlu 
ditumbuhkan, untuk menjadi pendorong membangun negara yang sejahtera. 

Modal utama yang harus hadir adalah negara yang mantap terintegrasi; dengan 
dinamika internal yang semakin menyatukan masyarakat, dan bila terjadi friksi 
sosial, penyelesaiannya menempuh jalan yang damai dan santun. 

Jangan mengembangkan benih-benih konflik yang tak bermanfaat bagi masa depan 
kita. 

Sukses suatu bangsa adalah buah kerja keras yang cerdas terarah. Amerika 
Serikat yang di masa lalu mampu memprediksi kebutuhan dunia akan teknologi 
informasi (TI), melakukan persiapan yang matang di lembaga-lembaga pendidikan 
dan ekonominya; sekarang menikmati posisi sebagai pemasok utama kebutuhan TI 
dunia. India sukses dengan pembangunan yang bertema Pro-People, dengan tingkat 
pemerataan yang tinggi dan kemandirian yang besar. Rakyat India memenuhi 
kebutuhan sehari-harinya, dari makanan, pakaian, mobil, traktor, pesawat 
tempur, dan lain-lain, buatan India sendiri, walau kurang bagus. Kondisi itu 
menumbuhkan kegiatan ekonomi yang besar. China tahun 2006 sangat berbeda dengan 
China tahun 1960-an, walau tetap menyatakan dirinya negara komunis, mengambil 
langkah-langkah yang paradoksal dengan konsep komunis, tanpa menimbulkan 
gejolak yang mengindikasikan kematangan masyarakatnya. 

Banyak pula negara yang harus menggali sumber daya ekonominya dengan 
mengorbankan hal-hal yang mendasar, seperti Malaysia yang negara Islam, membuka 
perjudian yang semarak di Genting Highland, untuk membiayai pembangunan 
negaranya. 

Nyatalah bahwa setiap negara begitu cermat memanfaatkan peluang ekonomi yang 
ada. Di Indonesia, beberapa peluang bisnis yang ada dirusak oleh sekelompok 
orang seperti dalam sektor pariwisata dengan beberapa kali pengeboman. Beberapa 
usaha yang ditangani negara salah urus dan malah membebani keuangan negara. 
Kita semua memang perlu menjadi semakin dewasa untuk sesuai kapasitas, 
kewenangan dan kompetensinya membuat Indonesia menjadi lebih maju, lebih 
sejahtera, dan lebih baik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar